FOTO kemenag.go.id

KUPANG | duta.co – Dunia saat ini berada di ambang revolusi Artificial Intelligence (AI). Ini tidak hanya mengubah cara bekerja, tetapi juga bagaimana memahami eksistensi manusia, termasuk dalam bidang keagamaan.

Penggunaan AI dalam praktik keagamaan juga menimbulkan pertanyaan tentang otentisitas pengalaman spiritual. Dalam ranah teologis, AI membawa implikasi yang lebih luas seperti membantu memahami teks-teks suci dengan cara yang baru.

Namun, apakah ini berarti bahwa AI memiliki kemampuan untuk ‘berteologi’? Dapatkah AI memahami misteri-misteri agama yang sering kali melampaui logika dan alasan?

Pertanyaan eksistensial ini mendorong Fakultas Ilmu Sosial Keagamaan Kristen (FISKK), Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang menggelar kuliah umum bersama Prof Binsar Jonathan Pakpahan, Ph.D. bertajuk “Inteligensi Artifisial dan Teologi: Implikasi Etis, Filosofis, dan Teologis dari Kecerdasan Buatan”. Kuliah umum berlangsung pada Kamis (13/6/2024) bertempat di Kampus IAKN Naimata, Kupang.

Dekan FISKK IAKN Kupang, Martin Ch. Liufeto menjelaskan saat ini teknologi dan agama sudah berjalan beriringan. Gereja-gereja di NTT mulai menggunakan teknologi dalam pelayanan mereka, tetapi perlu mempertimbangkan implikasi etis, filosofis, dan teologis dari penggunaan teknologi tersebut.

IAKN Kupang sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di NTT, tentu ingin berada di garis depan dalam menghadapi tantangan integrasi AI dalam konteks beragama. Kita punya kewajiban Tri Dharma untuk mengkaji dan memberikan pertimbangan etis. Karena itulah FISKK mengundang Prof Binsar Jonathan Pakpahan, Ph.D., seorang Pendeta dan Guru Besar Teologi dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologo (STFT) Jakarta yang mengkhususkan dirinya dalam pengkajian AI dan Teologi, memberikan kuliah umum ini bagi mahasiswa kita” ujar Martin.

Apakah AI Bisa Berteologi?

Prof. Binsar mengawali kuliah umumnya dengan menampilkan video singkat yang menampilkan pelayanan khotbah oleh AI di Gereja St. Paul, Bavaria. Tampilan ini sontak memantik kekaguman para mahasiswa. “keren bro,” ujar Marys Lakapu seorang mahasiswa Program Studi Kepemimpinan Kristen.

Namun kekaguman tersebut sirna Ketika Prof. Binsar mengajukan pertanyaan yang menohok, apakah AI bisa berteologi? Dan seandainya bisa, apakah itu memiliki keabsahan?

Prof Binsar kemudian menguraikan bahwa AI yang canggih mungkin menunjukkan tanda-tanda kesadaran atau kemampuan untuk membuat keputusan bebas. Tetapi, apakah ini sama dengan kesadaran manusia atau kebebasan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia? Bagaimana kita membedakan antara simulasi kesadaran yang dilakukan oleh AI dengan pengalaman kesadaran yang sebenarnya?

Menurutnya, AI dapat digunakan untuk membantu memahami teks-teks suci dengan cara yang baru, mungkin dengan menemukan pola atau hubungan yang sebelumnya tidak terlihat oleh manusia. Namun, apakah ini berarti bahwa AI memiliki kemampuan untuk ‘berteologi’? Dapatkah AI memahami misteri-misteri agama yang sering kali melampaui logika dan alasan?

Prof Binsar kemudian menjelaskan berteologi adalah usaha manusia untuk mengalami Yang Ilahi, yang menekankan afeksi dan pengalaman manusia berjumpa dengan Allah yang orisinal. Dalam perspektif ini AI mungkin membantu kita melakukan analisis, namun ia tak mampu melakukan sebuah perjumpaan dengan Tuhan.

“Meski tampak canggih, AI, sekadar mensimulasi kemampuan manusia. Mesin-mesin AI tidak dapat dikatakan berteologi, sebab berteologi bukan sekadar mengolah data seperti algoritma. Teologi harus dimulai dengan hati dan kehendak. Berteologi dari hati berarti bertemu dengan Tuhan, merasakan kekuatan Tuhan dan percaya kepada Tuhan, sampai kapan pun AI tidak dapat tiba pada titik tersebut,” ujarnya.

Prof. Binsar kemudian bertanya kembali, “Apakah AI dapat berteologi?” Degan serentak dijawab tidak.

Peran IAKN Kupang

Warek I, IAKN Kupang, Marla M. Djami, mewakili Rektor IAKN Kupang, Dr. Harun Y Natonis, M.Si menyampaikan terima kasih atas kehadiran Prof. Binsar di IAKN Kupang. Menurutnya Kuliah Umum dari Prof Binsar dengan tema yang menantang itu berhasil memberi terang bagi pemahaman AI kepada para mahasiswa sehingga bijak menggunakan AI dalam kegiatan teologi.

“Sebagai seorang teolog dan pendeta, Prof hari ini telah menawarkan sebuah perspektif yang mendalam tentang bagaimana AI dapat dan tidak dapat berkontribusi pada pemahaman kita tentang ilahi. Kami yakin ini sangat bermanfaat bagi para mahasiswa dan dosen di IAKN Kupang,” ujar Marla.

Kuliah Umum yang dimoderatori Ketua Jurusan Sosial Keagamaan, JB Kleden, ini berlangsung dari pkl. 13.00 – pkl. 16.00 dengan kesimpulan, AI menawarkan potensi yang luar biasa dalam membantu kita memahami dan menjalankan analisis teologi. Namun, kita juga harus waspada terhadap implikasi etis, filosofis, dan teologis dari penggunaan AI.

Kuliah umum ini penting karena membantu mahasiswa membentuk masa depan interaksi antara teknologi dan spiritualitas. IAKN Kupang dapat mengambil peran dengan melakukan dialog antara ilmuwan, teolog, dan masyarakat umum untuk memastikan bahwa penggunaan AI dalam konteks beragama dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan menghormati nilai-nilai moral, etik, keagamaan, filsafat dan teologis yang kita junjung tinggi.

Di akhir kuliah umum, dilakukan penandatanganan Implementation Agreement antara Prodi Kepemimpinan, Pastoral Konseling, Sosiologi Agama, Psikologi Agama, Misiologi dan Musik Gereja IAKN Kupang dengan Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Jakarta di Bidang Pendidikan dan Pengajaran. (*kmg)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry