Terdakwa Yusa Cahyo Utomo. (FT/Budi Arya)

KEDIRI | duta.co – Yusa Cahyo Utomo (35), akhirnya menerima hukuman setimpal. Ia dijatuhi hukuman mati oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri atas kasus yang menyebabkan tiga orang dalam satu keluarga meninggal dunia.

Tragedi tewasnya satu keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak tersebut terjadi di Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Kamis 5 Desember 2024 lalu.

Total ada 4 orang yang menjadi Korban kebengisan pelaku. Tiga ditemukan meninggal di TKP, sedangkan 1 orang dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Ketiga korban yakni, Agus Komarudin (38) dan istrinya Kristina (34), serta anaknya CAW (12). Sementara anaknya yang berinisial SPY berusia 8 tahun harus menjalani perawatan intensif di Rumah sakit.

Diketahui, Yusa merupakan adik Kandung Kristina. Dari fakta persidangan juga diketahui bahwa terdakwa Yusa pertama kali memukul kepala kakaknya Kristina, kemudian suami kakaknya Agus Komarudin sebelum akhirnya menghabisi nyawa keponakannya CAW. Ia tega menghabisi nyawa kakaknya lantaran kesal tidak diberi pinjaman uang.

Yusa divonis hukuman mati oleh majelis hakim dalam Sidang yang digelar di Ruang Cakra PN Kabupaten Kediri pada Rabu (13/8/2025). Majelis hakim menyatakan Yusa terbukti bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, serta Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan pidana mati,” ucap Dwiyantoro, Ketua majelis hakim yang memimpin persidangan.

Mendengar keputusan hakim, wajah tegang dan pasrah terlihat dari terdakwa Yusa. Ia kemudian berkomunikasi dengan Penasihat hukumnya dan memutuskan untuk melakukan banding.

Saat digiring petugas menuju ruang tahanan, Yusa menyampaikan pesan menyentuh. Ia mengaku menyesal dan akan mendonorkan organ tubuhnya.

“Kalau saya diberikan hukuman seperti ini, memang konsekuensi. Saya berpesan di akhir hidup saya, ingin mendonorkan organ saya (yang masih berfungsi) kepada orang lain,” ucap Yusa lirih.

Sementara itu, Penasihat hukum terdakwa, Mohammad Rofian menyatakan keberatan atas putusan hukuman mati yang diterima kliennya. Ia menilai majelis hakim mengabaikan beberapa poin penting dalam pembuktian perkara.

“Tidak ada ahli forensik dan psikologi forensik yang didatangkan. Padahal, itu seharusnya menjadi pertimbangan,” ungkap Rofian.

Rofian juga mempertanyakan unsur pembunuhan berencana dalam kasus ini. Ia mencontohkan, saat kejadian terdakwa berada di dekat peralatan kerja ayahnya yang seorang tukang kayu terdapat pisau, sabit, dan palu.

“Kalau dia berencana membunuh, mengapa yang dipilih palu, bukan pisau? Hal ini tidak dipertimbangkan,” ujarnya.

Atas sejumlah alasan tersebut, tim penasihat hukum memastikan akan menempuh upaya hukum lanjutan. “Beberapa hal inilah yang akan kami tuangkan dan sampaikan dalam memori banding,” pungkas Rofian. (bud)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry