Oleh: Sri Wahyuni
Belum habis euphoria kegembiraan menyambut kedatangan 2017, masyarakat Indonesia sudah harus menerima kenyataan yang menyesakkan dada. Awal 2017, masyarakat Indonesia harus menelan pil pahit dengan adanya kenaikkan berbagai macam instrument kebutuhan pokok masyarakat. Mulai dari kenaikan tarif listrik 900 VA, tariff BBM nonsubsidi, kenaikan biaya pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, hingga kenaikan harga cabai.
Pil pahit ini diawali dengan kenaikkan tarif listrik 900 VA. Ketetapan ini diberlakukan pemerintah sejak 1 Januari 2017, yang kemudian akan berlanjut pada 1 Maret 2017, serta 1 Mei 2017. Alasannya, pemerintah menaikkan tarif listrik agar pemakaian subsidi listrik bisa tepat sasaran. Selama ini pemakaian subsidi listrik dirasa banyak terjadi kesalahan, salah satunya ketidaktepatan sasaran. Akan tetapi, masyarakat merasa kenaikan ini sangat menekan kehidupan mereka. Terutama bagi masyarakat menengah ke bawah.
“Masyarakat berharap, harga kebutuhan pokok bisa kembali seperti semula. Kalaupun ada kebijakan, jangan yang menyusahkan masyarakat. Sehingga, masyarakat yang perekonomiannya menengah ke bawah tetap bisa mengonsumsinya. Ini adalah PR bagi pemerintah.”
Hari kelima tahun ayam api ini, masyarakat kembali harus menelan pil pahit itu. Sejak 5 Januari lalu, pemerintah menetapkan kenaikan tarif BBM nonsubsidi, seperti: pertalite, pertamax, pertamax plus, pertamax turbo, pertamina dex, dan dexlite. Kenaikan harganya mencapai 300 ribu per liter (Koran Sindo, 16/01/2017). Hal ini merupakan imbas dari harga minyak dunia yang mengalami kenaikkan begitu pula dengan penggunanya.
Kenaikkan BBM nonsubsidi, ditanggapi masyarakat dengan respon yang berbeda. Ada yang menolak karena merasa keberatan dan ada juga yang biasa-biasa saja, tak ambil pusing karena mereka bukan pengguna BBM nonsubsidi. Yang merasa keberatan tentu saja mereka, sang pengguna setia BBM nonsubsidi.
Pil pahit yang harus ditelan masyarakat Indonesia tidak berhenti sampai di sini. 6 Januari 2017, pemerintah menaikkan ongkos pengurusan surat-surat kendaraan bermontor, seperti: STNK, SIM, dan BPKB. Kenaikkannya mencapai 2-3 kali lipat dari ongkos sebelumnya. Hal ini sesuai dengan PP.Nomor 60 tahun 2016 tentang jenis tarif atas penerimaaan negara bukan pajak (PNBP). Alasannya untuk peningkatan kualitas pelayanan kepolisian.
Ditambah lagi dengan kenaikan harga cabai yang kian pedas. Harga salah satu komoditas pangan penting bagi masyarakat Indonesai itu bergejolak di beberapa daerah hingga melampaui Rp.150.000 per kilogram. Di Jakarta, harga cabai mencapai Rp.60.000-Rp.140.000 per/kg. Tergantung jenis cabainya. Sedang di sejumlah pasar tradisional di Jawa Barat, harga cabai juga terus meroket. Di Kabupaten Karawang harga cabai tembus Rp.150.000 per kilogram. Sementara di kepulauan Riau harga cabai melambung hingga mencapai Rp.130.000/kg. Kenaikan harga cabai tahun ini merupakan kenaikan tertinggi di beberapa tahun terakhir.
Berbagai aksi pun menyambut kenaikkan harga kebutuhan pokok yang ditetapkan pemerintah. Beberapa hari yang lalu, ribuan mahasiswa yang tersebar di 19 daerah serentak menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka. Mereka menuntut pemerintah presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk membatalkan sejumlah kenaikan tarif yang diberlakuan sejak awal tahun ini.
Selain di ibu kota, mahasiswa juga melakukan aksinya di Aceh, Padang, Riau, Jambi, Palembang, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Samarinda, Banjarmasin, Pontianak, Mataram, Gorontalo, dan Merauke (Republika, 13/1).
Di Bandung, Jawa Barat mahasiswa yang tergabung dalam BEM-SI Jawa Barat juga menggelar aksinya di depan Gedung Sate dengn tuntutan yang serupa. Sedang di Semarang, ratusan mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Semarang Raya juga menyuarakan penolakan terhadap berbagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah.
Dampak Bagi Masyarakat
Ternyata kebijakan pemerintah ini memiliki dampak yang sangat besar bagi sejumlah masyarakat. Masyarakat yang perekonomiannya rendah merasa kebijakan ini semakin menghimpit kehidupan mereka. Masyarakat mengeluh, bagaimana tidak? Penghasilan tetap sementara harga kebutuhan sehari-hari naik 2-3 kali lipat. Dan mau tidak mau mereka harus mengikuti kebijakan pemerintah tersebut.
Masyarakat berharap, harga kebutuhan pokok bisa kembali seperti semula. Kalaupun ada kebijakan, jangan yang menyusahkan masyarakat. Sehingga, masyarakat yang perekonomiannya menengah ke bawah tetap bisa mengonsumsinya. Ini adalah PR bagi pemerintah. Bagaimana caranya membuat kebijakan tetapi tidak menghimpit kehidupan rakyat kecil?
2017 adalah lembaran baru bagi masyarakat Indonesia. Tentunya, mereka berharap tahun ini adalah moment pembuka menuju perjalanan baru, awal dari harapan yang baru, dan awal perbaikan baru untuk kehidupan mereka bukan kenaikan harga baru.
Penulis adalah Mahasiswa dan Panitia Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKPI PGRI Ponorogo.