Para pembicara dalam FGD Penerapan Sistem Zonasi untuk Pemerataan Mutu Pendidikan di Unesa, Kamis (4/7). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co  – Sistem zonasi untuk pemerimaan peserta didik baru (PPDB) jangan dihentikan.

Namun pemerintah penting untuk melakukan evaluasi agar ke depan sistem ini bisa berjalan sempurna dan tidak merugikan masyarakat.

Hal itu diungkapkan Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Nur Hasan di sela Forum Group Discussion (FGD) di Kampus Lidah Wetan, Kamis (4/7).

Dikatakannya sistem zonasi ini sudah diterapkan di berbagai negara maju. Ini memang bagus untuk pemerataan dan peningkatan kualitas mutu pendidikan.

“Pemerintah perlu mencari solusi dari masukan berbagai pihak. Termasuk masukan dari kami di Unesa ini,” ujar Prof Nur Hasan.

Untuk menerapkan sistem zonasi ini  ke depan, pemerintah harus melakukan tiga hal secara cepat. Yakni identifikasi, pemetaaan siswa maupun guru serta sarana dan prasarana (sarpras).

Sistem zonasi ini harus ada identifikasi awal yang tidak hanya memikirkan tempat tinggal siswa tapi juga tempat tinggal guru dan perangkatnya. Selain itu ada road map pendidikan di mana zonasi harus bisa dipandang sebagai pemerataan mutu pendidikan.

“Itu yang penting. Pemerintah harus bertindak cepat menyelesaikan hal-hal mendasar itu agar tahun depan tidak terjadi kekacauan seperti ini lagi,” tukasnya.

Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Prof Ahmad Muzakki juga mengatakan, sistem zonasi jika untuk pemerataan mutu pendidikan maka semua harus mendukung.

Masalahnya, sistem zonasi yang saat ini diterapkan bukan untuk pemerataan mutu pendidikan melainkan untuk meningkatkan akses layanan pendidikan.

“Terus apa masalahnya. Tidak ada road map yang jelas. Di Surabaya ini penyebaran sekolah tidak merata khususnya yang SMA sehingga gemuk di satu lokasi. Misalnya SMA komplek, ya empat sekolah ada di situ semua,” jelasnya.

Implikasi dari kebijakan ini mendorong semua pihak juga menyesuaikan. Surabaya misalnya. Harus ada city plan yang jelas. Jangan sampai di kawasan barat misalnya Pakuwon, hanya bagus untuk kawasan perumahan tapi tidak ada sekolah untuk masyarakat di sana. “Ini harus dipikirkan,” tukasnya.

Selain itu, pemerintah harus melakukan peta demografi. Harus ada oeta demografi. Misalnya daerah padat, sekolah dengan jarak satu kilometer saja sudah diserbu pendaftar.

Tapi kalau daerah yang tidak padat bisa jaraknya lebih jauh lagi. “Ini yang tidak dilakukan,” tandasnya.

Selain itu, daya tampung sekolah juga dihitung. Awalnya sekolah hanya menerima 33 siswa untuk satu kelas, justru ditambah jumlahnya menjadi 36 bahkan hingga 39 siswa dalam satu kelas.

Akibatnya, sekolah-sekolah swasta protes karena siswa yang sudah mendaftar justru mengundurkan diri dengan mendaftar di sekolah negeri.

“Kebijakan ini tidak hanya untuk masyarakat, tapi memikirkan juga sekolah negeri dan swasta. Karena menteri pendidikan itu bukan hanya menterinya sekolah negeri, tapi sekolah swasta juga,” jelasnya.

Nantinya hasil diskusi ini akan diteruskan kepada pemerintah, terutama Presiden Jokowi, Komisi X DPR RI, ke beberapa kementerian terkait seperti Kemdikbud dan Kemristekdikti. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry