SINERGI: Tampak (dari kiri) KH Sholeh Qosim, KH Ali Masyhuri (Gus Ali), Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin dan KH Mutawakkil Alallah. (Duta.co/Ridho)
SINERGI: Tampak (dari kiri) KH Sholeh Qosim, KH Ali Masyhuri (Gus Ali), Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin dan KH Mutawakkil Alallah. (Duta.co/Ridho)

SURABAYA | duta.co —  Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin mengunjungi (silaturrahim) ke PWNU Jatim dalam rangka memperkuat sinergi kerjasama antara NU dan polisi untuk menciptakan keamanan, kesejahteraan dan kebersamaan di tengah-tengah masyarakat, serta bersama-sama menghadapi gerakan-gerakan yang dapat mengancam keutuhan NKRI, mengesampingkan konstitusi negara UUD 1945 apalagi ingin mengganti Pancasila.

“Makanya di sini NU dan Polri harus bergandeng tangan bersama elemen masyarakat yang lain, bersatu menghadapi gerakan-gerakan itu yang saat ini mulai marak di mana-mana,” ujar ketua PWNU Jatim, KH Mutawakkil Alallah, pemangku Ponpes Zainul Hasan Genggong Probolinggo didampingi jajaran pengurus PWNU yang lain, di kantor PWNU Jatim, Jumát (10/2/2017).

Ditegaskan kiai Mutawakkil, titik temu sinergi NU dan polisi itu ada dalam kata masyarakat. Sehingga walaupun berbeda posisi tapi keduanya memiliki tujuan yang sama. Bahkan kalau boleh diibaratkan tim sepak bola, ada sayap kanan dan sayap kiri, beda posisi tapi harus bisa menciptakan goal mengambil ball position bersama-sama menciptakan goal.

“Cita-cita nasional dari para founding father kita yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur serta selalu dalam lindungan Allah. Dalam bahasa Alqurannya itu Fiddunnya Hasanah wa fil Akhirati Hasanah yang digambarkan juga dengan Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghofur,” ungkapnya.

Bentuk kongkret kerjasama NU dan polisi itu, lanjut kiai Mutawakkil bisa dalam bentuk Community Police atau mitra polisi dengan masyarakat dengan menggunakan strategi yang lebih real lagi. Misalnya Polda dengan PWNU di tingkat provinsi, Polres dengan PCNU di kabupaten/kota, Polsek dengan MWCNU di tingkat kecamatan hingga Babinsa dengan ranting NU di tingkat desa.

“Kami ingin bersinergi untuk lebih  mengenal lingkungan terutama terhadap orang baru yang mencurigakan supaya bisa dilaporkan RT atau ketua ranting NU dibantu tokoh masyarakat dan kepolisian,” harapnya.

Ia mengakui perjuangan atas nama agama tapi dicampur aduk dengan kepentingan politik kekuasaan bahkan kadang jebakan kekuasaan dan memperkaya diri dicampur aduk dengan label agama saat ini kian marak sehingga membuat atmosfer Indonesia semakin panas. Yang banyak sekarang yakni pengaruh gerakan transnasional, yang terlihat adalah movement political of islam (kemasan agama tapi isinya gerakan islam).

“Ini yang harus kita antisiapasi dan menjadi tugas kita bersama karena pendiri bangsa ini adalah ulama dan masyayikh yang sudah menyatakan bahwa NKRI final, bela tanah air itu wajib hukumnya sehingga menjaga keutuhan NKRI menjadi fardu ain bagi warga NU. Itu kan matching dengan tugas polisi,” teganya.

Kiai Mutawakkil juga membantah berita bahwa pendataan ulama dan kiai pondok pesantren yang dilakukan polisi itu hanya isu,  karena persoalan itu bukan dominan kepolisian melainkan Kemenag, MUI yang dikoordinasikan dengan ormas keagamaan.

Ironisnya lagi, liberalisasi media khususnya media sosial itu semakin memudahkan seseorang atau kelompok membuat berita bohong atau pelintiran yang tujuannya untuk mengadu domba ormas keagamaan satu dengan yang lain, agama dengan agama, etnis dengan etnis bahkan mengadu domba rakyat dengan pemerintah.

“NU jadi sasaran utama itu karena NU selama perjalanan bangsa menjadi mediator antara kepentingan pemerintah dengan masyarakat. Sehingga Indonesia selama ini aman. Tapi NU juga tak segan-segan mengkritik pemerintah kalau kebijakannya tidak pro rakyat,” ungkapnya.

Kalau di luar negeri yang terjadi perang saudara itu, kata kiai Mutawakkil karena tak ada unsur civil society yang memiliki culture yang kuat dan menancap di negara tersebut, sehingga ketika negara beda keinginan dengan rakyat terjadi tabrakan antara kekuatan negara dengan rakyat bahkan mereka tak segan memuntahkan peluru untuk perang saudara dan yang jadi korban adalah rakyat sendiri.

Di tambahkan, Jatim adalah barometer nasional sehingga Jatim kerap dijadikan test case dalam upaya memperkeruh situasi nasional. “Makanya, saya minta wacana pendataan ulama ini ditutup saja supaya tidak memperkeruh susana dan nanti dimanfaatkan pihak-pihak tertentu. Sekarang bukan momentumnya dalam situasi seperti ini,” tegasnya.

Secara khusus, PWNU Jatim juga mengucapkan rasa terima kasih kepada Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian karena memberi Pak Machfud Arifin sebagai Kapolda Jatim. “Mudah-mudahan komunikasi dan sinergi antara ulama dengan polisi semakin baik ke depan,” imbuhnya.

Sementara itu Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin menjelaskan bahwa silaturrahim ini untuk sinergi kerjasama dalam menciptakan keamanan yang kondusif di Jatim. “Kita tahu NU memiliki modal sosial yang sangat besar di Jatim sehingga kami ingin bersinergi supaya Jatim tetap kondusif tak mudah terpengaruh dengan situasi nasional,” jelasnya.

Ia juga tidak ingin kunjungan polisi ini dicampuradukkan dengan wacana Kemenag terkait sertifikasi atau standarisasi khotib sehingga bisa membuat orang bingung. “Saya ini pejabat baru ingin mengenal lebih dekat ulama dan kiai-kiai di Jatim.Tujuannya supaya kalau Polda ingin membuat istighotsah besar kalau mengundang mereka tidak salah nama dan alamat. Jadi jangan dicampur pendataan yang dilakukan polisi dengan wacana sertifikasi dari Kemenag,” tegas Machfud Arifin.

Kesimpangsiuran kabar pendataan itu, diakui Kapolda Jatim sudah dilakukan klarifikasi kepada ormas kegamaan seperti NU, maupun secara langsung ke personal kiai-kiai sepuh di Jatim. “Sudah, saya minta jangan diperpanjang. Saya sudah klarifikasi ke ormas keagamaan maupun personal kiai-kiai,” pungkas Machfud Arifin. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry