JAKARTA | duta.co – Seretnya roda perekonomian semakin sulit ditutupi. Perusahaan ‘plat merah’ alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mulai kembang kempis. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) akhirnya mengaku gagal bayar alias menunda pembayaran polis yang jatuh tempo pada 10 Oktober.

Nilai polis yang harus dibayar mencapai Rp 802 miliar. Secara bertahap pihaknya akan membayar bunganya terlebih dahulu. “Jadi, Rp 802 miliar termasuk bunga. Kita bertahap bayar bunganya dulu. Nanti pokoknya dibayar bertahap,” kata Direktur Utama Jiwasraya Asmawi Syam dalam konferensi pers di Kantor Jiwasraya, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2018).

Pihaknya mengakui adanya pengelolaan manajemen yang kurang hati-hati sehingga menyebabkan perseroan menunggak pembayaran polis senilai Rp 802 miliar itu. Namun ia berjanji akan memperbaiki sisi pengelolaan manajemen, termasuk manajemen risiko, dan dalam mengelola dana investasi.

“Kami akan siapkan penerapan manajemen risiko yang lebih baik lagi dan upayakan investasi yang lebih prudent dan optimal. Hal ini juga kami lakukan dan kami laporkan ke pemegang saham,” sebutnya.

Soal pengelolaan investasi yang belum optimal itu, dia belum bisa menjelaskan lebih banyak. Saat ini manajemen sedang dalam proses audit investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Saya belum bisa memberikan gambaran utuh. Kami saat ini sedang diaudit oleh BPK dan BPKP. Pada saatnya kalau hasilnya ada akan dirilis. Sementara masih dalam proses audit investigasi,” paparnnya.

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menyebut, gagal bayar Jiwasraya atas klaim asuransi ini, merupakan alarm bahaya bagi industri keuangan di tanah air. Menggambarkan masih buruknya tata kelola BUMN yang menjadi tanggung jawab Menteri BUMN Rini Soemarno.

Besarnya Tekanan Likuiditas

Kepada wartawan di Jakarta, politisi Gerindra ini mengatakan, ada dua poin penting yang diduga melatarbelakangi gagal bayarnya Jiwasraya.

Pertama, tekanan likuiditas Jiwasraya sangat dipengaruhi situasi pasar modal yang sedang lesu. Dan, lesunya pasar modal ini, sangat terkait dengan kinerja ekonomi pamerintah yang buruk. Terutama karena terus terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” papar Heri

Saat ini, kata Heri, Jiwasraya memegang portofolio di sektor marketable securities yang terlalu banyak. Ketika harga saham dan instrumen keuangan, anjlok seperti saat ini, sulit bagi Jiwasraya untuk menjual portfolionya.

“Jiwasraya bisa saja menjual, namun langkah tersebut bisa dituduh sebagai hal yang merugikan negara,” ujarnya.

Sehingga, ketika butuh dana cash jumbo seperti saat ini, Jiwasraya terkunci. Tidak bisa bergerak sama sekali. Situasi ini bisa mendorong dikeluarkannya pinjaman dari pemerintah kepada Jiwasraya. Tidak tertutup kemungkinan pemerintah memilih cara gampang melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).

Kedua, lanjut Heri, besarnya tekanan likuiditas Jiwasraya, tidak terlepas dari fenomena gunung es. Suka atau tidak, tata kelola BUMN saat ini masih buruk. (dtc,em)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry