Emil dan Presiden Jokowi. Kemungkinan Presiden oke, meski PDIP gibras-gibras. (FT/BINGTANG.COM)

SURABAYA | duta.co – ‘Pertempuran’ Pilgub Jatim 2018, bakal semakin seru.  Jago PKB dan PDIP, Gus Ipul- Azwar Anas yang juga dikenal sebagai  pasangan ‘ijo-ijo’, itu diyakini bakal kesulitan menggarap daerah merah. Sementara, Khofifah Indar Parawansa (KIP) hampir dipastikan bakal menggaet tokoh Mataraman dengan dukungan basis merah.

Apalagi, keseriusan Partai Demokrat mengusung Khofifah Indar Parawansa (KIP) menjadi Cagub Jatim pada Pilgub Jatim 2018 semakin mendekati kenyataan. Partai berlambang Segitiga Mercy itu tengah mematangkan Cawagub yang cocok untuk dipasangkan dengan Khofifah supaya dapat memenangkan kontestasi politik lima tahunan di Jatim.

Sekretaris DPD Partai Demokrat Jatim, Renville Antonio menyatakan, sosok yang paling pas untuk pasangan Khofifah di Pilgub Jatim mendatang adalah Bupati Trenggalek Emil Elistianto Dardak. Pasalnya, dia salah satu pemimpin muda yang berprestasi di Jatim.

“Emil ini sosok yang bisa diterima oleh semua Parpol yang akan bersama-sama mengusung Khofifah di Pilgub nanti,” ujar Renville Antonio saat dikonfirmasi Selasa (24/10/2017) malam.

Pertimbangan lainnya, kata Renville sosok Emil juga bisa merepresentasikan tokoh wilayah Mataraman dalam duet kepemimpinan Jatim ke depan. “Kepemimpinan yang diterapkan Emil di Trenggalek mirip dengan kepemimpinan Pakde di Jatim selama ini. Karena itu kalau dia ditarik memimpin Jatim bersama Khofifah, sangat pas dan bagus untuk Jatim ke depan,” dalih wakil ketua Komisi C DPRD Jatim ini.

Disinggung soal adanya klaim bahwa Emil Dardak adalah kader PDIP sehingga mustahil dia mau dipasangkan dengan Khofifah, dengan diplomatis, Renville mengatakan klaim tersebut tidak benar sepenuhnya karena parpol pengusung Emil di Pilkada Trenggalek lalu bukan hanya PDIP.

“Justru Partai Demokrat yang awal-awal bersama PAN mengusung Emil untuk maju di Pilkada Trenggalek. Sehingga tidak benar bila Emil itu milik PDIP,” tegas Renville Antonio.

Sebelumnya, Ketua DPD PDIP Jatim Kusnadi menjamin 1 juta persen kalau Bupati Trenggalek Emil Dardak tidak akan maju di Pilgub Jatim, apalagi dipasangkan dengan Khofifah Indar Parawansa. Sebab dia sudah berjanji di hadapan Ketum DPP PDIP Megawati. “Saya jamin 1 juta persen, Emil tidak mau dipasangkan dengan Khofifah sebab dia adalah kader PDIP sehingga harus patuh dan mengawal rekomendasi DPP terkait Pilgub Jatim,” tegas Kusnadi. Tetapi, semua serba mungkin, namanya juga politik?

Sementara pengamat politik di Jatim memprediksi jika pasangan Khofifah-Emil jadi maju di Pilgub Jatim 2018, maka kontestasi Pilgub Jatim mendatang bakal seru dan berkualitas karena rekrutmen kepemimpinan mampu merepresentasikan kader-kader terbaik di Jatim. Hal ini juga sejalan dengan tugas parpol untuk menyediakan regenerasi kepemimpinan bagi masyarakat.

“Ini akan dicatat sebagai sumbangsih parpol terhadap masyarakat,” kata Mochtar W Oetomo pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) saat dikonfirmasi Selasa (24/10).

Sayangnya, keinginan masyarakat tersebut seringkali berlawanan dengan keinginan (ego) parpol yang berusaha memenangkan kontestasi Pilgub Jatim dengan mudah. Sehingga sah-sah saja parpol menghambat calon tertentu yang diinginkan masyarakat dan parpol lain supaya calon lain yang sudah didukung parpol tersebut dapat menang dengan mudah.

“PDIP berusaha mencegah Emil maju di Pilgub Jatim itu hal yang wajar, sebab PDIP sudah memutuskan mengusung pasangan Gus Ipul-Anas. Jadi semua bergantung pada Emil sebab kesempatan seperti ini belum tentu 5 tahun lagi datang lagi,” tegas Mochtar.

Terpisah, pengamat politik dari Unibraw Malang, Faza Dora Nailufar juga menyatakan fenomena antar parpol berusaha menghambat kompetitor itu hal yang wajar. Pasalnya, berdasarkan hasil survey Cagub Gus Ipul dan Khofifah relatif berimbang sehingga penentunya pada sosok Cawagub yang dipilih menjadi pasangan.

Pengamat politik dari Unibraw Malang, Faza Dora Nailufar. (FT/DUTA.CO/SUUD)

“Sosok yang dapat mengimbangi popularitas Anas sebagai Cawagub adalah Emil Dardak. Sebab dia sama-sama muda, kepala daerah yang berprestasi dan selebritasnya tinggi sehingga bisa menjadi vote getter, serta sama-sama pernah berkecimpung di NU menjadi ketua PCI saat kuliah di luar negeri,” jelas Faza Dora.

Ia juga mengingatkan bahwa politisi pindah-pindah partai itu wajar asal dia mendapatkan momen yang tepat dan memiliki modal sosial yang cukup  besar. Faza menyontohkan, Ahok dulunya didukung Gerindra maju di Pilgub DKI Jakarta berpasangan dengan Jokowi. Namun di Pilgub berikutnya justru dia meninggalkan Gerindra dan lebih memilih PDIP. “Semua bergantung pada Emil, apakah dia berani meninggalkan PDIP dengan segala resikonya atau tidak,” ungkap dosen FISIP Unibraw ini. (ud)