JAKARTA l duta.co – Kalangan pengamat ekonomi sepakat dengan Capres Prabowo Subianto bahwa kondisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang tidak baik alias bangkrut. Prabowo menyebut tiga BUMN besar seperti Pertamina, PLN dan Garuda Indonesia mengalami kebangkrutan.
Pengamat BUMN Said Didu menjelaskan penyebab rusaknya BUMN adalah pemaksaan penugasan dari pemerintah. Menurut dia, penugasan dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai target politik.
“Itu yang dulu saya katakan, BUMN sudah jadi korban target politik. Misalnya BUMN konstruksi yang dipaksa membangun infrastruktur tapi tidak ada kelayakannya,” kata Said saat dihubungi Senin (14/1/2019).
Dia menjelaskan Pertamina dan PLN juga menjadi perusahaan yang digunakan untuk mencapai target tertentu. “Pertamina labanya anjlok, PLN yang merugi, konstruksi, logistik mereka itu jadi korban target politik,” ujarnya.
Said mengungkapkan hal tersebut membuat BUMN memikul beban yang sangat berat. Dia mencontohkan Pertamina yang harus menanggung beban akibat penugasan menjual BBM premium di bawah harga keekonomian, sehingga harus menanggung selisih harga. Begitupun PLN yang dianggapnya terbebani dengan menjual tarif listrik.
“Kalau penugasan BUMN tidak ekonomis, pemerintah wajib memberikan ganti. Tapi ini memberi penugasan tapi kerugian tanggung sendiri, diberi tugas tidak layak tapi tidak diganti,” katanya.
Pengamat BUMN Said Didu menjelaskan sejak 2005 perusahaan pelat merah memang sedang dalam kondisi yang tidak baik. Bahkan ada BUMN yang memprihatinkan.
“Kondisi BUMN sedang memprihatinkan mungkin dampaknya baru terlihat pada 3 hingga 4 BUMN saja, yang besar-besar seperti Pertamina kan labanya anjlok, PLN rugi, Garuda rugi juga. Kemudian BUMN konstruksi juga sedang menghadapi persoalan yang besar sekali,” kata Said.
Mantan sekretaris Kementerian BUMN ini menjelaskan kondisi tersebut akan masuk pada BUMN logistik seperti pelabuhan dan bandara yang akan mengalami persoalan besar.
“Memang belum meledak, tapi perkiraan saya akhir tahun ini, terutama terkait utang mereka yang sudah sangat besar. Lalu potensi revenue yang tidak seperti harapan,” jelas dia.
Kemudian Said mengungkapkan tiga BUMN besar seperti Pertamina, PLN dan Garuda Indonesia merupakan awal ‘sakitnya’ perusahaan milik negara. Dia memprediksi BUMN lain akan turut tertular penyakit dari tiga perusahaan tersebut.
“Pemerintah manapun atau pemerintahan berikutnya memang akan menghadapi persoalan besar di BUMN. Sekarang kan masih ada sinergi tapi sebenarnya sinergi itu memaksa BUMN sehat untuk menyuntik BUMN sakit,” imbuh dia.
Misalnya seperti penjualan obligasi tertutup namun pembeli yang memborong adalah BUMN lain.
“Jadi istilahnya menularkan penyakit dari BUMN yang sakit ke BUMN sehat,” jelas dia.
Namun Pemerintah tentu saja membantahnya. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meminta bukti yang kuat kepada Calon Presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto lantaran ucapannya yang bilang BUMN satu persatu mengalami kebangkrutan.
“Ya buktinya mana. Orang ngomong kan bisa saja, gampang bicara, sekarang lihat bukti-buktinya apa,” kata Rini di Komplek Istana, Jakarta, Senin (14/1/2019).
Kebangkrutan beberapa BUMN itu, kata Prabowo diakibatkan pemerintah yang salah mengelola negara.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan juga membantah tudingan capres nomor urut 02 Prabowo yang mengatakan BUMN satu-persatu mengalami kebangkrutan. Luhut bilang, saat ini kondisi BUMN baik-baik saja.
Selain membantah Prabowo, Luhut meminta agar harus bisa berbicara sesuai dengan data yang ada. Saat ini menurutnya, tidak ada yang berani datang menjawab tantangannya berbicara soal data.
“Kalau saya selalu tanya, bisa nggak kita datang berbicara data, kan nggak ada yang berani,” katanya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Senin (14/1/2019).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga mengatakan ungkapan Prabowo Subianto mengenai BUMN satu per satu mulai bangkrut merupakan kesimpulan yang ceroboh.
“Itu kesimpulan yang terlalu ceroboh,” kata Darmin di Komplek Istana, Jakarta, Senin (14/1/2019). (dtf/wis)