Politisi NU berada di mana-mana. Ini sekaligus meruntuhkan klaim yang selalu dipakai salah satu partai sebagai satu-satunya partai nahdliyin. (FT/DUTA.CO/SUUD)
SURABAYA | duta.co – Munculnya dua kader terbaik Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Saifullah Yusuf (Ketua PBNU) dan Khofifah Indar Parawansa (Ketum PP Muslimat NU) dalam kontestasi Pilgub Jatim  2018, merupakan bukti nyata kalau NU sudah berhasil menjadi sistem nilai bagi kader-kader NU yang tersebar di berbagai partai politik di Jatim.
“Karena NU sudah menjadi nilai atau idealisme, otomatis kader-kader NU juga tak mungkin ditampung (kanalisasi) pada satu parpol saja. Prinsip yang diutamakan adalah siapa yang paling bisa memberikan manfaat bagi rakyat atau khairo ummah,” ujar sekretaris DPD Partai Gerindra Anwar Sadad saat menjadi salah satu narasumber Bincang Pilgub Jatim terkait peta politik warga NU paska penetapan Gus Ipul-Anas sebagai Cagub-Cawagub PKB dan PDIP di Pilgub Jatim 2018 diselenggarakan oleh PW ISNU Jatim di RM Agis Surabaya, Senin (16/10) kemarin.
Menurut politisi asal Pasuruan, persaingan Gus Ipul dan Khofifah dalam Pilgub Jatim mendatang sudah bukan lagi bicara soal jamiyah, di mana Gus Ipul representasi dari NU sedangkan Khofifah representasi Muslimat NU. “Persaingan sudah naik ke tataran siapa di antara kedua kader NU itu yang, paradigmanya sesuai dengan prinsip-prinsip NU seperti tawazun, tasamuh, tawasut dan ta’adul, karena NU sudah menjadi nilai parpol-parpol di Jatim,” tegas Sadad.
Alasan itulah, lanjut Sadad yang menjadi dasar kenapa Partai Gerindra Jatim menolak keras adanya wacana calon tunggal di Pilgub Jatim mendatang. Sebab Pemilukada sejatinya adalah kompetisi kualitas. “Biarlah walaupun terjadi Derby NU, NU Battle atau All NU Final istilahnya yang menang Pilgub Jatim nanti adalah kader terbaik NU,” ungkap anggota DPRD Jatim ini.
Menyebarnya kader NU di partai politik, lanjut Sadat, ini sekaligus meruntuhkan klaim salah satu partai, yang merasa paling NU. “Anda bisa melihat sendiri, bahwa, politisi nahdliyin berada di mana-mana, semua partai politik ada kader NU. Hari ini, menyeret organisasi NU ke ranah politik, sudah tidak relevan lagi, bisa-bisa ditertawai nahdliyin. Taruhannya sekarang adalah sejauh mana mereka memberikan manfaat bagi umat,” jelas Sadat.
Senada, Wakil Ketua DPW Partai NasDem Jatim, Moh Eksan menegaskan bahwa partainya mendukung Khofifah Indar Parawansa (KIP) sebagai Cagub Jatim karena merespon aspirasi masyarakat Jatim, khususnya warga NU. “Pencalonan Gus Ipul dan Khofifah di Pilgub Jatim mendatang itu sudah menguntungkan NU, dan bukti keberhasilan tokoh NU melakukan kaderisasi. Siapa yang menang, biarlah masyarakat yang menentukan pilihannya,” ungkap Eksan.
Ia juga menolak pendapat sebagian masyarakat yang mencoba menghubungkan (polarisasi) Pilgub Jatim sebagai kelanjutan konflik internal NU di Muktamar ke 33 di Jombang. “Politik warna itu sudah habis di Jatim, sekarang ini ajang politik gagasan (ide) bagaimana menjadikan Jatim ke depan menjadi lebih baik,” tegas politisi asal Jember.
Ditambahkan, warga NU dalam berpolitik sudah memiliki pedoman yaitu 9 pedoman NU dalam berpolitik. Karena itu, Eksan juga menolak keras adanya pihak-pihak tertentu yang mengkaitkan urusan pilgub Jatim dengan pendapat jumhur ulama dan ghoiru jumhur ulama.
“Sebagai generasi muda NU, mari kita beri tontonan yang menarik di Pilgub Jatim mendatang sebab NU sudah menjadi nilai politisi dan parpol di Jatim,” pintanya.
Masih di tempat yang sama, Wakil Ketua DPD Partai Golkar Jatim, Harun Al Rasyid menegaskan bahwa partai yang dipimpin Stya Novanto sejak awal sudah berkomitmen ingin menjadikan kader NU sebagai Gubernur Jatim ke depan. Alasannya, walaupun NU besar di Jatim tapi belum pernah memiliki kader yang menjadi Gubernur Jatim.
“Pada 2 Oktober lalu di DPP PG telah diputuskan kalau Partai Golkar mendukung Khofifah Indar Parawansa. Insya Allah pilihan kami tidak meleset dan saya berharap partai-partai yang belum menentukan sikap segera bergabung dengan Partai Golkar mendukung Khofifah,” kelakar Harun.
Sementara itu sekretaris DPD Partai Demokrat Jatim, Renville Antonio mengatakan bahwa secara non formal partai yang didirikan Susilo Bambang Yushoyono (SBY) cenderung akan mendukung Mensos RI, Khofifah Indar Parawansa.
“Kami masih mencari sosok yang tepat sebagai pendamping pasangan Khofifah. Kalau bisa dari wilayah Mataraman dan dari kalangan muda. Makanya kami mengusulkan ke DPP nama baru yaitu Ony Anwar Harsono Wabup Ngawi sebagai calon pasangan Khofifah,” ungkap Renville.
Kendati demikian keputusan akhir siapa yang akan dipilih sebagai Cawagub Khofifah, lanjut Renville akan diserahkan sepenuhnya kepada Khofifah karena dialah yang tahu betul kebutuhan bisa memenangkan Pilgub Jatim mendatang.
Masih di lokasi yang sama, wakil ketua DPD PDIP Jatim, Marhenis mengatakan bahwa Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri telah memutuskan mengusung Gus Ipul dan Anas sebagai Cagub-Cawagub yang diusung di Pilgub Jatim 2018. “Walaupun bukan kader murni yang diusung tapi PDIP berkeyakinan bisa membumikan Pancasila dan Trisakti. Pilihan ini membuktikan kalau PDIP tawadlu dengan NU dan berharap partai lain ikut bergabung mendukung pasangan Gus Ipul-Anas,” terangnya.
Senada, Thoriqul Haq wakil ketua DPW PKB Jatim menegaskan bahwa pilihan PKB mengusung Gus Ipul itu karena menggunakan logika syariat dimana lebih mengutamakan pendapat jumhur ulama. Sedangkan menggandeng PDIP dalam Pilgub Jatim mendatang itu karena ingin menyeimbangkan peta politik di Jatim.”Komposisi politik di Jatim itu didominasi kelompok relegius dan nasionalis, makanya cawagub Gus Ipul kami serahkan sepenuhnya kepada PDIP,” ungkap Thoriq.
Pertimbangan lain PKB mengusung Gus Ipul dan Anas, kata Thoriq juga melihat nilai tambah dari dua figur tersebut khususnya menyangkut kinerja (prestasi) selama ini mendapatkan amanah dan kebijakan yang dibuat apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip NU atau tidak. “Banyak kiai ketika diberi amanah maju di Pilkada ternyata kalah. Saya yakin pasangan ini bisa memenangkan Pilgub Jatim karena kinerjanya sudah bisa dilihat masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu ketua PP ISNU, Qoderi menambahkan bahwa ISNU sengaja dibuat untuk mewadahi kader-kader NU yang berada di luar NU. Prinsip utama ISNU adalah memberi manfaat kepada NU dan menjadikan NU sebagai rumah demokrasi sehingga ISNU tak melarang anggotanya menduduki jabatan politik. “Walaupun Abdullah Azwar Anas ketua ISNU Jatim, tidak ada kewajiban bagi organisasi untuk mendukung. Itu urusan pribadi anggota tak ada kaitan dengan organisasi,” tegas Qoderi.
Yang menarik, pengurus ISNU Jatim yang juga dosen FISIP Unibraw Malang, Faza Dora Nailufar mengatakan bahwa gerakan Khofifah yang terkesan silent dalam Pilgub Jatim 2018 justru mampu meningkatkan elektabilitasnya. Sebaliknya, pasangan Gusi Panas (Gus Ipul-Anas) dinilai sebagai pasangan yang ideal dan mirip pasangan Karsa pada pilgub Jatim sebelumnya.
“Elektabilitas Gus Ipul cenderung mentok, namun dengan munculnya Anas sebagai pasangan (cawagub) diyakini bisa kembali naik. Khofifah juga harus bekerja keras mencari pasangan yang minimal bisa menyaingi Anas jika ingin mengalahkan pasangan Gusi Panas,” beber perempuan berjilbab ini.
Sosok Cawagub Khofiah yang bisa sedikit menyaingi Anas, lanjut Dora adalah Emil Dardak Bupati Trenggalek. Sedangkan Ony Anwar Harsono dinilai belum mampu menyaingi Anas karena posisinya selama ini hanya menjadi Wabub sehingga yang terkenal adalah Bupati Ngawi Budi Sulistiyono (kanang).
“Akan semakin berat bagi KIP jika berpasangan dengan orang yang belum populer dan kinerjanya bisa dilihat masyarakat. Justru lebih muda kalau KIP berpasangan dengan tokoh birokrat yang kinerjanya baik dan bisa dilihat langsung masyarakat,” pungkasnya. (ud)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry