Tampak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Ketua DPRD Surabaya Armuji sesaat usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejati Jatim, Kamis (20/6/2019). Henoch Kurniawan

Dugaan Korupsi Aset Senilai Triliunan Rupiah yang Dikuasai YKP

SURABAYA|duta.co – Diperiksa penyidik, Mentik Budiwijono hampir pingsan. Sehingga, penyidik akhirnya harus kembali menghentikan pemeriksaan terhadap dirut PT YEKAPE tersebut.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan pihaknya terpaksa menghentikan pemeriksaan dikarenakan alasan kondisi kesehatan yang dialami Mentik.

“Pada detektor jam kesehatan yang digunakan, menunjukan angka yang tinggi pada tekanan darah Mentik. Sehingga hampir pingsan. Untuk itu kita akhirnya terpaksa menghentikan pemeriksaan, daripada terjadi hal yang tidak diinginkan,” terang Didik, Kamis (20/6/2019).

Pemeriksaan terhadap Mentik ini dilakukan dalam upaya tindak lanjut proses penyidikan dugaan korupsi pengelolahan aset bernilai triliunan rupiah yang dikuasai Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan PT YEKAPE. Ini kali kedua Mentik mendatangi panggilan penyidik. Penghentian pemeriksaan, dilakukan saat Mentik baru menjawab sekitar 5 hingga 6 pertanyaan.

Pada pemeriksaan sebelumnya, Senin (17/6/2019) lalu, penyidik juga harus menghentikan pemeriksaan karena Mentik beralasan harus menghadiri sebuah acara pada agenda tugasnya.

Menghadapi kondisi demikian, membuat penyidik harus kembali mengatur jadwal ulang guna memanggil dan meminta keterangan Mentik dalam proses penyidikan dugaan kasus ini.

Wali Kota dan Ketua DPRD Surabaya juga Diperiksa

Tak hanya Mentik, penyidik juga memanggil dua orang penting Surabaya lainnya, yaitu Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Ketua DPRD Surabaya Armudji.

Risma diperiksa selama dua jam. Ia mengaku dicecar 14 pertanyaan oleh penyidik.

Datang sekitar pukul 13.00 Wib, Risma terlihat keluar dari ruang penyidik sekitar pukul 14.55 WIB. Usai keluar dari ruang penyidik, Risma mengaku diperiksa terkait dengan persoalan lepasnya aset Pemkot Surabaya yang kini tengah ditangani oleh Kejaksaan.

“Ada kata kuncinya yang tadi sempat diperiksa dan banyak, yang ada 14 item (pertanyaan),” ujarnya, Kamis (20/6/2019).

Risma menambahkan, saat diperiksa, ia menceritakan jika untuk merebut aset pemkot tersebut, pihaknya sudah pernah mengirimkan surat ke KPK (minta bantuan) untuk menyerahkan aset itu ke pengelola yang di Pemkot tahun 2012. “Tapi saat itu ada penolakan YKP itu aja,” tambahnya.

Dikonfirmasi mengapa baru dilaporkan? Risma mengatakan tidak pernah berhenti untuk berupaya merebut aset tersebut. Selain berkirim surat ke KPK, pihaknya juga sudah pernah berkirim surat ke gubenur dan kejaksaan.

“Kita tidak berhenti jadi setelah 2012, kita kirim surat terus. Saya kirim surat ke gubernur, kirim surat ke KPK kemudian ke sini (kejaksaan). Kami tidak berhenti melainkan panjang rangkaiannya itu,” tambahnya.

Disinggung soal bukti kepemilikan, Risma mengaku jika modal awal saat pendirian YKP itu berasal dari Pemkot Surabaya.

“Bukti yang dimiliki Pemkot adalah YKP itu milik Pemkot yaitu awal modalnya dari Pemkot dan modalnya masih dihitung. Bukti yang diserahkan tadi surat-suratku ke YKP, kemudian YKP balas, itu kan ada,” tegasnya.

Armudji Pernah Ditunjuk Jadi Pengurus YKP

Sedangkan Armudji, diperiksa karena pernah terima Surat Keputusan (SK) kepengurusan di Yayasan Kas Pembangunan (YKP) pada 2002. Armudji diperiksa selama 6 jam oleh penyidik. Ia dicecar 20 pertanyaan.

Hal ini diakui Armudji setelah keluar dari ruang penyidikan sekitar pukul 15.55 WIB. Ia menyatakan, sekitar tahun 2002 dirinya memang pernah menerima SK sebagai pengurus YKP. Namun, meski menerima SK, ia mengaku tidak pernah mengurusi YKP.

“Kita pernah menerima SK kalau ga salah tahun 2002. Tapi kita tidak pernah mengurusi YKP. Tetapi, mereka yang mengambil atau yang ditetapkan kembali menjadi pengurus YKP kembali dengan SK kalau nggaK salah tahun 2001. Itulah kronologi yang kami tahu, sepengetahuan saya ceritakan ke penyidik,” ungkapnya.

Ia pun menceritakan, jika modal awal adanya YKP berawal dari Pemkot Surabaya. Termasuk diantaranya adalah tanah-tanah HPL (Hak Pengelolaan Lahan) adalah milik Pemkot Surabaya.

Dikonfirmasi mengenai hasil Pansus Hak Angket yang pernah digulirkan oleh DPRD Surabaya pada 2012 lalu, politisi PDIP ini mengatakan jika pada saat itu pansus sudah menghasilkan rekomendasi.

“Rekomendasinya adalah meminta Pemkot supaya mengambil alih aset-aset yang ada di YKP. Rekomendasinya sampai saat ini masih ada,” katanya.

Apakah rekomendasi itu terlaksana? Armudji menjelaskan, jika itu tidak pernah terlaksana. Justru, kantor Satpol PP yang ada sekarang, digugat oleh YKP.

“Belum pernah terlaksana (rekomendasi). Justru pemkot digugat YKP, kantor Satpol PP itu. Pernah ribut itu. Rekam jejak di media bisa dilihat waktu itu digugat sama PT YEKAPE. Pemkot ngalah. Kantor Satpol PP yang saat ini. Tapi aneh kenapa YKP bisa menguasai aset-aset Pemkot,” tandasnya.

Sementara itu, Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, keterangan Armudji diakui cukup membantu penyidik, karena ia dianggap mengetahui secara persis cerita dari YKP.

“Beliau menjadi anggota dewan di Surabaya cukup lama dan pernah menjadi pengurus YKP. Keterangannya cukup membantu penyidik. Ada 20 pertanyaan tadi,” tegasnya.

Sebelumnya, kasus korupsi YKP pernah beberapa kali mencuat. Bahkan pada tahun 2012 DPRD kota Surabaya pernah membentuk Pansus dengan memanggil semua pihak ke DPRD.

Saat itu Pansus Hak Angket memberikan rekomendasi agar YKP dan PT YEKAPE diserahkan ke Pemkot Surabaya. Karena memang keduanya adalah aset Pemkot. Namun pengurus YKP menolak menyerahkannya.

Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah berasal dari Pemkot.

Yaitu tanah negara bekas Eigendom verponding. Bukti YKP itu milik Pemkot sejak pendirian Ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Wali Kota Surabaya saat itu, Sunarto.

Padahal, saat itu ada ketentuan UU No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan. Akhirnya tahun 2000 Wali Kota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua.

Namun tiba-tiba tahun 2002, Wali Kota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP. Sejak saat itu pengurus baru itu diduga mengubah AD/ART dan secara melawan hukum memisahkan diri dari Pemkot.

Hingga tahun 2007, YKP masih setor ke Kas Daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai triliunan rupiah. eno

Foto

Tampak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Ketua DPRD Surabaya Armuji sesaat usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejati Jatim, Kamis (20/6/2019). Henoch Kurniawan