Kiai Marzuki Mustamar (kiri) yang sedang viral video politiknya dan Kiai Miftah. (IST)

SURABAYA | duta.co – Viral video (politik) pendek Wakil Rois Syuriah PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar. Ironisnya, video yang bermaksud untuk mengajak warga Jawa Timur agar tidak melulu berpolitik di hari raya itu, ternyata, isinya justru ajakan politik.

Begini bunyinya: “Rek-rek, warga Jawa Timur, ojok politik tok ae. Riyoyo-riyoyo politik ae. Riyoyo iku sing paling penting siji silaturrahim, gubernur iku nomer loro, ojo nomer siji. Nomor siji silaturrahim, paham, yo wis. (Arek-arek Jawa Timur, jangan politik saja. Hari raya politik melulu. Hari raya itu yang paling penting, satu silaturrahim, gubernur itu nomor dua, jangan nomor satu. Nomor satu silaturrahim, paham? Ya sudah red.),” demikian Kiai Mustamar, yang juga mantan Ketua PCNU Kota Malang ini.

Gaya politik Kiai Mustamar ini menjadi bahasan warga NU, termasuk mereka yang tergabung dalam organisasi Pergerakan Penganut Khitthah  Nahdliyyah (PPKN). “Saya tidak habis pikir, sadar tidak beliau bicara seperti itu. Pertama, omongannya bertolak belakang dengan prilakunya. Ini mengenaskan. Merinding mendengarnya. Kedua, sebagai pengurus NU, memalukan sekali karena dengan bangganya melanggar khitthah demi memuaskan syahwat politik,” demikian disampaikan Sekretaris Pergerakan Penganut Khitthah  Nahdliyyah (PPKN) Achmad Yani Albanis kepada duta.co, Minggu (24/6/2018) pagi.

Saran Yani, bagi pengurus NU yang sudah tidak lagi bisa menahan nafsu politik, sebaiknya mundur baik-baik, jadilah pengurus partai politik. Kalau tidak, organisasi yang dibesut para kiai ini akan terus jadi alat politik. “Kasihan nahdliyin, jadi ‘kayu bakar’,” tegasnya.

Achmad Yani juga menyoroti gaya politik KH Miftahul Achyar, Wakil Rais Am PBNU sebagaimana diberitakan media massa yang kelewat vular, sehingga terkesan kehilangan daya nalar. “Menurut Kiai Miftah para kiai sepuh sekarang sedang mengalami keprihatinan yang tinggi menyaksikan perebutan kekuasaan antarkader NU di Pilgub Jatim. Sementara dia sendiri lupa, kalau dirinya sedang larut dalam rebutan kekuasaan tersebut. Ini luar biasa ironi dibaca umat,” tegas Yani.

Sebagaimana diberitakan beritajatim.com KH Miftahul Achyar dalam acara Halalbihalal dan deklarasi dukungan Gus Ipul-Puti dari Keluarga Besar Nahdliyin, Penggerak Lingkungan dan Ekonomi di Convention Hall Grand City Surabaya, Sabtu (23/6/2018) menyampaikan pesan tersebut.

“Ini para Kiai sepuh ada keprihatinan yang tinggi. Bahkan saya mau turun ke sini bersama panjenengan sedoyo mengungkapkan rasa keprihatinan itu terutama dilingkungan NU belum pernah terjadi khususnya di Jatim. Rebutan kedudukan, royokan jabatan sampe sampe sing siji wes duwe kedudukan diculno perlu gelut karo dulure dewe (sampai sampai yang satu sudah punya kedudukan dilepas demi bertarung dengan saudaranya),” katanya.

Menurutnya, Cagub nomor 2 Gus Ipul sudah disiapkan para kiai sejak 10 tahun lalu untuk menjaga kebatinan di Jatim. “Gus Ipul 10 tahun lalu sudah dipersiapkan oleh para masyayikh (kiai) untuk menjaga suasana kebatinan dimiliki Jatim. Mestine liane rumongso ngertiyo, urong direstui lembaga resmi NU. Sing liyane urong izin, urong pamit, mbok ngertiyo. Ora usah ngejak gelut dukure dewe terus didelok wong akeh (Harusnya yang lain merasa mengerti, belum direstui lembaga resmi NU. Yang lain belum izin, belum pamit, cobalah mengerti. Tidak perlu mengajak bertengkar saudaranya sendiri lalu dilihat orang banyak),” tegasnya.

Achmad Yani Albani, (FT/IST)

Menurut Yani, pertama, sebagai Wakil Rais Aam PBNU, Kiai Miftah melakukan blunder besar. Apa tidak paham kalau NU sudah memutuskan kembali ke khitthah? Apa tidak tahu larangan menggunakan jabatan organisasi untuk berpolitik praktis. Silakan jadi jurkam, tetapi nonaktif dulu. Jangan bicara aturan organisasi dengan melanggarnya.

“Kedua, mulai kapan NU berubah fungsi menjadi lembaga untuk menyiapkan seseorang menjadi pejabat? AD/ART mana yang melarang kader berkompetisi dalam pengabdian politik? Bayangkan, kalau Pilgub menjadi domain NU, lalu parpol ada di mana? Jangan sampai NU ini dipaksa untuk mengambil peran partai politik, atau sebaliknya jangan sampai ada parpol yang mengangkangi NU, menjadikan NU berikut pengurusnya sebagai Banom partai, sampai-sampai mereka ‘terhipnotis’ dan hilang akal. Inilah yang terjadi sekarang,” katanya serius. (mky)