BAHAS KASUS DEBORAH: Komisi IX DPR saat rapat dengan Tim Kemenkes di Gedung DPR RI, Senin (11/9), mengenai kasus meninggalnya bayi Tiara Deborah Simanjorang. (ist)

JAKARTA | duta.co – Kepolisian Daerah Metro Jaya turun tangan mengusut penyebab kematian bayi empat bulan bernama Tiara Debora Simanjorang, pasien Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat. “Ya betul, sedang dalam lidik,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, Senin (11/9).

Menurut Argo, penyelidikan dilakukan untuk mengetahui apakah ada unsur kelalaian atau juga kesengajaan dari pihak RS Mitra Keluarga, sehingga menyebabkan bayi berusia empat bulan itu meninggal dunia. Argo mengatakan, penyelidikan akan dimulai dari memeriksa saksi-saksi seperti orangtua korban, tim medis dan pengelola RS Mitra Keluarga. “Semua yang ada kaitannya dan yang mengetahui tentu diperiksa,” katanya.

Tiara Debora meninggal Minggu, 3 September 2017, akibat terlambat mendapat pertolongan medis di RS Mitra Keluarga, Kalideres. Debora terlambat ditangani tim media karena ternyata pihak RS Mitra Keluarga meminta keluarga pasien untuk menyiapkan uang muka pengobatan terlebih dahulu.

Pihak RS mengaku telah memberikan penanganan yang dibutuhkan Debora. Tapi, Debora harus menjalani perawatan lanjutan di ruang khusus Pediatric Intensive Care Unit atau PICU. Biayanya mencapai Rp19,8 juta, sementara orangtua Debora hanya punya Rp5 juta. Saat sedang mencari rumah sakit rujukan, tiba-tiba kondisi Debora melemah. Bayi tersebut akhirnya meninggal dan telah dimakamkan di TPU Tegal Alur.

 

RS Mitra Keluarga Melanggar

Terpisah,  Dinkes DKI Jakarta menemukan adanya kelalaian penanganan medis Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat, dalam kasus kematian bayi Tiara Debora Simanjorang. Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto, kelalaian petugas RS Mitra Keluarga di antaranya, menolak Debora karena RS Mitra Keluarga tidak bergabung BPJS Kesehatan.

Lalu, merujuk Debora ke rumah sakit lain, tapi tanpa mencarikan RS rujukan dan malah menyuruh keluarga pasien mencari sendiri. “Tapi dia juga menyuruh keluarga pasien mencari rumah sakit rujukan, yang itu harusnya dilakukan oleh rumah sakit,” kata Koesmedi Priharto, Senin (11/9).

Koesmedi menuturkan, seharusnya sebelum merujuk pasien ke rumah sakit lain, petugas medis RS Mitra Keluarga memberikan pertolongan terlebih dahulu kepada pasien, apalagi kondisi Debora saat itu darurat.  “Untuk kegiatan gawat darurat biarpun rumah sakit belum bekerja sama dengan BPJS, BPJS tetap menanggung biaya tersebut,” ujarnya.

Selain itu, petugas di RS Mitra Keluarga juga terbukti lebih mementingkan uang ketimbang keselamatan jiwa pasien. Hal itu dibuktikan dengan adanya permintaan sejumlah uang muka untuk sebagai syarat Debora bisa dirawat di RS Mitra Keluarga.

Sementara, dari hasil pertemuan dengan pengelola RS Mitra Keluarga, juga terungkap ada perlakukan tak layak terhadap keluarga Debora. Hal itu terjadi karena buruknya komunikasi antara pihak manajemen dengan petugas informasi.

“Terjadi komunikasi yang kurang bagus, baik dari manajemen kepada informasi dan dari petugas informasi kepada pasien sehingga menimbulkan salah persepsi dalam mengartikan kata-kata yang disampaikan bagian informasi,” kata Koesmedi.

 

Semua RS Harus Gabung BPJS

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal memaksa semua RS bergabung dengan layanan BPJS.  Kebijakan ini tak hanya berlaku untuk rumah sakit negeri saja. Tapi lebih diutamakan untuk rumah sakit swasta.

Menurut Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, kebijakan ini akan diterapkan agar tak ada lagi kasus pasien dari keluarga tak mampu meninggal dunia akibat ditolak rumah sakit, seperti yang dialami bayi bernama Tiara Deborah Simanjorang.

“Sekarang ini akan kita paksakan, dorong RS swasta ikut gabung kepada BPJS Kesehatan,” kata Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Balai Kota, Senin (11/9).

Djarot mengatakan, jika semua RS di Jakarta sudah bergabung dengan BPJS, maka RS tersebut bisa menerima pasien yang tak memiliki BPJS. Tanpa harus menolak dan memaksa keluarga pasien menyiapkan uang untuk biaya pengobatan.”Karena itu kita harap 2019 semua warga negara itu dijamin penanganan kesehatannya,” kata Djarot.

Sementara itu, berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dari 189 rumah sakit yang terdaftar, cuma ada 90 yang sudah bermitra dengan BPJS Kesehatan.  Jumlah itu akan bertambah sampai tahun 2019, lantaran seluruh RS diwajibkan menggunakan program milik pemerintah yakni Jamkesnas.

“Kalau RS swasta nanti sampai program 2019, jadi perkara coverage. Kalau dia tidak bermitra (dengan BPJS), nanti dia dapat pasien dari mana,” kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi Priharto.

 

RS Hanya Kejar Keuntungan

Djarot juga menyatakan, misi utama seorang dokter dan misi utama sebuah rumah sakit adalah menolong. Bukan mencari keuntungan materi dari pelayanan yang diberikan. Apa yang terjadi di RS Mitra Keluarga merupakan bukti nyata masih ada rumah sakit swasta yang melenceng dari misi utama.

“Perlu saya tegaskan di sini, saya minta tolong betul, misi utama dokter, misi utama rumah sakit adalah menolong, menyelamatkan jiwa orang lain. Kalau dia hanya berorientasi kepada keuntungan semata, itu sudah enggak bener, sudah melenceng,” kata Djarot.

Djarot mengatakan, dirinya akan menunggu hasil pertemuan pihak Mitra Keluarga dan Dinas Kesehatan kemarin terkait klarifikasi meninggalnya Debora. “Saya sudah minta Dinas Kesehatan untuk melakukan investigasi kepada rumah sakit tersebut, ada tidak pelanggaran dalam penanganan pasien,” kata.

Melihat kasus yang menimpa Deborah, Djarot menilai, harusnya RS memprioritaskan terlebih dahulu kondisi pasien yang membutuhkan penanganan cepat. Walaupun rumah sakit swasta tak memiliki BPJS, bukan berarti dapat memilih pasien.

Terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Prof Dr I Oetama Marsis SpOG juga menyayangkan kejadian tersebut. Menurut dia, ketika pasien dalam keadaan emergency (gawat darurat) pihak rumah sakit harus memberdayakan segala upaya dan fasilitas untuk menolong pasien tersebut.

“Menurut hemat saya, yang namanya uang muka masalah administratif itu adalah nomor dua, nomor pertama adalah bagaimana kondisi emergency itu harus ditangani,” ujarnya saat ditemui di kantor IDI, Jakarta, Senin (11/9).

 

Kemenkes Laporan ke DPR

Sementara itu, Kemenkes menjelaskan penanganan atas kasus meninggalnya bayi Debora di RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta, kepada Komisi IX DPR, dalam rapat kerja, Senin (11/9).

Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo menyampaikan, Kemenkes melakukan penelusuran terhadap pihak RS, manajemen, dan petugas medis yang memberikan pelayanan. Penelusuran dilakukan oleh tim yang terdiri atas Tim Kemenkes, Badan Pengawas Rumah Sakit, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, serta Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

“Penelusuran dilakukan pagi hari tadi (kemarin-red), sudah dihadirkan pihak RS. Tetapi belum pihak keluarga. Tetapi begitu ada waktu, tim akan langsung berkunjung ke rumah keluarga (Debora),” kata Bambang.

Dari penelusuran yang dilakukan, untuk sementara tim memberikan lima rekomendasi awal. Pertama, akan dibentuk tim dari beberapa unsur untuk melakukan audit medik mendalam dengan RS dan keluarga pasien.

Kedua, Direktur RS akan membuat surat pernyataan yang isinya kesediaan memberikan pelayanan yang aman, bermutu, anti-diskriminasi, dan efektif. Ketiga, RS menyatakan bersedia melaksanakan fungsi sosial tanpa mengambil uang muka. “Rekomendasi keempat, yaitu melaksanakan sistem rujukan dengan benar,” lanjut Bambang.

Rekomendasi kelima, meminta RS mematuhi aturan yang berlaku untuk standar pelayanan di RS. Bambang menegaskan, RS tersebut harus segera memperbaiki bagian sistem informasi, agar tidak terjadi kesalahan di kemudian hari. Saat ini RS tersebut memang belum melakukan akreditasi. Namun, Bambang mengatakan, mereka segera akan melakukan akreditasi.

Terakhir, RS harus mengembalikan uang pasien sebagai uang muka yang sudah masuk ke RS walaupun belum bekerja sama dengan BPJS. Nantinya RS bisa melakukan klaim ke BPJS.hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry