Rudi Umar Susanto, M.Pd – Dosen Matakuliah Bahasa Indonesia dan Pengajaran Sastra, Prodi S1 Pendidikan Bahasa Inggris

PENGAJARAN sastra melalui proses pembelajaran di bangku sekolah belum mendapatkan hasil yang maksimal jika ditinjau dari aspek kreativitas dan humanitas.

Padahal aspek yang diperlukan dalam membuat sastra adalah kreativitas baik sebagai pencipta begitu pula dalam mengapresiasikan sastra selaku penikmat karya sastra.

 Peranan guru diperlukan dalam menciptakan model pembelajaran sastra. Oleh karena itu seorang guru mengetahui hakikat dari sastra serta hakikat dari pengajaran sastra.

Melihat problematika tersebut, perlu inovasi baru terhadap konsep pengajaran apesiasi sastra, salah satunya menggunakan metode Moody.

Sebelum kita sampai pada pembicaraan mengenai konsep pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui prinsip ganda karya sastra.

Menurut Moody (1971) karya sastra memiliki prinsip ganda sebagai berikut: pertama, sastra sebagai pengalaman dan kedua, sastra sebagai bahasa.

Sastra sebagai pengalaman artinya sesuatu yang harus dihayati, dinikmati, dirasakan dan dipikirkan.

Berdasarkan prinsip ini, karya sastra yang kita sajikan dalam pengajaran apresiasi sastra hendaknya menyajikan pengalaman baru yang kaya bagi para siswa.

Oleh karena itu, karya sastra tersebut harus memberikan pengaruh kepada kehidupan para siswa.

Hal yang terutama harus dilakukan guru sastra adalah memberikan bimbingan agar para siswa menemukan makna karya sastra menurut mereka sendiri. Sikap yang paling tepat yang harus ditunjukkan guru sastra dalam kaitan ini adalah sikap ‘pasif-bijaksana’.

Artinya, guru lebih banyak memberikan kebebasan kepada para siswa untuk memberikan tafsiran. Ia hanya ‘berbicara’ pada saat yang benar-benar dibutuhkan.

Prinsip ganda berikutnya adalah sastra sebagai bahasa. Sebuah komunikasi yang menggunakan bahasa, karya sastra menggunakan teknik-teknik pemakaian unsur kebahasaan, misalnya pernyataan, keterangan, pembandingan, ungkapan, nada, dan tekanan kalimat.

Karya sastra harus dipelajari melalui analisis verbal. Guru sastra hendaknya memahami seluk-beluk kebahasaan yang dipakai dalam karya sastra yang disajikan kepada para siswa.

Setelah memahami prinsip ganda yang terdapat dalam karya sastra, marilah kita menelusuri tata cara penyajiannya. Menurut Moody (1971) pembelajaran apresiasi sastra mengikuti tahapan sebagai berikut.

  1. Pelacakan pendahuluan

Pada tahap ini guru mempelajari karya sastra. Pemahaman terhadap karya sastra penting agar guru dapat menentukan strategi yang tepat, dapat menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian yang khusus dari siswa.

  1. Penentuan sikap praktis

Penentuan sikap praktis di sini adalah bagaimana guru menentukan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan penyajian pembelajaran apresiasi sastra. Pada tahap ini guru harus menentukan karya sastra mana yang akan disajikan.

Karya sastra yang akan disajikan hendaknya tidak terlalu panjang. Usahakan karya sastra yang bisa disajikan dalam satu pertemuan.

  1. Introduksi

Pada tahap ini guru memberikan informasi awal berupa uraian singkat mengenai karya yang disajikan, termasuk juga informasi mengenai pengarangnya dan karya pengarangnya yang lain.

  1. Penyajian

Pada tahap ini kita sebagai guru harus meyakini terlebih dahulu hakikat sastra yang bersifat lisan, khususnya puisi.

Pada tahap ini, khususnya puisi lebih baik dibacakan dulu secara nyaring. Pembaca puisi tidak mesti selalu guru, tetapi bisa saja para siswa sendiri. Walaupun demikian, suara guru sebenarnya lebih mereka sukai. Hanya, kelemahannya mereka cenderung meniru apa yang dilakukan gurunya.

Lagi pula, tidak setiap guru sastra mampu membacakan puisi dengan baik. Jadi, yang jadi model pembacaan puisi tidak mesti selalu guru.

  1. Diskusi

Pada tahap ini berikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk memberikan tafsiran, walaupun pada bagian tertentu guru sedikit demi sedikit memberikan kondisi agar mereka mampu menangkap makna karya sastra yang sedang dipelajari.

Pada bagian ini beri siswa kesempatan untuk menyampaikan tanggapan tanpa campur tangan guru.

  1. Pengukuhan.

Pengukuhan di sini maksudnya langkah ini akan lebih mengukuhkan pemahaman siswa terhadap karya sastra yang dipelajari.

Pengukuhan ini bisa dilakukan secara lisan, bisa pula secara tertulis. Pengukuhan yang bersifat lisan misalnya dengan cara mengusahakan agar tiap siswa membacakan puisi di depan kelas.

Sesuai penjelasan di atas, sastra sebagai pengalaman artinya sesuatu yang harus dihayati, dinikmati, dirasakan dan dipikirkan.

Berdasarkan prinsip ini karya sastra yang kita sajikan dalam pengajaran apresiasi sastra hendaknya menyajikan pengalaman baru yang kaya bagi para siswa. Oleh karena itu, karya sastra tersebut harus memberikan pengaruh kepada kehidupan para siswa. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry