Keterangan foto Kumparan.com

JAKARTA | duta.co – Dilema bagi pemerintahan Jokowi-JK. Khususnya Jokowi dalam menghadapi tahun politik Pilpres 2019, di mana fundamental ekonomi kita jebol. Ini bisa merusak masa depan politik Jokowi. Pemerintah tidak cukup menyalahkan faktor eksternal atas nyungsepnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Ekonom senior, Anwar Nasution menegaskan Indonesia sesungguhnya secara berkala sudah mengalami krisis. Mulai dari 1990, 1997/1998, termasuk tahun 2018. Namun kebiasaan pemerintah, selalu mencari kambing hitam. Padahal kesalahan sesungguhnya datang dari internal sendiri. Pemerintah selama ini seakan tidak pernah belajar dengan kondisi tersebut.

“Biasanya orang Indonesia hanya mencari kambing hitam, nggak pernah bercermin, kita sudah terlalu lama. Fundamental ekonomi kita lemah sekali, bohong itu pemerintah fundamental ekonomi kita kuat,” tegasnya dalam diskusi bertajuk “Bisakah Bersatu Menghadapi Krisis Rupiah” di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9).

Pajak Hanya 10% dari PDB

Fundamental ekonomi lemah, menurut Anwar, ditandai dengan penerimaan pajak yang hanya 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara rata-rata di dunia adalah 20 persen dari PDB.

“Jadi separuh. Padahal kita sudah 73 tahun merdeka. Tapi malah ekonomi kita sangat rawan terhadap gejolak luar negeri,” jelasnya.

Hal itu diperparah dengan makin besarnya biaya pembayaran utang luar negeri yang harus dibayarkan negara ini akibat kurs dolar yang terus meningkat. Ujung-ujungnya, rakyat pun ikut-ikutan susah.

“Harga tempe naik karena kedelainya impor. Sangat rawan terhadap gejolak luar negeri itu, tabungan kita sangat rendah, maka pemerintah ngutang, jual obligasi, siapa yang beli? 70 persen yang beli adalah orang asing. Ketiga, ekspor kita nggak jalan. Mana ada BUMN yang ekspor? Nggak ada,” pungkas Anwar yang Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) ini. (Sumber:lov, rmol.co)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry