“Perlu dicatat: tokoh Golkar dan PAN itu sejatinya loyalis Jokowi. Airlangga korban sandera yang jadi patuh ke Jokowi. Bahlil tumbuh berkat Jokowi. Zulhas titipan Jokowi.”

Oleh Edy Mulyadi, Wartawan Senior

BANYAK pihak menilai reshuffle ketiga Presiden Prabowo pada 19 September 2025 bukan sekadar bongkar pasang kursi. Ini adalah konsolidasi besar-besaran. Dengan melantik 2 menteri baru, 3 wamen, dan 6 kepala badan, Prabowo meneguhkan peta kekuatan yang makin terkonsentrasi di tangannya. Kabinet kini berisi 49 menteri dan 55 wamen, dengan distribusi yang minim friksi internal.

Gerindra tampil sebagai pilar utama. Partai besutan Prabowo itu kini menguasai 9 menteri dan 9 wamen, total 18 posisi. Tidak tanggung- tanggung, posisi itu ermasuk yang paling strategis: Menko Polkam, Menlu, dan Mensesneg. Ditambah pos penting di keuangan dan desa, Gerindra bukan lagi sekadar tulang punggung, melainkan tulang sumsum pemerintahan. Inilah pula yang membuat banyak kalangan menyebut reshuffle kali ini sebagai “Gerindranisasi” kabinet.

Koalisi inti ikut menguat. Golkar menjaga sektor ekonomi dengan Airlangga di Menko Perekonomian dan Bahlil di ESDM. PAN menguasai pangan dan infrastruktur lewat Zulhas di Menko Pangan dan Sakti di KKP. Demokrat cukup puas dengan AHY di Menko Infrastruktur. PKB dan PSI kebagian jatah simbolis. Peta ini menutup ruang konflik antarpartai. Setidaknya untuk sementara.

Namun perlu dicatat: tokoh-tokoh Golkar dan PAN itu sejatinya adalah loyalis Jokowi. Airlangga korban sandera yang jadi patuh kepada Jokowi. Bahlil tumbuh berkat kepercayaan Jokowi. Zulhas kembali ke kabinet atas titipan Jokowi. Sementara Sakti Wahyu Trenggono pernah terbukti loyal pada Jokowi pada kasus pagar laut. Artinya, meski struktur kini di bawah Prabowo, jejak Jokowi masih kuat menancap di sektor ekonomi dan pangan. Di sinilah paradoks reshuffle ini: politik dikuasai Gerindra, tetapi arus ekonomi masih bernuansa Jokowi.

Apakah Prabowo kini aman? Secara relatif, iya. Dengan Gerindra menguasai 18 posisi, risiko digoyang dari dalam kian tipis. Agenda besar seperti makan siang gratis atau reformasi birokrasi bisa dieksekusi lebih leluasa. Namun “aman” tetap bersyarat. Ekonomi yang memburuk atau kebijakan tidak populer bisa memantik gesekan, terutama dengan Golkar yang pegang banyak urat nadi ekonomi.

*Dejokowinasi, Tapi Masih Rawan*

Bagaimana dengan Jokowi? Reshuffle ini adalah sinyal dejokowinasi. Lima loyalisnya tergeser. Geng Solo yang dulu bertebaran di pos-pos strategis kini tersisa di sektor teknis semata, seperti Pratikno di Menko PMK dan Budi Gunadi di Menkes. Itu pun lebih berperan administratif ketimbang menentukan arah kebijakan. Bayang-bayang Jokowi memudar, meski belum hilang sama sekali.

Mungkinkah Jokowi masih bisa cawe-cawe? Peluangnya ada. Tapi kecil dan berisiko tinggi. Saluran formal sudah diputus. Jalur yang tersisa hanyalah informal. Lewat Gibran sebagai wapres, jaringan oligarki, atau basis massa Jawa Tengah. Namun efektivitasnya minim jika dibanding dengan mesin Gerindra yang kini menguasai keamanan, komunikasi, dan birokrasi inti.

Satu titik rawan masih tersisa: Kapolri dan Panglima TNI. Keduanya berasal dari Geng Solo. Jenderal Listyo Sigit dan Jenderal Agus Subiyanto masih jadi simbol pengaruh Jokowi di sektor pertahanan-keamanan. Tekanan publik agar Prabowo mengganti keduanya terus menguat. Jika pergantian ini dilakukan, maka sempurnalah konsolidasi kekuasaan Prabowo.

Non-partai juga menarik dicermati. Dari 49 menteri, sekitar 20 adalah non-partai. Di jajaran wamen, mayoritas juga teknokrat. Setengah kabinet ini sejatinya nonpartai, tapi bukan berarti netral. Sebagian, seperti Sjafrie Sjamsoeddin jelas dekat Prabowo. Sebagian lain, seperti Erick Tohir, Pratikno dan Budi Gunadi, masih berbau Jokowi. Sekitar 60-70 persen condong ke Prabowo. Sisanya rawan menjadi “matahari kembar” bila krisis datang.

Reshuffle ketiga ini menandai fase baru pemerintahan. Prabowo berhasil memutus matahari kembar dan menegakkan poros tunggal: dirinya. Tetapi konsolidasi kekuasaan hanyalah syarat awal. Tantangan nyata ada di depan mata. Mengendalikan harga pangan, menjaga stabilitas ekonomi, dan menata aparat hukum yang rusak parah. Tanpa capaian nyata di lapangan, reshuffle hanya akan tercatat sebagai manuver politik belaka.[]

Makassar, 19 September 2025

Keterangan foto utama AFP

 

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry