SURABAYA | duta.co – Polemik yang melibatkan Apartemen Bale Hinggil semakin memanas dan membutuhkan perhatian serius dari Pemerintah Kota Surabaya. Ketua Yayasan Lembaga Pelayanan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, Said Sutomo, menekankan pentingnya ketegasan pemerintah dalam menangani masalah ini.

Pernyataan ini disampaikan setelah rapat koordinasi terkait permasalahan Bale Hinggil yang diadakan di Ruang Rapat Nindya Praja, Lantai 4, Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Surabaya pada Selasa (3/9/2024).

Menurut Said Sutomo, masalah yang melibatkan Bale Hinggil sangat kompleks. Tidak hanya terkait dengan kebijakan developer yang merugikan penghuni atau pemilik apartemen, tetapi juga adanya indikasi praktik prostitusi yang membuat warga sekitar resah.

“Jangan sampai pemerintah Kota Surabaya menutup Gang Dolly, tetapi kemudian muncul ‘Dolly-Dolly’ baru di apartemen-apartemen di Surabaya,” ujar Said saat dikonfirmasi duta.co.

Terkait dengan konflik antara penghuni Bale Hinggil dan pihak developer, Said menjelaskan bahwa kedatangan perwakilan pemilik dan penghuni yang tergabung dalam Bale Hinggil Community (BHC) ke Pemkot Surabaya bertujuan untuk mencari kepastian hukum dan perlindungan.

“Hal ini sesuai dengan Perpres nomor 49 tahun 2024 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Stranas PK),” tambahnya.

Said mengungkapkan, bahwa banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak developer sudah cukup membuktikan bahwa mereka tidak mematuhi undang-undang, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

“Salah satu contoh yang disampaikan dalam rapat koordinasi adalah developer tidak membayar pajak sejak tahun 2018 hingga 2024, dengan total tunggakan mencapai Rp6,2 miliar dan sanksi sebesar Rp2,07 miliar,” jelas Said.

Ia menambahkan bahwa para pemilik dan penghuni sebenarnya telah membayar iuran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahunan kepada badan pengelola yang dibentuk oleh developer. Namun, ketidakhadiran pihak developer, dalam hal ini PT Tlatah Gema Anugrah (PT TGA), dalam rapat koordinasi menunjukkan itikad yang tidak baik.

“Ketidakhadiran mereka (PT TGA) menunjukkan bahwa mereka tidak menghargai undangan dari Kabag Kesra. Ini mungkin disengaja, dan pemerintah harus benar-benar memperhatikan hal ini agar masalah ini tidak berakhir tanpa solusi yang jelas,” tegas Said.

Said juga mengkritik pemerintah yang dianggap kurang serius dalam menangani masalah ini selama enam tahun terakhir, mengingat banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh developer.

Pada kesempatan yang sama, Andrey J. Tuamelly, perwakilan dari BHC, menyatakan bahwa para pemilik dan penghuni Apartemen Bale Hinggil adalah konsumen yang harus dilindungi oleh pemerintah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

“Apalagi ada pungutan uang pajak yang tidak disetor ke Bapenda. Warga berharap hasil rapat koordinasi ini segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dan pemerintah,” kata Andrey.

Selain itu, Andrey juga menyoroti adanya tindakan oknum pengelola dan keamanan yang bekerja sama dengan broker untuk menyewakan beberapa unit kamar untuk penggunaan jangka pendek, yang diduga untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan hukum. Meskipun hal ini telah dilaporkan ke Polsek setempat, tidak ada tindak lanjut yang signifikan karena dianggap tidak mengandung unsur pidana.

Rapat koordinasi ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Kejaksaan Negeri Surabaya, Kapolsek dan Danramil Sukolilo, DPRKP Surabaya, BPN Surabaya, DPMPTSP Surabaya, Bapenda Surabaya, serta Camat dan Lurah Sukolilo. (gal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry