Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim, Sunarta, didampingi Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi saat memberikan keterangan pers di kantornya. (DUTA.CO/Henoch Kurniawan)

SURABAYA | duta.co – Upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim dalam penyitaan aset dugaan korupsi kolam renang Brantas di Jl Irian Barat 37-39 Surabaya sedikit menemui kendala. Penyitaan aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya ini masih menunggu warkah tanah atau berkas-berkas yang digunakan sebagai dasar dalam penerbitan sertifikat tanah.

“Nantinya dari warkah itu akan jelas, asal usul sejarah tanah itu. Warkah ini masih menunggu dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN),” kata Kepala Kejati (Kajati) Jatim, Sunarta, Senin (30/7/2018).

Sunarta menjelaskan, penyitaan aset kolam renang Brantas pasti akan segera dilakukan. Namun di lain sisi pihaknya juga masih menunggu warkah dari BPN. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa memperoleh warkah itu susah, Sunarta tetap akan menunggu warkah tersebut guna membuat jelas sejarah asal susl tanah (aset) tersebut.

“Warkah itu yang susah. Beberapa waktu lalu saya dapat tembusan suratnya lagi dimintakan. Karena warkah ini harus mendapat persetujuan juga dari Kanwil (BPN, red),” jelasnya.

Sementara itu, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi menambahkan, penyelidikan kasus dugaan korupsi kolam renang Brantas ini masih tahap pemanggilan dan permintaan keterangan para pihak. Pihaknya juga masih menunggu warkah tanah (aset kolam renang Brantas) dari pihak BPN.

“Masih kita panggil-panggil dan pengumpulan bahan keterangan. Kami juga masih menunggu warkah dari BPN,” tambahnya.

Ditanya progres naiknya penyelidikan kasus ini ke penyidikan, mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya ini enggan merincikan. Menurutnya kasus ini masih dalam tahap puldata (pengumpulan data) dan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). Serta menunggu warkah dalam rencanan penyitaan aset yang berada di Jl Irian Barat 37-39 Surabaya ini.

“Nanti lah (naik ke penyidikan). Kan kami masih memintai keterangan para pihak-pihak terkait. Dan juga BPN belum menyerahkan warkahnya,” pungkas Didik.

Sebelumnya, Kejaksaan sudah memintai keterangan beberapa pihak terkait. Permintaan keterangan dilakukan, baik dari Pemkot Surabaya, Badan Pertanahan Negara (BPN) hingga pengelola kolam renang Brantas. Belum sampai pada penyidikan, saksi kunci kasus ini, Tejo Bawono alias Tjoa Bin Kie meninggal dunia pada awal Januari 2018 lalu.

Bahkan meninggalnya saksi kunci kasus ini, oleh Kajati Jatim, Sunarta mengaku akan terus melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Bahkan pihaknya memastikan jika penyelamatan asetnya masih dimungkinkan dengan cara lain. “Meninggalnya saksi kunci tidak menghalangi proses penyelidikan. Karena mungkin ada keterlibatan pihak lain, dan tetap berjalan. Nanti kalau mati satu berhenti, asetnya bisa hilang,” tegasnya beberapa waktu lalu.

Pengusutan kasus ini bermula setelah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melaporkan ke Kejati bahwa ada sejumlah aset Pemkot Surabaya yang berpindah ke tangan swasta. Perpindahan tersebut diduga dipenuhi dengan cara-cara yang melanggar hukum. Beberapa aset yang dilaporkan ke Kejati Jatim di antaranya gedung Gelora Pantjasila Jalan Indragiri, tanah di Jalan Upa Jiwa, tanah di Jalan Kenari, gedung PT Iglas di Jalan Ngagel dan kolam renang Brantas.

Kasus dugaan korupsi akibat penyalahgunaan aset kolam renang yang dibangun Belanda pada 1924 ini berawal dari kerjasama Pemkot Surabaya dengan pihak ketiga dalam pengelolaan aset yang mempunyai luas 222 meter persegi tersebut hingga beralih tangan kepemilikan ke pihak ketiga. Pemkot sempat mengajukan gugatan, namun kalah hingga tingkat Mahkamah Agung (MA). (eno)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry