Guru besar Bidang Ilmu Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Prod. Dr. Aminullah Assagaf (kiri) bersama Dekan FEB Unitomo, Nur Sayidah. DUTA/endang

SURABAYA | duta.co – Tolak ukur yang selama ini dipakai untuk Financial Distress (kesulitan keuangan) yang dialami Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perusahaan ternyata masih belum bisa dijadikan acuan. Walau secara ilmiah itu diakui, namun ternyata masih dianggap belum sempurna.

Guru besar Bidang Ilmu Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Prod. Dr. Aminullah Assagaf, meneliti sebuah pendekatan baru yang bisa dijadikan tolak ukur. Di mana dia menggabungkan antara bidang akuntansi, keuangan dan manajemen. Pendekatan itu diberinama pendekatan marginal.

Dikatakannya, pendekataan marginal ini sudah mulai dipakai pada abad ke-18 lalu.

“Sekarang saya gunakan. Dan pendekatan ini tidak banyak digunakan orang terutama ilmuan yang bisa mempertanggungjawabkannya secara ilmiah. Karena terbukti, penelitian saya ini tidak ditolak. Karena kalau mengajukan penelitian yang sama lebih dari 20 maka akan ditolak,” ujar Amin, Rabu (28/3).

Amin yang akan dinobatkan sebagai guru besar ke-14 Unitomo ini mengatakan selama ini tolak ukur untuk financial distress ini dirasa kurang pas. “Kalau ini saya mengambil teori ekonomi dan akunting. Saya padukan untuk bisa mengukur financial distress ini,” ungkapnya.

Amin mengatakan, selama ini dia melakukan penelitian dengan pendekatan marginal ini di delapan BUMN dari berbagai bidang. Sekarang, dilanjutkan dengan meneliti di 32 BUMN lainnya di seluruh Indonesia.

Pendekatan marginal ini, dijelas Amin di mana financial distress yang dialami BUMN tidak hanya dilihat dari ketidakmampuan BUMN dalam urusan keuangannya. Karena ada BUMN-BUMN tertentu terutama yang fokus pada bidang pelayanan bukan hanya orientasi keuntungan, ketika mengalami financial distress tidak menjadi masalah.

“Karena di belakang BUMN itu ada pemerintah yang akan memberikan subsidi agar BUMN itu bisa tetap hidup. Contohnya PLN. PLN memang ada untuk keuntungan tapi tidak semata hal itu, karena PLN lebih fokus pada pelayanan. Kalaupun PLN itu rugi, ya pemerintah tetap harus memberikan subsidi,” jelas Amin.

Perusahaan-perusahaan pemerintah yang fokus pada pelayanan, dalam mengukur financial distress-nya tidak hanya melihat sisi negatif. Karena rugipun bagi BUMN yang fokus pada pelayanan akan tetap dianggap untung.

“Karena di sana itu ada social benefitnya bukan sekadar social financialnya. Kepentingan orang banyak itu yang utama. Sehingga dengan pendekatan marginal ini, bisa menjadi acuan bagi pemerintah apakah BUMN itu masih layak disubdisi atau tidak,” tandasnya.

Unitomo Buka Prodi Doktoral Manajemen

Sementara itu, dengan dinobatkannya Prof Aminullah sebagai guru besar ke-14, semakin terbuka kesempatan kampus di kawasan Semolowaru itu untuk membuka program studi S3 Manajemen. Hal itu diakui Dekan FEB, Nur Sayidah saat mendampingi Prof Aminullah Rabu (28/3).

Saat ini, proses menuju ke sana, sudah dilakukan tim Unitomo. Bahkan, tim sudah mengunggah borang ke situs resmi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). “Sudah, sekarang proses revisi. April, revisinya akan kita kirim,” ungkapnya.

Diharapkan, prodi baru ini bisa dibuka pada penerimaan mahasiswa baru 2018/2019 mendatang. “Kita harapkan bisa secepatnya. Karena ini merupakan sebuah prestasi bagi Unitomo,” tandas Nur. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry