Wakil Ketua MPR RI Dr H Hidayat Nur Wahid (IST)
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (IST)

JAKRTA | Duta.co – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid atau akrab disebut HNW menegaskan, pelaporan terhadap Ketum PDIP  Megawati Soekarnoputri merupakan ujian bagi Polri. Proses hukumnya harus tetap dijalankan seperti halnya laporan-laporan lainnya.

“Prinsipnya, sebagaimana hukum diberlakukan kepada yang lain, hukum juga harus ditegakkan kepada siapa pun, tanpa pandang bulu. Begitulah negara hukum sebagaimana yang diajarkan founding fathers kita,” ujar HNW di kompleks Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta,  Rabu (25/1/2017).

Seperti diberitakan duta.co, Megawati dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Baharuzaman, mantan ketua FPI Jakarta Pusat yang juga ketua LSM Aliansi Anak Bangsa Gerakan Anti Penodaan Agama. Laporan telah mendapatkan nomor dari Bareskrim, yakni  LP/79/I/Bareskrim, tanggal 23 Januari 2017. Mega disangkakan pasal 156 dan atau 156a Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Laporan Baharuzaman mempersoalkan pidato Megwati pada acara peringatan HUT ke-44 PDIP di Jakarta Convention Center, 10 Januari 2017. “Para pemimpin yang menganut ideologi tertutup memosisikan diri mereka sebagai pembawa ‘self fulfilling prophecy’, para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana. Padahal, notabene mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya,” kata Megawati saat itu. Baharuzaman mengatakan, sebagai pemeluk Islam dirinya tersakiti karena rukun iman percaya Hari Akhir dianggap sebagai ramalan dalam pidato Megawati tersebut.

Hidayat Nur Wahid menyatakan, kasus Megawati akan menjadi batu ujian bagi Kepolisian untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan hukum tegak terhadap semua warga negara.

Untuk itu, masalah ini menjadi hal yang penting untuk disikapi secara profesional dan bijak oleh kepolisian.

“Siapa pun yang tidak bersalah, ya jangan dihukum. Tapi sebaliknya, siapa pun yang terbukti melakukan kesalahan, ya kan ada mekanisme proses hukum yang berlaku,” ujar dia.

Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pun kembali menegaskan bahwa kepolisian harus memberikan kepastian bahwa Indonesia adalah negara hukum.

“Semuanya harus betul-betul mendahulukan kemaslahatan umum dan bukan sesuatu yang bisa diartikan ini adalah upaya balas dendam, atau kriminalisasi. Semua diserahkan kepada hukum, apakah ada pelanggaran, atau tidak,” lanjutnya.

Sebelumnya, kepolisian dianggap tebang pilih dalam penindakan pencoret bendera merah putih, Nurul Fahmi (29), yang akhirnya mendapatkan penangguhan penahanan, Selasa (24/1/2017). Polisi dinilai tebang pilih dalam kasus yang menimpa Fahmi, hafiz Quran lulusan Madinah, yang ditangkap karena membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid dan bergambar dua pedang saat demo Front Pembela Islam (FPI) di depan Mabes Polri Jakarta, Senin (16/1/2017). Sebab, dalam kasus bendera bergambar Metalica dan wajah Iwan Fals serta bertuliskan Kita Indonesia,  polisi tidak bertindak. ful, net

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry