Keterangan foto nu.or.id dan padasukatv

SURABAYA | duta.co – Tengara Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftakhul Achyar perihal polemik nasab di Indonesia, belum menyelesaikan masalah. Justru mengundang ‘serangan’ baru, dinilai kejauhan karena menyeret pola Wahabi.

“Saya bersyukur karena Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftakhul Achyar memberikan perhatian yang luar biasa terhadap perdebatan masalah nasab ini. Kita harus menghormati, mentaati, apa pun isinya,” demikian Doktor M Sholeh Basyari, dosen di Universitas NU kepada host Padasuka TV Yusuf Mars terlihat duta.co, Rabu (29/5/24).

“Tetapi, ada yang membuat kita kurang nyaman. Meski begitu, polemik soal nasab ini, merupakan perjuangan teman-teman seperti Kiai Imaduddin selama 1,5 tahun, kini sudah memasuki level elit, isu strategis,” tegasnya.

Dan, kami, lanjut Doktor Sholeh, keberatan dengan sebutan Rais Aam bahwa itu masalah orang perorang. “Apalagi ada semacam framing ini pola Wahabi, anak-anak yang liar. Itu saya rasa sangat kejauhan,” tegasnya.

Hal yang sama disampaikan Kiai Ubaidillah. “Sebagai bentuk takdziman saya kepada Rais Aam KH Miftakhul Achyar, beliau adalah orangtua saya. Maka saya perlu membaca dulu respons terhadap Kiai Miftakhul Achyar,” katanya.

Masih kata Kiai Ubaidillah, dirinya hormat sekali kepada Rais Aam yang mengendalikan keilmuan dan hasanah at-turots NU. Ia berharap Rais Aam memahami anak-anak muda NU berdasarkan ilmu dan khasanah at-turots dan kontak sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Kiai Ubaidillah juga menegaskan bahwa dirinya adalah nahdliyin tulen. “Saya bukan Khawarij, bukan Syi’ah, saya bukan Wahabi. Tetapi, gerakan (mempersoalkan nasab Ba’alawi) ini tumbuh dari realitas sosial,” tegasnya.

Seperti diberitakan, Rais Aam PBNU KH Miftakhul Achyar juga mengaku prihatin atas polemik yang tak berujung. Dan ini jelas tidak menguntungkan bagi nahdliyin, selain hanya menguras tenaga dan pikiran.

“Berbagai isu dan polemik yang bisa melemahkan organisasi harus diwaspadai dan disikapi dengan cara tertib dan taat pada jalur komando serta arahan sikap dari pimpinan tertinggi organisasi, dalam hal ini PBNU,” demikian Rais Aam dalam Haul Muassis NU di Gresik, Jawa Timur, Ahad (26/5/2024).

Kiai Miftah juag mengatakan, gaduh soal nasab ini, cuma diembuskan segelintir orang. Masalah ini sudah bukan soal dzurriyah Ba’alawi melawan dzurriyah Wali Songo, melainkan arahnya sudah ke jamaah NU. “Gangguan sudah sudah nyata, bukan dzon lagi, tapi jelas dialamatkan kepada NU dan bertubi-tubi. Hati-hati, itu pola Wahabi,” tegasnya.

Karena itu, Kiai Miftah kembali mengingatkan, bahwa, NU itu memuliakan orang bukan karena nasab atau garis keturunan, suku, etnis tetapi keilmuan, kebaikan, dan ketaqwaan seseorang.

Polemik ini menjadi perhatian banyak orang. Sejumlah grup WA nahdliyin berupaya mengakhiri masalah yang tidak ada manfaatnya tersebut. “Saya berharap, mudah-mudahan ada dua sesepuh (pro maupun kontra) yang berkenan menjembatani, bertemu mencari solusi damai sehingga polemik nasab berhenti dengan baik,” tulis seorang tokoh NU. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry