Tampak jumpa pers PBNU tentang FDS atau Program Penguatan Karakter (PPK) oleh Kemendikbud. (FT/DUTA.CO/HUDA)

JAKARTA | duta.co – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menegaskan menolak kebijakan tentang sehari sekolah penuh (full day school – FDS) dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy beberapa waktu lalu. “Ini jelas kebijakan yang keliru dan membuat kegaduhan di kalangan masyarakat bawah,” begitu Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saat jumpa pers di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (15/6/2017)

Karena itu, PBNU meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut (membatalkan) kebijakan lima hari sekolah (LHS). “Kalau tidak dibatalkan, jangan salahkan warga NU turun ke jalan menentang kebijakan tersebut,” ungkapnya.

Menurut Kiai Said, PBNU memberikan solusi untuk mendukung penuh pentingnya pendidikan karakter sebagaimana termaktub dalam nawacita untuk dilaksanakan dalam bentuk kebijakan kreatif yang selaras dengan wisdom lokal yang tumbuh sesuai kultur di masyarakat, sehingga tidak menimbulkan gejolak. “Negara perlu mengafirmasi usaha pembentukan karakter masyarakat tersebut,” ujarnya

Dijelaskan Kiai Said, pembentukan karakter dengan menambah waktu atau jam sekolah merupakan dua hal yang berbeda, bahwa pembentukan karakter tidak secara otomatis bisa dicapai dengan jalan menambahkan jam sekolah. “Kalau dilihat dari perspektif regulasi, FDS di sekolah jelas bertentangan dengan undang-undang yakni pasal 51 UU Sisdiknas tentang pengelolaan satuan pendidikan usia dini, dasar dan pendidikan menengah,” ungkapnya

Hasil kajian LP Maarif, kata Kiai Said, menunjukan bahwa mayoritas sekolah belum siap menerima kebijakan FDS. Kesiapan itu menyangkut banyak hal antara lain terkait fasilitas yang menunjang kebijakan lima hari sekolah/delapan jam pelajaran. “Jadi tidak semua orang tua bekerja sehari penuh, tidak bisa disamakan orang tua di desa dengan perkotaan,” ujarnya.

Ketua LP Maarif NU, Arifin Djunaidi menjelaskan bahwa istilah lima hari jam sekolah dengan FDS tidak ada perbedaannya. Hanya perbedaan istilah yang intinya semua sama. “Istilah lima hari sekolah itu dilontarkan setelah LP Maarif protes kepada Kemendikbud, makanya diganti istilah itu, kalau intinya ya sama saja, FDS,” ujarnya.

Sementara, Ari Santoso, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) menjelaskan, bahwa kebijakan dimaksud adalah Program Penguatan Karakter (PPK) anak didik kita, bukan full day school seperti yang kita kenal selama ini.

“Kalau FDS itu semua materi diatasi sekolah. Sementara PPK tidak, pihak sekolah justru bermitra dengan lembaga-lembaga lain. Misalnya yang terkait masalah agama Islam akan bekerjasama dengan diniyah atau Taman Pendidikan Alquran (TPQ). Yang terkait dengan seni atau budaya, sekolah akan bekerjasama dengan lembaga senafas (seni dan budaya),” jelasnya kepada duta.co, Kamis (15/6/2017).

Dalam program ini (PPK red.), lanjut Ari, sekolah didorong untuk menggalang kolaborasi, sinergitas dengan berbagai sumber belajar. “Sumber belajar di luar sekolah itu banyak sekali. Selain agama, ada yang terkait dengan sains, seni dan budaya, sastra, olahraga. Ini yang harus digarisbawahi. Di sini guru akan mengajak siswa-siswinya mendatangi tokoh atau lembaga  yang memiliki kompetensi sebagai narasumber,” jelasnya.

Ditanya tentang kuatnya penolakan, Ari Santoso mengaku bisa memahami, karena mungkin saja belum sampainya informasi secara utuh. Sekedar contoh, munculnya persepsi bahwa kebijakan ini akan diterapkan secara serentak, padahal tidak. “Ini gradual, bertahap. Bagi sekolah yang belum mampu, maka, tugas kita bersama penyelenggara untuk bersama-sama melengkapi sumber daya yang diperlukan,” tegasnya.

Sekedar tahu, tambah Ari, bahwa, sekarang ini jumlah sekolah yang menyatakan siap menerapkan lima hari sekolah dalam sepekan, semakin banyak. Tahun ini (2017) estimasinya 5.000 sekolah, tetapi, kenyataan sampai 9.300 sekolah yang sudah mengajukan kesiapannya. Ini juga menunjukkan kesiapan SDM di sekolah tersebut.  “Maka, dengan Program Penguatan Karakter ini, sekaligus bisa memperbaiki kinerja guru. Guru tidak hanya terpaku pada nilai A saja,” jelasnya. (hud,ekp)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry