Pesan Nabi saw: "Ambillah (kunci Ka’bah), Oh Bani Talha, sampai pada hari kiamat, dan ini tidak akan diambil dari Anda kecuali oleh seorang tiran yang tidak adil dan menindas.(FT/Marketplace)

Tahukah anda bahwa selama ini profesi yang memegang kunci Ka’bah ternyata hanya jalur dari satu keluarga. Sebuah tradisi yang tak dilembagakan tetapi berjalan tertib berdasar pesan Nabi dan ayat Allah swt.

PERWALIAN Ka’bah yang dilambangkan dengan ‘kepemilikan Kunci Ka’bah’ sampai kini masih diwariskan oleh anak-anak Syaybah dan penerus mereka. Sebuah tradisi yang telah dilembagakan sangat lama dan sudah berlangsung semenjak Nabi Muhammad saw setelah penaklukan Makkah (Fathu Makkah) yang terjadi pada tahun kedelapan setelah Hijrah.

Setelah itu, Nabi saw mempercayakan kunci kota tersebut kepada Utsman Ibn Abi Talha dan menganggap pengurus Ka’bah secara unik dan kekal diberikan atas keturunan anak-anak Syaybah.

Kala menyerahkan kunci itu Nabi saw berkata: “Ambillah (kunci Ka’bah), Oh Bani Talha, sampai pada hari kiamat, dan ini tidak akan diambil dari Anda kecuali oleh seorang tiran yang tidak adil dan menindas.”

Seperti dilansir Al Arabiya atas titah nabi itulah, pada gilirannya menjelaskan mengapa tradisi ini kemudian  diwarisi oleh para keturunan atau anak-anak  Syaybah dan penerus mereka sampai sekarang.

Sarjana dan peneliti Islam Mohi Eddin al-Hashemi, yang mengkhususkan diri pengkajian dua Masjid Suci (Masjid Nabawi dan Masjid Al Haram), mencatat bahwa kisah perwalian Ka’bah suci pertama kali dilembagakan semenjak masa Nabi Ibrahim. Kala itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail untuk mengangkat fondasi Ka’bah. Makanya, mulailah tradisi dan perwalian Ka’bah.

Yang terakhir mencakup pemeliharaan semua hal yang berkaitan dengan al-Musharrafah (Ka’bah Suci) mulai dari pembukaan dan penutupannya. Dan untuk melestarikan keabadiannya serta memantau pengunjungnya, maka semua pemantauan semua urusan yang berkaitan dengan Ka’bah Suci juga terdiri dari pengawasan mausoleum Nabi Ibrahim.

Al-Hashimi menambahkan bahwa Nabi Ibrahim mempercayakan gilirannya, perwalian Ka’bah kepada anaknya Ismail, yang meneruskan tradisi sampai kepergiannya. Setelah itu, tradisi tersebut diambil alih dari putra Ismail melawan keinginan mereka oleh suku Jarham (Banu Jarhma). Kemudian, datang juga untuk dibawa secara paksa ke suku Khuzaah (Bani Khuzaah), namun kepemilikannya kembali oleh Qusai ibn Kilab ibn Murrah, yang merupakan kakek buyut Muhammad Muhammad dan keturunan Ismail.

Selanjutnya alih perwalian hingga yang terakhir dipercayakan kepada Qusai ibn Kilab. Dia memiliki tiga anak laki-laki yaitu Abd al-Dar kakek buyut Shaiba ibn Hasyim yang lebih dikenal dengan Abdul Mutallib), Abd Manaf (kakek buyut nabi Muhammad) dan Abd al-Uzza. Abd Manaf sangat dihormati di antara suku-suku dan dihormati karena kebijaksanaan serta ketentramannya selama masa hidupnya, Kenyaaan iniah yang  mendorong Qusai untuk mempercayakan penanganan Ka’bah kepada Abd Manaf. Namun, sesaat sebelum kematian Qusai sebagai cara untuk menghormati anak sulung Abd al-Dar, dia mempercayakan kepadanya semua hak dan kekuatannya termasuk pengamanan Ka’bah.

Al-Hashimi menambahkan bahwa Nabi Ibrahim mempercayakan, pada gilirannya, perwalian Ka’bah kepada anaknya Ismail, yang meneruskan tradisi sampai meninggal dunia. Setelah itu, tradisi tersebut diambil alih dari putra Ismail melawan keinginan mereka oleh suku Jarham (Banu Jarhma).

Kemudian, datang juga masa di mana kunci Ka’bah dibawa secara paksa oleh  suku Khuzaah (Bani Khuzaah). Namun beberapa wakt kemudian kepemilikan kunci ini kemudiam kembali kepada Qusai ibn Kilab ibn Murrah, yang merupakan kakek buyut Muhammad Muhammad dan keturunan Ismail, Pertama untuk melayani sebagai penjaga Ka’bah.

Selanjutnya semua hal yang berkaitan dengan kunci Ka’bah dipercayakan kepada Qusai ibn Kilab. Dia memiliki tiga anak laki-laki yaitu Abd al-Dar kakek buyut Shaiba ibn Hasyim yang lebih dikenal dengan Abdul Mutallib), Abd Manaf (kakek buyut nabi Muhammad) dan Abd al-Uzza.

Abd Manaf sangat dihormati di antara suku-suku dan dihormati karena kebijaksanaan dan ketentramannya selama masa hidupnya. Hal itulah yang kemudian mendorong Qusai untuk mempercayakan penanganan Ka’bah kepada Abd Manaf.

Namun, sesaat sebelum kematian Qusai sebagai cara untuk menghormati anak sulung Abd al-Dar, dia mempercayakan kepadanya semua hak dan kekuatannya termasuk pengamanan Kabaa. Seperti yang dikemukakan oleh Mohi Eddin al-Hashimi, pemeliharaan Ka’bah diwarisi oleh anak sulung dari setiap keluarga. Hal ini dilalui sampai dipindahkan ke Utsman Ibn Talha yang tinggal di masa nabi.

Seperti yang dilaporkan oleh Utsman Ibn Talha pada hari kemenangan Islam atas Makkah, utusan Allah memasuki Makkah pada tahun kedelapan Hijrah, dan ketika mereka memasuki Ka’bah mereka menemukannya dalam kondisi terkunci.

Mendapati hal itu mereka bertanya siapa yang menjaga kuncinya? Dan mereka menemukannya pada Utsman Ibn Talha. Meski begitu, dia r ini adalah orang yang tidak beriman sehingga setelah mengetahui tentang kedatangan nabi Muhammad dia mengunci pintu.

Maka saat nabi Muhammad  SAW memasuki Makkah, orang-orangnya menerima Islam, namun Utsman bersembunyi. Nabi Muhammad kemudian memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk mengambil kunci dari Utsman. Ali pergi menemui Utsman, dan meminta kuncinya. Namun, Utsman tidak memberikannya kepadanya. Ali kemudian menyambar kuncinya darinya sehingga sang nabi dapat masuk ke Ka’bah. Mereka membuka pintu dan nabi memasuki Ka’bah dan berdoa serta melakukan shaat sunat dua rekaat.

Pada saat itu, Abbas Ibn Abd Al-Muththalib, paman nabi, ada di sana dan meminta agar kunci Ka’bah harus dijaga oleh sebuah keluarga. Pada saat yang bersamaan  Rasullah SAW mendapat sebuah ayat yang diwahyukan saat beliau di dalam Ka’bah itu.

Maka keluarga Sheba mendapat amanat sebagai penjaga Ka’bah., Dan mereka adalah penjaga karena Allah yang menginginkannya dengan mengungkapkan satu-satunya ayat Alquran yang diwahyukan di dalam Ka’bah di Masjid al-Haraam. “Sesungguhnya Allah menuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerima, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkannya dengan adil…” (4:58/An-Nisaa 58).

Segera setelah ayat itu diturunkan, Nabi Muhammad memerintahkan Ali untuk mengembalikan kunci ke Utsman Ibn Talhai. Ali kemudian pergi ke Utsman dan mengembalikan kunci itu dan mengajukan permintaan maaf atas kesalahan yang telah dia lakukan kepadanya dengan mengambil kunci secara paksa.

Tindakan Ali  ini mengejutkan Utsman, yang tidak percaya Ali mengembalikan kunci untuknya seperti yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW kala menaklukan Makkah. Ali menjelaskan kepadanya bahwa tindakan pengembalian itu sebuah ayat diturunkan Allah kepada Rasulullah saw. (net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry