Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, Drs Muhammad Said Sutomo (FT/mediamerahputih.id)

SURABAYA |duta.co – Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, Drs Muhammad Said Sutomo mengingatkan pemerintah soal dampak buruk vaksin Covid-19. Apalagi dikabarkan produsen vaksin, Pfizer Pfzer-BioNTech ‘cuci tangan’ alias minta bebas tuntutan hukum jika ada efek buruknya.

“Jangan gegabah, jangan grusa-grusu. Vaksinasi covid-19 hari ini, terkesan dipaksakan. Terasa bau bisnis, uang. Bayangkan, negeri kita, Indonesia, menjadi konsumen vaksin covid-19 made in sinovac, China. MUI dengan mudah sekali menjamin kesucian dan kehalalan. Lalu bagaimana dengan dampak buruknya?” tanya Said Sutomo kepada duta.co, Kamis (14/1/2021).

Bahkan, jelasnya, vaksin ini dengan mudahnya mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) maupun sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Wajar kalau di masyarakat terjadi pro kontra. Ini karena tampak ketidakjeliannya dalam membaca dampak buruk vaksin tersebut,” tegasnya.

Menurut Said, Undang-undang No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen mewajibkan produsen obat atau vaksin yang menjamin memiliki sertifikat halal dan atau sertifikat jaminan kemanjurannnya. Bahkan dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang baru ditandatangani Presiden Jokowi, mewajibkan produsen barang dan atau jasa memiliki sertifikat jaminan keamanan dan keselamatan produk barang dan atau sebelum dipasarkan atau diperdagangkan kepada konsumennnya.

“Lalu, regulasikan ini mau dikemanakan? Mau dikesampingkan? Saya khawatir, di balik semua ini adalah bisnis, uang. Padahal, negera atau pemerintah tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya,” urainya.

Keterangan foto reuters

Said lalu memberita contoh, bagaimana kecelakaan penumpang pesawat yang kemudian korban minta kompensasi kerugian ke produsennya, Boeing. Perusahaan pun harus menjamin kerugiannya.

“Lah ini (vaksin) jaminannya apa? Kalau konsumen nanti dirugikan apa tanggungjwab mereka,” tambah Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tersebut.

Selain itu, ujarnya, konsumen memiliki hak bebas memilih divaksin atau menolak, dan itu dilindungi oleh Undang-undang. Dengan demikian, pemerintah tidak boleh memaksa. Apalagi, jika benar, produsen vaksin tidak mau bertanggungjawab. “Masak kita mau jadi ‘kelinci’ percobaan?” pungkasnya. (mky)