
SURABAYA | duta.co – Keluarga besar Rumah Tangga Kesekretariatan PWNU Jawa Timur menggelar Maulid Nabi Muhammad SAW untuk pertama kalinya yang diikuti puluhan mantan pengurus, sekretaris, dan bagian rumah tangga dari tahun 1990-an hingga 2025 di lantai 2 Aula Jatman PWNU Jatim, Selasa.
Dalam “mauludan” yang dihadiri Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim KH Abd Matin Djawahir dan Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Abd Hakim Mahfudz itu juga tampak sejumlah senior, diantaranya KH Fuad Anwar (Sekretaris PWNU 1992-1997), KHA Wahid Asa (Wakil Sekretaris 1997-2012), dan HA Zaini Ilyas (Staf PWNU Jatim tahun 1988-2013/ikut Muktamar Yogyakarta).
Acara yang juga dihadiri Sekretaris PWNU Jatim DR HM Faqih dan jajaran Wakil Sekretaris itu diawali dengan sholawatan dan shiroh nabi yang dipandu 4-5 mahasiswa Unesa, lalu ceramah dari KH Abdul Matin (Wakil Rais Syuriah) dan KH Abd Hakim Mahfudz (Ketua PWNU) hingga diakhiri dengan santap makan bersama.
“Ini pertama kali digelar dan inSya-Allah akan kita adakan setiap tahun untuk menggalang kebersamaan semuanya, dari staf rumah tangga, sekretariat, hingga pengurus. Dan, lintas zaman dan lintas generasi, karena dari PWNU masih di Jalan Raya Darmo hingga Masjid Al-Akbar,” kata Kepala Sekretariat/Rumah Tangga PWNU Jatim, HA Taufik Mukti.
Dalam ceramahnya, Ketua PWNU Jatim KH Abd Hakim Mahfudz menyatakan pentingnya merayakan Maulid Nabi Muhammad sebagai bentuk cinta, agar mendapat syafaatnya. “Kalau perlu Maulid itu jangan setahun sekali, tapi rutin melakukan teladan beliau, seperti puasa Senin,” katanya.
Bahkan, kata pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang itu, paman Nabi bernama Abu Lahab yang kafir saja mendapat ‘libur’ siksaan neraka pada setiap hari Senin, karena kegembiraannya menyambut kelahiran Nabi Muhammad. “Apalagi, Muslim. Apalagi, kalau menjadi tradisi rutin,” katanya.
Sementara Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim KH Abd Matin Djawahir menekankan pentingnya kebersamaan dalam kepengurusan di lingkungan NU dan memosisikan diri sebagai pengurus itu tidak jauh berbeda dengan posisi “pelayan” jam’iyah dan “santri” para ulama NU.
“Kalau misalnya kita menjadi Ketua atau Sekretaris NU dimanapun, jangan memosisikan diri kita sebagai Ketua atau Sekretaris, namun posisikan diri kita sebagai pelayan NU dan santri para ulama sebagai pemilik NU. InSya-Allah, sukses dunia-akhirat, bahkan bisa mendapat bonus di dunia dan akhirat,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Kiai Matin menunjuk KH Fuad Anwar, KHA Wahid Asa, HA Zaini Ilyas, dan para “senior” PWNU Jatim era 1990-2000-an yang mencontohkan kebersamaan, kesederhanaan, dan sosok “pelayan” NU, meski sudah tidak menjabat. “Saya belum jadi apa-apa di PCNU Tuban, mereka-mereka sudah di PWNU Jatim, tapi masih silaturrahmi,” katanya. (*)