Ketua KPK Firli Bahuri (ft/kompas), Prabowo dan Cak Imin (ft kanan)

JAKARTA | duta.co – Kabar Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sedang mengincar kasus dugaan korupsi ‘kardus durian’ yang menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjadi perhatian publik.

Bahkan Wakil Sekjen PBNU Imron Rosyadi Hamid, memberikan apresiasi khusus. Beredar tiga respon PBNU. Pertama, PBNU mempersilahkan dan siap mengawal KPK untuk memeriksa kembali kasus2 lama yang menjadi perhatian banyak public. Ini lantaran korupsi merupakan ekstra ordinary crime yang sangat merugikan rakyat.

Kedua, KPK tidak boleh tebang pilih dalam memeriksa kasus-kasus lama yang menjadi perhatian public. Karena apa yang KPK lakukan terhadap kasus Tanah Bumbu yang menjerat Sdr Maming (mantan Bendum PBNU red) jauh lebih dulu terjadi (2011) daripada kasus Kardus Durian (2014), sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk memberikan perlakuan berbeda.

Ketiga, “PBNU akan selalu memberikan dukungan kepada semua penegak hukum, termasuk KPK dalam rangka memberantas dan melakukan pencegahan terhadap kejahatan korupsi,” demikian catatan atas nama Wakil Sekjen PBNU Imron Rosyadi Hamid periode 2022-2027 ini.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, menegaskan,  “Terkait dengan perkara lama tahun 2014 kalau tidak salah itu, yang disebut dengan ‘kardus durian’ ini juga menjadi perhatian kita bersama,” ujar Firli dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kamis (27/10).

Lebih lanjut, Firli meminta masyarakat untuk terus mengawal komisi antirasuah. Ia berjanji akan mengumumkan perkembangan dugaan kasus korupsi yang sedang ditangani. “Tolong kawal KPK ikuti perkembangannya dan KPK pastikan setiap perkara pasti disampaikan kepada rekan-rekan semua,” tuturnya.

Sebagai informasi, skandal kardus durian merupakan kasus dugaan korupsi terkait proyek Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi. Kasus ini menyeret Kepala Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Dadong Irbarelawan. Saat ini, kementerian tersebut telah berganti nama.

Dalam catatan kompas.com, Dadong ditangkap KPK pada 25 Agustus 2011 bersama atasannya yang bernama I Nyoman Suisnaya dan seorang pengusaha bernama Dharnawati. Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang senilai Rp 1,5 miliar dalam kardus durian dari Dhanawati yang menjadi kuasa direksi PT Alam Jaya Papua.

Di sinilah nama Muhaimin Iskandar terseret. Berdasarkan fakta persidangan, Jaksa menyebut uang di dalam kardus durian tersebut ditujukan untuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat itu, Muhaimin Iskandar. Menurut Jaksa, uang Rp 1,5 miliar itu merupakan commitment fee agar empat kabupaten yakni Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama mendapatkan alokasi PPID dari Kemenakertrans. Tujuannya, agar perusahaan Dharnawati menjadi rekanan proyek di empat kabupaten itu.

Lebih lanjut, Jaksa menuturkan setelah dana untuk empat kabupaten itu disetujui sebesar Rp 73 miliar, Nyoman meminta Dharnawati menyerahkan commitment fee sebesar Rp 7,3 miliar atau 10 persen dari nilai proyek. Uang tersebut sedianya diserahkan kepada orang dekat Cak Imin bernama Fauzi.  “Jumlahnya Rp 7,3 miliar, caranya terserah, yang penting uangnya didapat,” kata Nyoman saat itu.

Untuk membayar commitment fee, Dharnawati menemui Dadong guna melakukan pemindahbukuan rekening. Setelah uang Rp 1,5 miliar ditransfer, Dharnawati menyerahkan buku tabungan dan ATM ke Dadong.

“Dengan posisi saldo Rp 2 miliar yang merupakan commitment fee yang mana uang itu untuk diberikan kepada Muhaimin,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (12/3/2012). Dalam perkara ini, Dadong divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Sementara, Dharnawati divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. (mky, kompas.com)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry