Pengurus APTRI dan petani tebu yang tergabung dalam PTPN XI rapat konsolidasi terkait harga gula di aula PG Kedawung, Kabupaten Pasuruan, Kamis (9/8/2018) siang. (DUTA.CO/Abdul Aziz)

PASURUAN | duta.co – Tak stabilnya harga gula, membuat puluhan petani tebu yang tergabung dalam PTPN XI mulai dari Kabupaten Ngawi hingga Kabupaten Bondowoso meradang. Bahkan mereka mengaku prihatin terhadap pergulaan di Indonesia yang cenderung merugikan petani tebu. Karena saat ini harga gula di pasaran jauh dari harapan karena terbentur adanya regulasi pemerintah.

Persoalan itu terungkap saat puluhan perwakilan petani lakukan rapat konsolidasi di Perusahaan Gula (PG) Kedawung, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, pada Kamis (9/8/2018). Dari perwakilan yang hadir menyatakan keprihatinannya dengan harga gula yang tak stabil di pasaran hingga menimbulkan keresahan pada petani tebu yang ada di Jawa Timur.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Timur, Mawardi, mengatakan, secara nasional petani tebu belum swasembada terkait pergulaan saat ini. “Namun dengan adanya persoalan pergulaan kami sangat mengapresiasi pada Bulog yang telah membeli gula petani Rp 9.700 per kilogram,” paparnya, di sela rapat konsolidasi dengan petani tebu, Kamis (9/8/2018)

Menurut Mawardi dengan adanya perhatian dan pembelian dari Bulog, tentunya diharapkan agar harga gula di pasaran bisa menguntungkan petani. “Namun pada kenyataannya gula di pasaran tidak naik. Karena hal ini terkait adanya peredaran gula swasta (non petani) yang harganya di bawah Rp 9.700 perkilogram yang menimbulkan harga tidak stabil,” terangnya.

Pihaknya berharap pada Pemerintah agar pembelian gula tidak hanya dari petani yang tergabung dalam PG saja. Melainkan juga pada pihak PG swasta juga dibeli dengan harga yang sama yakni harga Rp 9.700/kg. Sehingga stabilitas harga di pasaran tetap terjaga. Selain itu, agar Pemerintah menyetop atau meniadakan gula berbahan raw sugar (non tebu), hingga selesainya giling di PG milik petani tebu di beberapa daerah.

Ia menambahkan, kalau hal itu tetap dibiarkan, tentunya akan menimbulkan tak stabilnya harga di pasaran. Sebab harga gula milik swasta harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan harga dari petani tebu yang diserap oleh Bulog melalui pabrik gula milik BUMN. “Diharapkan, setelah usai giling, pihak Bulog bisa mengedarkan ke pasaran. Sehingga harganya bisa stabil,” terang Mawardi, saat didampingi pengurus APTRI Jatim.

Petani tebu berharap ada regulasi mengatur gula, baik PG dari swasta ataupun dari BUMN agar harganya mengikuti petani yakni harganya sama Rp 9.700/kg. “Pemerintah juga berharap agar konsumen dan produsen akan terlindungi. Dengan ketentuan harga pokok pembelian Rp 9.100 perkilogram dan harga pembelian Rp 9.700 perkilogram dan Harga eceran tertinggi Rp 12 500 per kilogram,” imbuhnya.

Mawardi menambahkan bahwa kebutuhan konsumsi setiap orang mencapai 1 kilogram pertahunnya. Sehinga dengan harga Rp 12.500/kg, tentunya tak akan memberatkan konsumen. Selain itu, pihaknya mendesak pada Pemerintah agar keluhan petani tebu ini diperhatikan. Tak hanya itu, APTRI juga ancam akan menggelar aksi demo ke Jakarta jika aspirasi mereka tak dihiraukan oleh pemerintah. (dul)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry