“Buku ini ditulis oleh 50 pakar. Disiplin keilmuan mereka adalah ilmu politik, ilmu pemerintahan, ilmu ekonomi dan bisnis serta ilmu kebijakan publik.”
Oleh Rosdiansyah
JANGAN anggap sepele keterampilan melobi. Sebab, keterampilan ini dibutuhkan oleh siapapun yang ingin berhasil mencapai tujuan ketika harus berhadapan dengan berbagai pihak. Terutama para pihak yang berbeda posisi atau pandangan terhadap situasi dan kondisi sehingga mereka perlu diyakinkan melalui fakta, bukti atau data.
Oleh karena itu, keterampilan melobi sesungguhnya bukan sekadar pada kekuatan retorika. Tak semata menyampaikan maksud dan tujuan. Namun, harus juga diikuti data, fakta atau bukti solid yang dapat meyakinkan pihak yang dilobi. Meski, masalah utama biasanya juga pada data, fakta atau bukti yang tersedia. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan jika dalam proses melobi ternyata muncul ketimpangan data, bukti atau perbedaan menafsirkan fakta. Disitulah proses lobi jadi alot.
Istilah “lobi” itu sendiri berasal dari praktik pertemuan para politisi di lobi gedung tempat kantor mereka berada. Lobi merupakan kegiatan saat seseorang atau kelompok mencoba membujuk seseorang di Parlemen untuk mendukung kebijakan atau kampanye tertentu. Kegiatan melobi adalah kegiatan yang sah untuk memengaruhi pejabat pemerintah atau legislator agar membuat keputusan yang berpihak pada suatu tujuan atau kelompok tertentu. Lobi dapat dilakukan oleh individu, perusahaan, lembaga nirlaba, dan organisasi lainnya.
Buku ini ditulis oleh 50 pakar. Disiplin keilmuan mereka adalah ilmu politik, ilmu pemerintahan, ilmu ekonomi dan bisnis serta ilmu kebijakan publik. Mereka berbagi pandangan ihwal jagat melobi. Terdapat lima bagian yang memuat 37 artikel menarik tentang ”ilmu melobi”. Diawali dengan uraian perspektif tingkat makro terhadap kegiatan melobi. Pada tataran ini, pengalaman melobi menjadi penting untuk dicermati. Sebab, diantara kendala yang muncul adalah ketika publik mengetahui dampak negatif dari lobi, seperti munculnya korupsi.
Cara melobi bisa beragam. Mulai dari kontak langsung secara personal ke politisi, legislator atau pembuat kebijakan, di kantor atau kediaman mereka. Bisa pula melobi lewat surat tertulis yang dikirim secara langsung atau melalui surat elektronik. Pun dapat dilakukan melalui media sosial, sembari memberitahu hasil kajian atau riset. Bahkan bisa pula dilakukan melalui bagian kehumasan. Semua langkah lobi ini adalah bagian dari tataran meso atau pertengahan dalam kajian lobi.
Selain menyangkut ”agenda setting”, pada tataran meso ini juga dibutuhkan kemampuan pemetaan pemangku kepentingan dan pengukuran kemungkinan dampak yang bisa terjadi. Malah jika perlu, pelobi ulung bisa mengetahui proses kebijakan dan pada tahapan proses mana kira-kira lobi bisa berhasil. Disinilah pentingnya memahami proses kebijakan (policy process). Tentu saja, perlu juga diperhatikan siapa saja aktor yang terlibat dalam proses itu.
Ala kulli hal, lobi dapat memberikan dampak positif, seperti advokasi untuk isu lingkungan atau hak asasi manusia. Namun, hal itu juga dapat dilihat sebagai cara bagi kepentingan khusus yang mempengaruhi hasil kebijakan atau program yang tidak semestinya.*