Ketua HMPG Jawa Timur, Mohammad Hasan. DUTA/endang

SURABAYA | duta.co – Para petani garam yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur meminta pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET).

Ini dilakukan agar harga garam di tingkat petani tidak terlalu anjlok seperti yang terjadi saat ini.

Ketua HMPG Jawa Timur, Mohammad Hasan megatakan saat ini harga garam petani hanya dihargai Rp 500 per kilogram. Ini yang membuat sampai saat ini garam petani masih belum dilepas petani sehingga masih menumpuk.

Padahal panen saat ini sudah mulai terjadi. Di mana produksi mencapai 15 ton per hektar. Total lahan garam di Jatim mencapai 11 ribu hektar.

“Dikalikan saja berapa produksinya saat ini,” kata Hasan di sela diskusi dengan banyak kementerian di Inna Tunjungan  Surabaya, Selasa (16/7).

Produksi sampai saat ini memang cukup bagus. Namun, kata Hasan, semua itu tidak didukung oleh harga yang bagus. Tidak seperti dua tahun lalu, di mana harga sudah sangat bagus bagi petani.

“Ini harus ada campur tangan pemerintah agar harga ini sesuai dengan cost yang dikeluarkan petani. Kalau tidak ya petani rugi,” tukasnya.

Pemerintah dalam hal ini harus menentukan HET itu. Dengan dimasukkannya garam ini ke dalam komoditi barang pokok seperti halnya beras, gula dan sejenisnya. “Kalau sudah dimasukkan ke dalam itu, maka garam aka nada HET-nya. Kami merasa dilindungi,” tegasnya.

Diakui Hasan, idealnya harga garam di tingkat petani itu sebesar Rp 1.500 per kilogram. Harga itu dari hitungan yang sudah dilakukan, mulai dari biaya produksi hingga biaya-biaya lainnya. “Harganya sama seperti 2017 lalu, itu cukup bagus,” tukasnya.

Tidak hanya masalah harga, HMPG meminta komitmen dari pemerintah juga memberikan bimbingan dan arahan terkait masalah kualitas garam.

“Ada pembinaan, ada peningkatan teknologi, sehingga kami ini benar-benar dibantu untuk meningkatkan kualitas. Kalau kami dibiarkan tidak akan jalan karena tidak ada modal,” jelasnya.

HMPG menyadari anjloknya harga garam ini karena industri tidak menyerap garam secara maksimal. Penyebabnya bermacam-macam. Bisa jadi karena stok di industri masih banyak atau karena sebab lain.

Direktur Utama PT Garam (Persero), Budi Sasongko mengungkapkan sampai saat ini pihaknya masih menyisakan dana Rp 30 miliar sisa dana penyertaan modal dari pemerintah.

Dari dana tersebut, jika harga garam petani Rp 1.000 per kilogram, maka bisa menyerap 30 ribu ton.

“Dana penyertaan modal itu sejak 2015 lalu. Kalau nanti ini habis, maka kita tidak ada kewajiban lagi untuk menyerap garam petani,” tukasnya.

Namun masalahnya, serapan 2018 sebanyak 120 ribu ton sampai saat ini masih ada. “Nantinya ya industri yang harus bisa menyerap. Serapan industri ini cukup besar lo. Misal industri pengolahan, makanan minuman dan sebagainya,” tandasnya. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry