SIDOARJO | duta.co – Tak mau ‘beli kucing dalam karung’. Puluhan ibu-ibu muslimat dari berbagai desa di Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jumat (16/10/2020) mendatangkan pasangan calon nomor urut 1, BAIQ (BHS-Taufiq). Mereka ingin mendengar komitmennya dalam membangun Sidoarjo

Hadir dalam pengajian rutin di kediaman Bu Nyai Eva Masruroh itu, H Taufiqulbar Cawabup yang berpasangan dengan BHS (Bambang Haryo Sukartono). “Mohon maaf! Karena suasana pandemi, yang datang terbatas. Mohon diperhatikan protokol kesehatan,” jelas Bu Nyai Eva dengan suara khasnya.

Lantunan shalawat pun menggema, menyambut kedatangan Taufiqulbar. “Terus terang Pak Cawabup, setelah mencermati kabar soal Pilkada, pasangan nomor urut satu ini terasa paling unggul, paling siap, paling meyakinkan untuk membangun Sidoarjo ke depan. Sekarang silakan bicara sendiri di depan ibu-ibu muslimat. Setelah itu, ibu-ibu silakan bertanya,” kata Bu Nyai yang terkenal ceplas-ceplos ini.

H Taufiqulbar pun menjelaskan program BAIQ (BHS-Taufiq) dari masalah pendidikan, kesehatan, ekonomi sampai pada kebijakan-kebijakan menyangkut pemberdayaan perempuan. Dijelaskan Taufiq, bahwa, soko guru ekonomi Sidoarjo adalah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah). Sektor ini belum tergarap maksimal.

“Pelaku UMKM di Sidoarjo ini, masih sangat kecil. Padahal ialah yang memberikan kontribusi besar dalam proses pembangunan. Sekarang hanya ada 248 ribu pelaku UMKM. Ini harus dinaikan menjadi dua kali lipatnya,” tegas alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.

Begitu juga sektor pendidikan. Sidoarjo perlu bergerak cepat, mengejar ketertinggalan. Jumlah Madrasah  di Sidoarjo masih sangat kurang. Begitu juga madrasah yang sudah ada, belum tersentuh secara maksimal. “Kita harus perbanyak jumlahnya, sekaligus perkuat madrasah yang sudah ada. Problem mereka harus kita selesaikan. Pemkab harus hadir,” tambahnya.

Sidoarjo, jelas Taufiq, harus menjadi daerah unggulan dalam semua sektor. Soal pendidikan, Sidoarjo tidak boleh kalah dengan Surabaya. Pemimpin daerah ini harus mampu membuat kampus-kampus hebat di kota udang. Yang ada, dinaikkan grade-nya, yang belum harus segera diisi. “Kita bisa membuat Kampus (cabang) Unair dan ITS hadir di Sidoarjo,” terangnya.

Ditanya Soal Omnibus Law

Tak kalah menarik, salah seorang jamaah muslimat bertanya kepada Taufiq. Pertama, bagaimana pandangannya soal UU Omnibus Law? Kedua, bagaimana program BAIQ membantu ibu-ibu Muslimat yang masih kesulitan memperbaiki pendapatan di sela-sela mengaji?

Soal Omnibus Law, Taufiq memberikan jawaban tegas, tetapi, diplomatis. Menurutnya, soal UU Cipta Kerja ini, urusan politisi yang ada di Jakarta. Ia tidak tahu, apa yang menjadi latarbelakangnya.

“Tetapi, dari hati yang paling dalam, saya sangat kasihan melihat pekerja atau buruh sekarang. Sudah pakai sistem kontrak, masih harus dipecuti lagi. Saya, tentu, tidak menghendaki itu,” jelasnya.

Tetapi, lanjutnya, khusus untuk Sidoarjo, platform ekonominya harus bergerak ke pemberdayaan UMKM. Termasuk pemberdayaan ibu-ibu muslimat di UMKM untuk memperbaiki pendapatan.

Mengapa? “Dengan UMKM, maka, warga Sidoarjo hidupnya tidak tergantung pabrik. Anak-anak harus dicetak sebagai pengusaha, bukan buruh prabrik. Karena itu, dibutuhkan pelatihan-pelatihan, dan Pemkab Sidoarjo harus hadir mendampinginya,” tegasnya.

 Taufiq juga mengaku sedih mendengar insentif guru ngaji atau ustadz-ustadzah yang begitu minim. Padahal, pendidikan agama menjad soko guru pembentukan akhlaq.

“Saya masih mendengar guru ngaji insentifnya Rp 300 ribu perbulan. Ini sangat menyedihkan. Sementara pembantu rumah tangga saja sudah Rp1,8 juta. Sudah menjadi tekad kami (BAIQ), bahwa, insentif guru ngaji harus segera dinaikkan,” tegasnya.

Penjelasan dan jawaban Taufiq ini, membuat ibu-ibu muslimat merasa plong! Mereka mengaku bangga bisa mendengar langsung penjelasan BAIQ. “Selama ini hanya membaca di koran dan WA. Sekarang plong! Haqqul Yakin pasangan BAIQ yang terbaik,” begitu komentar jamaah muslimat lainnya. (mky)