PASURUAN | duta.co – Kawasan Kabupaten Pasuruan yang merupakan daerah cekungan dengan sumber air yang melimpah juga dikelilingi hutan, ternyata tingkat kerusakan hutan yang menjadi penopang untuk resapan air, kurang terpenuhi. Kerusakan itu sengaja dibiarkan akibat aksi penebangan liar dan bannyaknya alih fungsi. Sehingga tingkat kerusakan makin parah.

Upaya konservasi juga terkesan lamban. Sehingga kerusakan hutan itu, dianggap ikut andil dalam mengurangi debit air Umbulan yang saat ini dijadikan Proyek Strategis Nasional (PSN), dengan dibangunnya proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan bagi warga di lima daerah di Jawa Timur, yakni Kota dan Kabupaten Pasuruan, Sidoarjo, Gresik dan Surabaya.

Menurunnya debit sumber air Umbulan yang diklaim mencapai 4.500 liter/detik, diperkirakan saat ini hanya sekitar 3.800 liter/detik. Kerusakan alam itu menjadi perhatian serius Perkumpulan Pegiat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (P2LHK) Pasuruan, melakukan aksi berupa menanam pohon di petak 41, termasuk di wilayah Desa Palangsari, Kecamatan Puspo, beberapa waktu lalu.

Aksi para pegiat lingkungan ini sebagai kritik terhadap sikap pemerintah dan swasta yang lamban menangani kerusakan hutan dan lingkungan di daerah tangkapan air.”Buktinya, kita lihat bersama. Ini satu spot saja. Desa Palangsari, perbatasan dengan Tosari, rusak dan tak ada tegakan pohon. Kalau hamparan, bisa jadi ini bisa ribuan hektar,” papar Sugiarto, ketua P2LHK Pasuruan, saat dihubungi, Selasa (1/1/2019).

Diperkirakan, ratusan hektar lahan hutan di wilayah Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, gundul. Komitmen Pemerintah sekaligus pihak swasta dipertanyakan, karena daerah tangkapan air (catchment area) di wilayah Pasuruan, kerusakannya cukup memprihatinkan. Ini nampak kawasan yang sebelumnya diketahui lebat dengan pepohonan itu, kini gersang dan hanya beberapa pohon saja tumbuh berdiri.

Tanam 500 Pohon di Tebing

Sugiarto mengungkapkan, kondisi itu menjadi keprihatinan. Pasalnya, areal ini juga bagian penopang kehidupan, juga masuk dalam peta wilayah berfungsi sebagai penangkap air. Atas kondisi itu, P2LHK mempertanyakan komitmen pemerintah, pemangku kepentingan hingga pihak swasta, yang selama ini melangsungkan usaha dengan memanfaatkan alam Kabupaten Pasuruan.

Menurut dia, pemerintah jajaran maupun pihak swasta, sampai sejauh ini terkesan tidak serius soal konservasi lingkungan.”Semestinya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), lebih peka segera melakukan penanganan kerusakan alam. DLH memiliki tanggung jawab dan kewenangan lebih, sehingga tak mungkin mendapat kendala, saat mengajak pihak swasta melakukan konservasi,” urainya.

Ia menegaskan, yang dibutuhkan saat ini adalah implementasi, dari seluruh pihak dan tak perlu ada sikap berpura-pura, perhatian pada lingkungan. Sementara, hutan di Pasuruan terus mengalami kerusakan. Ancaman kerusakan ini, dipastikan berdampak serius pada kerusakan lain, yakni berupa bencana alam, seperti banjir dan longsor, yang selama ini kerap terjadi.

Sementara, aksi P2LHK yang dilakukan di Palangsari saat itu, melibatkan 50 perwakilan dari lima komunitas pecinta lingkungan. Mereka menyebar, menanam 500 pohon di lahan-lahan atau tebing perbukitan yang berada tak jauh dari Coban Rambut Moyo, Kecamatan Puspo, tepatnya berada di lereng Gunung Bromo. Aksi ini sekaligus sebagai kritik atas ‘kurang gregetnya’ pemerintah dan swasta terkait kerusakan alam Pasuruan. (dul)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry