
JOMBANG | duta.co – Pemerintah Kabupaten Jombang melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) bersama DPRD tengah membahas Rancangan Perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah. Fokus perubahan kali ini ada pada sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya terkait penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang selama ini kerap dikeluhkan masyarakat.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jombang, Kartiyono, menjelaskan bahwa revisi ini bertujuan menciptakan sistem penilaian NJOP yang lebih variatif dan adil. “Nantinya akan muncul variasi nilai berdasarkan karakteristik wilayah, nilai ekonomi, serta kemampuan ekonomi wajib pajak. Karena itu, pemerintah desa akan dilibatkan dalam proses penentuan,” ujarnya, Senin (11/8).
Kartiyono menegaskan, prinsipnya, kebijakan ini diharapkan dapat berjalan lebih adil dan proporsional, tanpa “gebyah uyah” atau pukul rata. “Kalau masih ada ketidaksesuaian di lapangan, evaluasi tetap bisa dilakukan,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan, di lapangan kerap ditemukan NJOP yang tidak relevan. Ada objek dengan NJOP terlalu rendah, padahal harga jual riilnya jauh di atas angka yang tertera. Meski demikian, perubahan ini diperkirakan berdampak pada penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor PBB hingga sekitar Rp15 miliar.
“Untuk menentukan nilai PBB dan munculnya NJOP melibatkan perangkat desa biar berjalan adil,” bebernya.
Disisinlain implikasi bagi APBD dan politik anggaran dengan adanya penurunan PAD sebesar Rp15 miliar dari PBB bukan angka kecil bagi postur keuangan daerah. Data APBD Jombang 2025 menunjukkan, PBB menjadi salah satu kontributor utama PAD dikota santri selain retribusi daerah dan pajak daerah lainnya. Jika revisi Perda ini disahkan.
“Ini yang sedang kami pikirkan untuk menambah PAD Pemkab harus mencari sumber pendapatan alternatif,” tegasnya.
Adanya penurun PBB tersebut tentunga bagi DPRD, keputusan sarat dengan pertaruhan politik. Di satu sisi, ada dorongan kuat untuk mengurangi beban pajak rakyat di tengah gejolak harga kebutuhan pokok. Di sisi lain, penurunan PAD berpotensi memperketat ruang fiskal, yang bisa berdampak pada pembiayaan program prioritas, termasuk infrastruktur desa dan pelayanan publik.
Kartiyono menegaskan, DPRD akan terus mengawal agar revisi ini benar-benar mengutamakan keadilan dan tidak merugikan kepentingan rakyat. (din)