SEPAKAT: LPPH Pemuda Pancasila Surabaya dan Pudjo Atmoko menandatangani surat kesepakatan yang disaksikan Babinsa dan Babinkantibmas serta tokoh masyarakat Kedung Mangu. (Duta.co/Sunarko)
SEPAKAT: LPPH Pemuda Pancasila Surabaya dan Pudjo Atmoko menandatangani surat kesepakatan yang disaksikan Babinsa dan Babinkantibmas serta tokoh masyarakat Kedung Mangu. (Duta.co/Sunarko)

SURABAYA | duta.co – Dugaan penyerobotan tanah yang dilakukan Pudjo Atmoko atas tanah seluas 430 meter di Jalan Kedung Mangu No. 25A, Kelurahan Wonokusumo, Surabaya akhirnya membuat berang pengurus PAC (Pimpinan Anak Cabang) Pemuda Pancasila (PP) Kenjeran.

Pasalnya, bukti kepemilikan tanah tersebut di klaim Pudjo Atmoko adalah miliknya berdasarkan surat Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah), padahal riwayat tanahnya berasal dari Sumartono (alm) dan ahli warisnya yakni Sentot Pudjiatmono.

Sentot sendiri mempunyai bukti kepemilikan Petok D, Persil Catatan Sipil nomor 12DVI seluas 0,060 hektar, dan Putusan Pengadilan Agama nomor 38/V6.11/74 tentang waris.

Dengan berbekal bukti kepemilikan tanah tersebut, kuasa hukum Sentot dari LPPH (Lembaga Penyuluhan Perlindungan Hukum) PP, Zainal Ridhoh dan Heri SH langsung melakukan pemagaran lahan tanah yang ditempati Musthopa.

Musthopa sendiri sempat kaget dengan kedatangan belasan pengurus PAC Pemuda Pancasila dan kuasa hukum ahli waris dan menyatakan bahwa dirinya hanya mengontrak tanah ini dari Pudjo Atmoko selama 2 tahun sebesar Rp 25 juta.

“Saya ini hanya pengkontrak lahan ini dari pemiliknya si Pudjo Atmoko. Saya juga sudah bayar Rp.25 juta selama 2 tahun. Kalau mau memagari kontrakan kami ya harus bicarakan dulu ama pemiliknya jangan saya jadi korban,” keluhnya, Senin (6/2).

Pudjo sendiri di depan perwakilan ahli waris dan disaksikan Babinsa dan Babinkantibmas tetap beraikukuh kalau tanah seluas 430 hektare adalah tanah miliknya berdasarkan Ipeda dan Letter C Kelurahan Wonokusumo. “Saya tetap bersikukuh kalau tanah ini milik saya karena saya punya bukti surat Letter C. Saya akan menempuh jalur hukum,” elak Pudjo yang merasa dirinya juga sebagai ahli waris.

“Kenapa tanah ini saya kontrakan karena saat saya mendatangi kantor kelurahan untuk ditunjukan data riwayat tanah ini tidak diberi ijin sama lurah jadi kalau bisa masalah ini di proses secara hukum,” tambahnya.

Mendengar keterangan Pudjo ini langsung dibantah Zainal Ridho kuasa hukum Sentot yang mengajak bedah bukti kepemilikan tanah. Dan ternyata surat yang dipunyai Pudjo hanyalah selembar surat Ipeda. ”Bukti kepemilikan klien saya cukup kuat berdasarkan surat kepemilikan tanah Petok D, PBB, dan surat Ahli waris hasil dari putusan Pengadilan Agama. Sedangkan bukti surat yang ditunjukan Pudjo pada saya ternyata hanya sehelai surat dari Ipeda dan tidak memiliki Petok D. Keluar suratnya lebih dahulu milik klien saya,” kata Zaenal.

Melihat makin panasnya mediasi antara kuasa hukum Sentot dan Pudjo inilah langsung membuat Ketua RW Sidotopo Wetan Sumiadji meminta para pihak diselesaikan secara kekeluargaan dan transparan. “Alhamdulillah, pihak-pihak ternyata mau menyelesaikannya secara kekeluargaan dan bisa dilihat sendiri kan sudah ada surat kesepakatan yang ditandatangani oleh mereka,” ujar Sumiadji kepada DUTA.

Diketahui, kedatangan belasan anggota PAC Pemuda Pancasila di lahan tanah Jalan Kedung Mangu 25A ini sempat menjadi perhattian warga sekitar. Beruntung anggota Babinsa, Babinkantibmas, serta Ketua RW Sidotopo Wetan bisa menengahi konflik antara ahli waris Sumartono (alm) dan Pudjo Atmoko. nrk/and

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry