SURABAYA | duta.co – Sama dengan NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah juga menyoal cara dakwah Majelis Tafsir Alquran (MTA) di Solo. Bedanya kalau NU dengan gamblang menyebut dan bahkan ‘menantang’ dialog pengasuh MTA Ahmad Sukino, Muhammadiyah tidak, meski sama-sama ‘geregetan’ dengan majelis yang merasa Islam-nya paling benar ini.

Apalagi, belakangan muncul istilah Muhammadiyah Jalan Lurus (MJL). “Jadi, diam-diam Muhammadiyah pun mengalami penggerogotan,” demikian disampaikan sejumlah kader Muhammadiyah, kepada duta.co Kamis (30/11/2017) dengan menyertakan tulisan Ketua Umum PP Muhamamdiyah, Haedar Nashir bertajuk Muhammadiyah Jalan Lurus.

Sebenarnya, tulisan Haedar ini sudah lama, pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi nomor 4 Tahun 2012, tetapi, isinya masih relevan mengingat cara dakwah dengan menganggap orang lain salah, masih saja terjadi dan merisaukan umat.

Akhir-akhir ini di Jawa Tengah dan DIY  ada sebuah kelompok Islam yang bergerak dalam majelis pengajian tafsir dan hadis yang menarik warga Muhammadiyah. Sebagian warga atau aktivis Muhammadiyah di bawah ada yang tertarik masuk ke gerakan tersebut,” demikian Haedar Nashir mengawali tulisannya.

Selain karena intensifnya pengajian yang mereka selenggarakan, lanjutnya, sebagian orang Muhammadiyah sering diyakinkan kalau majelis pengajian tersebut satu paham dengan Muhammadiyah. Malah dinyatakan bahwa gerakan Islam ini pahamnya sama dengan Muhammadiyah awal alias aseli, yang disebutnya sebagai Muhammadiyah jalan lurus. Dalam makna lain, Muhammadiyah yang berkembang saat ini tidak lagi aseli.

“Model pengajiannya baik dalam dialog melalui radio maupun pengajian-pengajian langsung di tingkat jamaah cenderung serba tegas, zakelik, dan tidak jarang keras. Banyak hal serba dibid’ahkan seperti takbiran malam idul fitri maupun idul adha dan sebagainya. Anjing misalnya hukumnya tidak haram, karena yang najis hanya air liurnya,” tambah Haedar.

Model kepemimpinannya ala imamah yang monolitik dengan berpusat pada imam, sehingga melahirkan ketaatan total minus kritik. Pengumpulan dana bersifat sentralistik dan cenderung memaksa. Pendekatan keagamaan serba tekstual yang ketat.

Sebagian aktivis Muhammadiyah ada yang menjadi anggota pengajian dan pengurus organisasi Islam tersebut. Pada awalnya keterlibatan aktivis Muhammadiyah tersebut normal saja karena ingin tahu atau simpati, sekaligus karena menjaga silaturahim. Tetapi lama kelamaan menjadi faktor daya pikat untuk menarik warga Muhammadiyah lainnya sekaligus masuk ke lingkungan jamaah-jamaah Muhammadiyah.Seperti biasa, warga Muhammadiyah bersikap lurus-lurus saja, sehingga tidak merasa ada masalah.

“Namun akhirnya tersedot juga sehingga menjadi bagian dari majelis tersebut dan bahkan mulai mengeritik Muhammadiyah. Muhammadiyah dipandang dan diopinikan tidak “aseli”  lagi,” keluhnya.

Sebenarnya setiap gerakan, mazhab, dan golongan dalam Islam dipersilakan untuk menganut paham dan praktik pengamalan Islam sesuai dengan keyakinannya, sejauh masih bersumber pada Al-Quran dan Al-Sunnah yang autentik. Setiap golongan, aliran, dan gerakan tidak perlu saling menyalahkan satu sama lain, bila perlu malah saling berdialog.

“Muhammadiyah pun tidak merasa terganggu dengan hadirnya gerakan-gerakan Islam yang lain, bahkan bersikap positif, yang penting saling menghargai, menghormati, tasamuh atau toleransi, dan malah dapat bekerjasama dalam bingkai ukhuwah Islam yang utama. Sejarah juga menunjukkan adanya keragaman umat Islam dalam memahami dan mengamalkan Islam dari dulu sampai kini,” jelasnya.

Tetapi, hal yang tidak diinginkan, tambah Haedar, ialah klaim diri paling Islami, paling autentik, paling aseli, paling lurus, dan paling benar seraya menegasikan atau memandang keliru dan salah golongan Islam yang lain. Lebih dari itu sambil memandang yang lain keliru atau salah, pada saat yang sama menjadikan alasan untuk menarik warga sekaligus masuk ke lingkungan jamaah gerakan Islam lain yang dipandang tidak lurus itu.

“Jika demikian yang terjadi, maka, akan rusak ukhuwah Islam, lebih jauh lagi misi kerisalahan Islam akan mengalami banyak benturan di dalam dan pada akhirnya tidak akan membuahkan pencapaian Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin,” demikian catatan Haedar yang kemudian disambung dengan ulasan sejarah Muhammadiyah. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry