SIDOARJO | duta.co — Pengusaha kerupuk pasir di beberapa daerah, di Tulangan, Krembung, Candi, Sukodono, khususnya pengusaha kerupuk di Sukodono, mengeluh dengan naiknya harga bahan baku tepung yang melambung tinggi. Hal ini bisa jadi juga karena susahnya bahan yang berasal dari singkong yang susah.
Seperti disampaikan salah satu pengusaha, J, kepada duta.co, Kamis (15/2/24), mengatakan, semua bahan naik, khususnya tepung tapioka, terlebih singkong susah (langka).
“Semua harga naik, harga kerupuk akhirnya naik dan, khususnya karena kelangkaan bahan yang dari singkong, kita tetap bertahan di tengah mahalnya bahan,” ungkap J, di pabriknya daerah Candi.
J berharap, setelah Pemilu, khususnya Pilpres, pemerintah bisa menstabilkan harga bahan pokok, pelaku usaha, khususnya kerupuk.
Terpisah, berdasar pengakuan pengusaha lain, sebelumnya, per 50 kg biasa harganya sekitar Rp500 ribu, sekarang mencapai Rp700 ribu, hingga Rp800 ribu. Sementara harga jual tetap bertahan Rp5.000 per bungkus/plastik.
Dengan kondisi tersebut, para pengusaha kerupuk pasir terus berusaha harus tetap bertahan di tengah harga tepung yang melambung.
“Mau tidak mau kita harus tetap bertahan semampunya, bagaimana caranya harus pinter-pinter berkreasi. Karena naiknya sangat luar biasa,” ungkap pengusaha kerupuk pasir, Abdul Ghofar (40), pemilik UD Berkah Makmur Desa Bangsri Sukodono.
Lanjutnya, belum lagi bahan baku lainnya, seperti bawang merah, bawang putih dan yang lainnya terus mengalami kenaikan harganya. “Kalau kita menaikan harga jualnya juga kasihan sama distributornya, belum lagi nanti sampai harga jual di konsumen,” tambahnya.
“Saya kalau beli tepung sekitar 1 ton, itu pun tidak sampai satu bulan sudah habis. Makanya kalau harga tepun melambung itu sangat terasa sekali,” ungkapnya.
Untuk mendongkrak penjualannya, lanjut Abdul Ghofur, ia harus ke luar kota, kalau dalam kota Sidoarjo sendiri masih sangat kurang maksimal. “Kita kirim ke luar kota sampai 50 bungkus. Terjauh sampai kirim ke wilayah Yogyakarta. Bukan saja inovasi dalam distribusi/marketing, tetapi juga harus pintar-pintar menjaga kualitasnya,” jelas Abdul Ghofur.
Ia menguraikan harus pintar membuat kalkulasi, mulai dari harga tepung, distribusi, gaji karyawan sebanyak 15 orang. “Untuk proses produksi di dua tempat per hari, di tempat usaha yang di Krembung per hari 1 kwintal, sedangkan yang di Bangsri sekitar 40 kg. Masih ada untunglah walupun tidak terlalu besar,” urainya.
Abdul Ghofar yang sudah berwirausaha kerupuk pasir sejak tahuh 2017 berharap perhatian kepada pemerintah setempat.
“Bagaimana caranya agar harga bahan pokok, dalam hal ini adalah tepung itu naiknya tidak terlalu tinggi. Saya sangat berharap pada pemerintah bisa memberikan solusi kepada pengusaha kerupuk pasir bila mengalami kondisi tersebut,” harapnya.
“Apalagi kondisi musim penghujan sekarang ini permintaan tinggi, tapi mengalami kesulitan pengeringan. Namun sebaliknya jika waktu kemarau proses pengeringan gampang, tetapi permintaan menurun. Dan saya melihat usaha kerupuk ini kedepannya masih prospek, tergantung kreasi dan inovasi pengusaha itu sendiri, bagaimana konsumen bisa tetap berminat terhadap produknya,” pungkas Abdul Ghofar. (loe)