Nur Masruroh,SST.,Bd.,M.Keb – Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
PREEKLAMPSIA merupakan sindrom yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria dimana tanda dan gejala tersebut munculnya di trimester kedua periode kehamilan yang kemudian akan pulih pada saat periode pasca persalinan.
Preeklampsia bisa saja terjadi di saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Wanita yang mengalami kenaikan tekanan darah karena kehamilan berada di sekitar 10%, kemudian 3-4% diperkirakan mengalami preeklampsia, lalu yang 5% mengalami hipertensi dan sisanya 12% yang mengalami hipertensi kronik dan menetap.
Preeklampsia juga merupakan faktor penting terjadinya kematian dan kesakitan pada bayi baru lahir, karena berhubungan dengan kelahiran prematur dan pembatasan pertumbuhan dalam rahim.
Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa
Ada banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia, seperti umur, paritas, riwayat preeklampsia sebelumnya, riwayat preeklampsia di keluarga, kehamilan kembar, kondisi kesehatan sebelumnya seperti diabetes, hipertensi kronis, penyakit autoimun, jarak kehamilan serta faktor lainnya.
Di kota Surabaya preeklampsia menduduki peringkat kedua sebagai penyebab kematian pada ibu hamil sebanyak 32,26 % pada tahun 2019. Tingginya angka ini dikarenakan faktor keterlambatan deteksi dini terjadinya preeklampsia saat ibu hamil.
Hal ini terjadi karena masyarakat belum sepenuhnya menyadari tentang bahaya dari preeklampsia pada ibu hamil ini. Preeklampsia dapat dideteksi dan dicegah sejak awal pada ibu hamil untuk menghindari terjadinya komplikasi pada ibu dan janin.
Prediksi dan pencegahan preeklampsia meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer artinya untuk menghindari terjadinya preeklampsia, pencegahan sekunder preeklampsia berarti memutus proses terjadinya preeklampsia yang sedang berlangsung sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut.
Sedangkan pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi yang disebabkan oleh proses penyakit sehingga pencegahan ini merupakan tata laksana. Pencegahan tersier secara sederhana juga dapat dilakukan oleh masyarakat.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mendeteksi preeklampsia di antaranya :
(1). Pemeriksaan tekanan darah secara rutin yang dilakukan setiap kali ibu hamil datang mengunjungi fasilitas kesehatan. Tekanan darah yang tinggi didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih besar, diukur pada dua kesempatan terpisah selama enam jam. Tekanan darah tinggi yang parah, yang hasilnya mencapai atau lebih besar dari 160/110 mmhg, membutuhkan perawatan segera baik selama kehamilan dan pada minggu-minggu pertama setelah melahirkan.
(2). Pmeriksaan urinalisis. Ginjal yang sehat tidak membiarkan sejumlah besar protein masuk ke dalam urine. Jika protein terdeteksi dalam tes skrining dipstick urine, maka ibu hamil akan diminta untuk mengumpulkan semua urine dalam wadah selama 12 atau 24 jam. Tujuannya adalah untuk menentukan jumlah protein yang hilang. Urine ini akan diuji untuk melihat kadarnya lebih dari 300 miligram protein dalam sehari.
Jumlah protein dalam urine lebih dari 300 miligram dalam satu hari dapat mengindikasikan preeklamsia.
Sayangnya, penyebab preeklamsia hingga kini masih belum diketahui secara pasti.
Namun, para ahli memprediksi bahwa berat badan yang berlebihan dan nutrisi yang buruk dapat memicu terjadinya preeklamsia. Jadi, beberapa cara bisa dilakukan ini agar terhindar dari komplikasi tersebut, yaitu :
(1). Mengontrol berat badan. Obesitas atau berat badan berlebih diketahui dapat mengganggu keseimbangan hormon dan metabolisme dalam tubuh, sehingga membuat ibu lebih berisiko mengalami preeklamsia. Jadi, berat badannya ibu hamil harus dijaga tetap dalam batas normal, baik sebelum maupun selama masa kehamilan.
(2). Menjaga asupan makanan, Ibu hamil perlu membatasi mengonsumsi makanan berkadar garam tinggi untuk mencegah tekanan darah meningkat. Selain itu, ibu juga dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan asupan kalsium, baik melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari maupun dengan mengonsumsi suplemen kalsium.
Tapi, ibu sebaiknya membicarakan terlebih dahulu dengan dokter kandungan sebelum mengonsumsi suplemen tertentu. Makanan yang tidak sehat, seperti makanan berkadar gula tinggi, berminyak, dan berpengawet juga wajib di hindari.
(3). Konsumsi probiotik. Dalam sebuah studi ditemukan hasil bahwa wanita hamil yang sering mengonsumsi susu atau makanan yang kaya akan kandungan probiotik, berisiko lebih kecil mengalami komplikasi kehamilan seperti preeklamsia.
(4). Periksa kehamilan secara rutin, Preeklamsia kadang-kadang bisa berkembang tanpa ada gejala apapun atau hanya muncul gejala ringan yang tidak terlalu terasa. Karena itu, memeriksakan kandungan secara berkala penting dilakukan untuk mencegah komplikasi ini terjadi. Dengan rutin memeriksakan kehamilan, petugas kesehatan dapat mengetahui kandungan protein dalam urin dan memantau tekanan darah ibu, sehingga preeklamsia dapat dideteksi lebih dini.
Kesehatan ibu hamil menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat karena ibu hamil yang sehat akan melahirkan bayi yang sehat sebagai generasi penerus bangsa. *