SURABAYA | duta.co – Pekan Olahraga Wartawan Nasional (PORWANAS) yang sejatinya menjadi ajang silaturahmi dan kompetisi olahraga antar wartawan se-Indonesia kini dipertanyakan integritasnya. Berbagai suara miring mulai bermunculan di kalangan wartawan terkait keikutsertaan peserta yang bukan merupakan wartawan profesional dalam ajang bergengsi ini.
M. Ali Mahrus, wartawan Jawa Pos dan pemegang kartu Uji Kompetensi Wartawan (UKW), mengungkapkan keresahan yang dirasakan oleh rekan-rekan seprofesinya. Dalam tulisannya, ia menyoroti fakta bahwa sudah menjadi rahasia umum jika beberapa kontingen merekrut atlet non-wartawan untuk berkompetisi di PORWANAS, semata-mata demi meraih gelar juara.
“Katanya PORWANAS ini salah satu tujuan utamanya adalah ajang silaturahmi wartawan tanah air. Kok yang bukan wartawan (di)ikut(kan)? Ini sama saja penghinaan profesi kita sebagai wartawan,” ungkap Ali salah seorang wartawan yang diwawancarai
Ironinya, praktik ini diduga telah berlangsung lama dan diketahui oleh para petinggi kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di berbagai daerah. Alih-alih menghentikan, mereka justru cenderung membiarkan, bahkan mendukung demi gengsi daerah masing-masing.
Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan di kalangan wartawan profesional yang merasa tersisih dari ajang yang seharusnya menjadi milik mereka. Banyak wartawan yang memenuhi syarat dan memiliki kemampuan untuk berkompetisi justru tidak mendapat kesempatan karena posisi mereka diambil alih oleh peserta non-wartawan.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di cabang olahraga sepak bola, tetapi juga di berbagai cabang olahraga lainnya yang dipertandingkan di PORWANAS. Bahkan, event-event lain seperti Liga Media pun tak luput dari masuknya ‘pemain siluman’ ini.
Pertanyaannya kemudian, di manakah letak kebanggaan dan kehormatan profesi wartawan jika ajang yang seharusnya menjadi milik mereka justru diisi oleh mereka yang bukan wartawan? Bukankah ini menciderai esensi dari PORWANAS itu sendiri?
Sudah saatnya PORWANAS kembali ke khittahnya sebagai ajang silaturahmi dan kompetisi olahraga antar wartawan sejati. Diperlukan ketegasan dari pihak penyelenggara dan PWI untuk memastikan bahwa peserta PORWANAS adalah wartawan profesional yang telah terverifikasi. Dengan demikian, integritas ajang ini dapat terjaga dan wartawan sejati mendapatkan kesempatan yang seharusnya menjadi hak mereka.
Kembalinya PORWANAS ke marwahnya bukan hanya tentang sebuah kompetisi olahraga, tetapi juga tentang menghargai dan menjunjung tinggi profesi wartawan di Indonesia. Sudah waktunya untuk menghentikan praktik yang telah lama berlangsung ini dan mengembalikan PORWANAS sebagai ajang yang benar-benar milik wartawan Indonesia. (gal)