SIKAP GNPF-MUI: GNPF-MUI dan sejumlah Ormas Islam juma pers di Jaksel, Senin (3/4/2017), meminta Sekjen FUI dan 4 orang lainnya dibebaskan. (ist)

JAKARTA | duta.co – Penangkapan dan penahanan Sekretaris Jenderal FUI Muhammad Al Khaththath yang merupakan pimpinan aksi 313 atas tuduhan dugaan makar dinilai sebagai bentuk penggunaan hukum sebagai instrument of power yang tak berkeadilan. Hal itu disampaikan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Abdul Rasyid Syafi’i.

“Tuduhan ini mengada-ada, bentuk kezaliman terhadap ulama. Secara subtantif dan formil, aksi 313 adalah hak warga negara yang dijamin konstitusional dan undang-undang di negara ini,” ujar Rasyid saat konferensi pers di AQL Center Tebet Utara Dalam, Jakarta Selatan, Senin, (3/4/2017).

Rasyid menambahkan, aksi 313 bukan upaya pemufakatan untuk makar, sehingga tidak terkait dengan pelanggaran undang-undang apa pun. Aksi 313 justru untuk meminta pemerintah menegakkan hukum atas terdakwa kasus penistaan agama.

Aksi 313 meminta pejabat publik di negara ini untuk patuh terhadap hukum dan terikat hukum, bukan berada di atas hukum. “Aksi 313 meminta terdakwa penistaan agama tak menjabat sebagai pejabat publik karena itu tak dibenarkan dalam undang-undang yang berlaku tentang pemerintahan daerah,” ujarnya.

Menurut Rasyid, aksi 313 bukan aksi makar. Dia meminta, pertama, agar Al Khaththath beserta empat orang lainnya dibebaskan. “Kedua, hak-hak dasar KH Muhammad Al Khaththath dan empat orang lainnya tidak dikurangi atau dihalangi. Seperti hak menjalankan ibadah, dikunjungi keluarga dan hak konsultasi hukum,” ujarnya.

Rasyid mengatakan, pernyataan sikap GNPF-MUI ini merupakan pernyataan sikap yang mewakili organisasi masyarakat Islam, serta para ulama dan habib. hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry