
SURABAYA | duta.co – Ketika Rais Aam PBNU memakzulkan Ketua Umum PBNU, semua geger dan sama-sama merujuk kepada AD/ART jamiyah atau perkumpulan.
“Saya melihat ini tidak boleh terjadi. Itu sama saja membuat matahari kembar. Selamanya akan geger. Rais Aam harus memiliki kuasa penuh terhadap eksistensi Ketua Umum PBNU,” jelas KH M Ishaq Masykuri, notabene cucu pendiri (muassis) NU, almaghfurlah Ahmad Baidhowi, Lasem, Jawa Tengah.
Sudah begitu, tambahnya, ironisnya pengurus organisasi (keagamaan) ini tidak lagi sibuk mendekat kepada Yang Maha Kuasa, melainkan senang menjadi pelayan penguasa.
“Saya sangat setuju dengan pidato KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin red), Ketua PWNU Jawa Timur di Haul Gus Dur, bahwa, kita sekarang tidak sibuk mendekat kepada Yang Maha Kuasa (Allah SWT), tetapi sibuk membangun kedekatan dengan penguasa. Tambang itu hasilnya, itu jebakan politik,” terangnya serius.
Jadi, ujarnya, sekarang (pengurus) lebih suka rebutan duit. Sumber masalah PBNU hari ini adalah berawal dari proses pemilihan Ketua Umum PBNU di forum muktamar yang sarat riswah.
“Ironisnya budaya ini merembet sampai bawah, PW, PC. Bahkan saya dengar juga lembaga. Ini harus selesai dulu, perbarui sistem AHWA (Ahlul Halli wal Aqdi), baru bisa menata dengan baik jamiyah kita, NU,” pungkasnya.(mky)






































