Dr Moh Mukhrojin, SPdI, SH, MSi (FT/IST)

“Pemprov memang sudah banyak ‘menguras tenaga’ untuk mendongkrak ekonomi pesantren lewat program OPOP, namun program ini masih sebatas produk konsumtif, sama dengan produk yang dijual masyarakat umumnya.”

Oleh : Dr Moh Mukhrojin, MSi

MASIH kurang beruntung. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Provinsi Jawa Timur terbilang masih rendah, meski, ada catatan pertumbuhan ekonomi 0,21 persen di tahun 2020. Jika tahun 2019 IPM Jatim berada pada angka 71,50, tahun 2020 meningkat menjadi 71,71 tetapi masih saja urutan ke -15 dari 32 provinsi.

Merosotnya IPM  Jawa Timur bukanya tanpa alas an. Karena metode menghitung IPM oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan ijazah formal. Ini jelas kurang menguntungkan Jatim.

Pasalnya di Jawa Timur ada ribuan pondok pesantren salaf yang, memang tidak mengeluarkan ijazah formal. Menurut data Kemenag Jatim ada 5775 pesantren terdaftar di Kemenag, sudah mempunyai izin operasional pesantren. Namun, faktanya, data Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) – sebuah  organsiasi yang menaungi pesantren NU — ada sekitar 12.000 pesantren dengan anak didik paling sedikit 50 santri.

Dari sini, ada perbedaan signifikan. Dan ini adalah lazim, karena mengurus izin operasional tidaklah mudah. Di antaranya, misalnya, tanah harus bersertifikat SHM/wakaf. Padahal ada banyak pondok pesantren yang masih belum SHM/wakaf, meski sudah berumur ratusan tahun.

Karenanya, jika kondisi pesantren ini menjadi bagian dari tolok-ukur IPM Jawa Timur, maka, sudah semestinya  pengurusan izin operasional tidak perlu jlimet.

Saat mengikuti public hearing pembahasan Raperda pengembangan pesantren di Hotel Grand Mercure Surabaya, Selasa (23/11/2021), tampak banyak peserta dari civitas pesantren yang mengeluhkan itu. Mereka ‘sambat’ soal sulitnya mengurus ijin operasional pesantren, seperti tanah harus SHM/wakaf. Ini mestinya bisa menjadi sederhana dengan adanya surat domisili dari pejabat setempat.

Di samping itu, lulusan pesantren juga banyak mengalami ‘diskriminalisasi’ administrasi pemerintahan. Misalnya, ada seorang ulama lulusan pesantren yang, sudah punya jamaah ribuan, namun tidak boleh membimbing jamaah haji karena belum mengantongi ijazah strata-1 atau sarjana. Padahal, secara keilmuan, sebagai pembimbing haji tidak perlu kita ragukan.

Hal ini, tentu, harus menjadi tambahan klausul dalam Perda Pengembangan Pesantren sehingga lulusan pesantren bisa setara dengan lulusan sekolah formal.

Di sisi lain, Majelis Ulama Insonesia (MUI) Jawa Timur melayangkan apresiasi kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang telah melakukan gebrakan penguatan pesantren. “Gubernur telah memberikan fasilitasi, yaitu kemudahan-kemudahan untuk pesantren. Ini menunjukkan adanya keberpihakan atau afirmasi pada keberadaan pesantren, terutama di Jawa Timur,” begitu komentar Prof Zakki, Sekretaris MUI Jatim.

Dalam hal ini, Pemprov memang banyak memberikan program pengembangan ekonomi pesantren. Seperti yang kita baca, ada program One Pesantren One Prodak (OPOP). Namun program ini masih sebatas produk yang sifatnya konsumtif, sama dengan produk yang dijual masyarakat umumnya.

Amankan SDA

Mestinya,  pesantren dapat kita ajak mengamankan sumber daya alam yang ada di daerahnya. Sekedar contoh, jika dulu masa penjajahan sumber daya alam kita, masih sebatas rempah-rempah, sehingga  penjajah mencari rempah rempah ke mari, maka, sekarang pesantren harus menjadi garda terdepan yang mempunyai produk rempah rempah itu.

Faktanya, sekarang, setelah lama Indonesia merdeka Sumber Daya Alam kita, masih berkutat pada tambang logam, gas, minyak, tembaga. Ini mestinya pesantren didorong untuk mampu mengelola Sumber Daya Alam ketimbang menjadi obyek asing.

Maka, lahirnya Perda tentang pengembangan pesantren, ini sudah seharusnya menyetarakan lulusan pesantren dengan lulusan akademik formal. Sehingga lulusan pesantren dapat berkiprah sebagaimana lulusan formal.

Dan sudah saatnya insan pesantren dapat mengelola sumber daya alam yang melimpah, dengan demikian IPM Jawa Timur bisa terdongkrak. In sya Allah, dengan begitu, Perda Pesantren memiliki ‘daya dongkrak’ terhadap IPM. (*)

*Dr Moh Mukhrojin, MSi adalah Pengasuh Pondok Pesantren Bismar Al Mustaqim Surabaya.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry