PASURUAN | duta.co – Kebijakan 5 hari sekolah yang diberlakukan oleh Mendikbud, Muhadjir Effendy, menuai penolakan dari PC LP Ma’arif NU Kabupaten Pasuruan. Bahkan, kebijakan tersebut dianggap sengaja untuk mematikan dunia pendidikan Madrasah Diniyah (Madin) yang lahir dari keinginan masyarakat untuk menopang akhlaq dari anak bangsa yang mulai terkikis.
Humas PC LP Ma’arif NU Kabupaten Pasuruan, Rif’an, kepada duta.co, mengatakan, bahwa kebijakan itu berbenturan dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan PC LP Ma’arif. “Kami tak sependapat dengan kebijakan Mendikbud. Kami melihatnya dari dasar PP nomor 19 tahun 2017 tentang ANS diberlakukan 5 hari kerja. Tapi gak bisa dibuat acuan di lingkungan pendidikan,” katanya, Senin (12/6) siang.
Ia menjelaskan, kebijakan tersebut adalah produk hukum yang terindikasikan elitis dan tidak didasari oleh kajian yang komprehenshif. Bahkan terkesan tiba-tiba dan top down. Penerapan 5 hari sekolah justru akan memberangus pendidikan keagamaan semisal Madin dan Pondok Pesantren yang sudah eksis selama puluhan tahun dan masyarakat sudah menerimanya.
Bahkan sebelum Indonesia merdeka, kata Rif’an, telah melahirkan banyak pejuang kemerdekaan dan yang mempertahankannya yang dilakukan para pendiri Republik ini. “Kami menduga Pemerintah sampai saat ini telah sengaja tidak melaksanakan dengan proporsional amanat UUD RI tahun 1945, Pasal 31, ayat 3 dan 5 tentang tujuan pendidikan nasional,” ujar Rif’an.
Tentunya dalam hal ini yang harus digarisbawahi yakni meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam mencerdaskan bangsa dan dasar pendidikan.
“Ini bisa dilihat dari ketersediaan jam pelajaran agama di lingkungan formal yang tidak beranjak dari 3 jam per minggunya. Bahkan justru pada era Mendikbud sekarang ini terjadi kemunduran dalam penerapan K13.
Apalagi 5 hari sekolah, “bebernya.
Ia menambahkan, kebijakan 5 hari sekolah justru tidak sejalan dengan janji Presiden Jokowi tentang revolusi mental atau jauh panggang dari api alias omong kosong.
Justru kebijakannya lebih fokus untuk sektor Pariwisata dan dilaksanakan libur 2 hari yakni Sabtu dan Minggu, untuk mendokrak Pariwisata wisman dalam negeri. Sehingga dengan libur itu, masayarakat terbuai libur 2 hari dan sudah menjadi tradisi.
“Masyarakat terkecoh dengan isu isu 6 bulan terakhir ini, bahkan dengan masuknya bulan Ramadhan yang memang harus khusyuk dalam beribadah dan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK yang beruntun sehingga mereka lupa untuk mengkritisi kebijakan Mendiknas yang sangat dan amat tidak bijak ini. Kami memandang bahwa sekarang kita harus segera bermunajat kepada Allah SWT,” ucap dia.
Karena itu, pihaknya berencana gelar istighotsah secara bersama sama di gedung DPRD dan depan gedung kantor Diknas Kabupaten Pasuruan utamanya oleh semua elemen Madin dan Pondok Pesantren serta para Muhibbin yang formal. “Bila kita telat maka akan berdampak fatal untuk suksesnya pendidikan nasional sesuai amanat konstitusi tersebut dan nantinya madin secara perlahan akan mati,”terangnya.
Karenanya momentum puasa tidak menjadi halangan pihaknya untuk menyampaikan penolakan terhadap kebijakan yang menelantarkan, bahkan mematikan pendidikan agama dan keagamaan.
“Kapan bangunan pendidikan di Indonesia ini akan berhasil meluluskan kader-kader bangsa yang religius, cerdas dan berkarakter tinggi kalau peserta didiknya hanya dicekoki angka-angka,”pungkasnya. (dul)