SURABAYA | duta.co – Manuver Presiden RI Jokowi menarik simpati warga Madura dan tergolong jitu. Jembatan yang menghubungkan Madura dengan Surabaya (Suramadu) sepanjang 5.428 meter, akan resmi digratiskan pada Sabtu (27/10/2018) besok, dan berlaku  semua jenis kendaraan bermotor.

Padahal, tuntutan ini sudah lama disuarakan warga Madura termasuk kalangan kampus. Sebab, jika dihitung, biaya pembangunan itu, sudah lunas. Apalagi ini jembatan, bukan jalan tol. Tetapi, selama ini tuntutan itu tidak digubris. Baru sekarang, menjelang Pilpres dikabulkan.

Tak ayal, kebijakan populis tersebut menimbulkan multitafsir di kalangan public, karena dilaksanakan pada masa tahapan kampanye Pilpres 2019, di mana Jokowi menjadi calon petahana berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin.

Menurut pengamat politik dari Surabaya Survey Center (SSC), Mochtar W Oetomo kebijakan populis ini bisa menjadi obat atau tidak bagi rakyat Madura yang mungkin kecewa atas gagalnya Mahfud MD terpilih sebagai Cawapres Jokowi.

“Terlepas juga apakah kebijakan ini bermuatan politis atau tidak, apapun penggratisan tol Suramadu adalah  kebijakan yang sudah lama diperjuangkan dan dinantikan oleh rakyat Madura,” ujar Mochtar saat dikonfirmasi Kamis (25/10/2018).

Kendati demikian, Mochtar juga memaklumi jika sebagian publik menilai kebijakan populis ini sarat bernuansa politis. Pasalnya, jika melihat data Pilpres 2014 lalu, Jokowi-JK kalah dari Prabowo-Hatta di Madura.

Bahkan  berdasar banyak hasil survei, termasuk hasil survei SSC periode Oktober 2018, Jokowi-Ma’ruf juga masih tertinggal elektabilitasnya dibanding Prabowo-Sandi di Pulau Garam tersebut.

“Prabowo-Sandi di Madurs 43,6 persen, sementara Jokowi-Ma’ruf Amin hanya 29,1 persen. Adapun suara yang belum menentukan pilihan sebanyak 27,3 persen. Sehingga wajar saja jika ada pihak yang berupaya mengaitkan momentum Suramadu gratis untuk semua kendaraan dengan momentum kampanye untuk menaikkan elektabilitas Jokowi di Madura,” beber direktur SSC ini.

Kebijakan populis yang dilakukan calon petahana, lanjut Mochtar, bisa jadi menjadi bagian strategi untuk mendapatkan simpati publik Madura guna mengejar ketertinggalan elektabilitasnya. Sebab sebelumnya KH Ma’ruf Amin juga memerlukan cara khusus untuk datang ke Madura supaya bisa meraih simpati masyarakat Madura.

Senada pengamat politik dari Univeritas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdus Salam menilai kebijakan penggratisan jembatan Suramadu momentumnya bersamaan dengan waktu kampanye Pilpres 2019 sehingga sebagian publik menghubungkan dengan kepentingan elektoral yang notabene menguntungkan calon petahana.

“Ya saya pikir itu bagian dari hadiah untuk masyakarat  Madura yang sejauh ini dukungan Jokowi masih ketinggalan dengan Prabowo,” terang Surokim Abdus Salam.

Berdasarkan informasi yang didapat, lanjut Surokim sejatinya sudah setahun yang lalu disampaikan disertai hitung-hitungan matematis soal Break Even Point (BEP) biaya jembatan Suramadu bentang tengah sekitar 10 baru impas. Artinya, jika mulai beroperasi pada 10 Juni 2009 maka BEP itu tercapai pada Juni 2019 mendatang.

“Kalau sekarang baru dikabulkan itu memang sarat dengan kepentingan politik. Tapi Jokowi cerdas mengambil momentum untuk bisa mengambil hari pemilih Madura,” kelakar akademisi murah senyum ini.

Ia tidak sependapat jika ada sebagian orang menghubungkan kebijakan populis ini sebagai kompensasi permintaan maaf Jokowi karena tak jadi memilih tokoh Madura, Mahfud MD sebagai cawapres.

“Saya pikir gak ya, karena khan bukan salah Jokowi tidak memilih Pak Mahfud tetapi kehendak partai koalisi. Namun kalau hendak dibaca sebagai bagian dari cara memberi hadiah dan mengambil hati masyarakat Madura, saya pikir itu kasat mata,” ungkap Surokim.

Kendati demikian, pihaknya juga ingin mengingatkan kepada publik bahwa aspirasi jembatan Suramadu gratis itu memang usulan masyarakat Madura dan juga masyarakat kampus sehingga bukan murni kehendak presiden Jokowi semata.

“Apalagi dalam pandangan masyarakat Madura itu sebenarnya bukan jalan tol tetapi jembatan dan biaya jika dihitung sudah tertutupi selama 10 tahun terakhir jad wajar tuntutan itu dikabulkan Presiden,” ungkapnya.

Pemilih Madura Susah Diprediksi

Peneliti senior SSC ini juga meyakini masyarakat Madura akan menyambut baik policy itu. Namun berapa efeknya terhadap elektabilitas Jokowi-Ma’ruf maka perlu disurvey untuk kepastiannya, tetapi petahana jelas akan diuntungkan.

“Angka swing voters Madura dalam Pilpres 2019 masih tinggi hampir 27 persen, tentu itu sangat signifikan menambah jumlah dukungan pemilih swing voters. Situasi begini akan menguntungkan petahana karena bisa mengklaim prestasi dan juga memberi hadiah policy,” imbuhnya.

Menurut Surokim, pemberian langsung biasanya efeknya lebih besar. Sedangkan untuk pemberian dan hadiah policy akan efektif menyasar pemilih kelas menengah dan perkotaan. Kemudian untuk masyarakat bawah dan rural justru money politik masih menjadi faktor paling kuat untuk menarik simpati dan dukungan politik.

“Jadi kalau ada policy mengratiskan jembatan Suramadu saya pikir akan menambah dukungan dari  pemilih Madura kelas menengah dan urban dalam angka swing voters 27 persen tadi. Tapi pemilih Madura itu unik dan misterius sehingga susah diprediksi terkait pilihan dalam politik,” pungkasnya. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry