Suasana Rukyatul Hilal, tahun 1438 H rukyatul hilal (awal Ramadan) dilakukan pada Jumat (26/5/2017). (FT/SISIDUNIALAIN.COM)

JAKARTA | duta.co – Jika tidak ada aral melintang (InsyaAllah) Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (NU) akan memantau 125 titik hilal pada hari Jumat (26/5/2017) untuk menentukan jatuhnya awal Ramadan. Ini sesuai dengan jadwal Kementerian Agama yang akan menggelar sidang isbat (penetapan) awal bulan Ramadan 1438H pada Jumat (26/5/2017).

“Ya! Sidang itsbat awal Ramadan akan dilaksanakan pada Jumat, 26 Mei 2017 di Auditorium HM Rasjidi, Kementerian Agama RI, Jl MH Thamrin No 6, Jakarta,” kata Plt Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin usai rapat persiapan Itsbat Awal Ramadhan 1438H di Jakarta, Rabu (17/5/2017).

Menurut Kamaruddin, sidang isbat akan dihadiri oleh Duta Besar negara-negara sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Mahkamah Agung, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Selain itu juga dihadiri Badan Informasi Geospasial (BIG), Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), Planetarium, Pakar Falak dari ormas-ormas Islam, Pejabat Eselon I dan II Kementerian Agama, dan Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama.

“Sidang itsbat merupakan wujud kebersamaan Kementerian Agama selaku Pemerintah dengan ormas Islam dan instansi terkait dalam mengambil keputusan, yang hasilnya diharapkan dapat dilaksanakan bersama,” ujarnya.

“Hasil Rukyatul Hilal dan Data Hisab Posisi Hilal awal Ramadhan 1438H akan dimusyawarahkan dalam sidang itsbat untuk kemudian diambil keputusan penentuan awal Ramadhan 1438H,” kata Kamaruddin seperti disiarkan laman Kemenag.

NU sendiri akan memberikan laporan hasil rukyat pada hari yang sama. Ketua Lajnah Falakiyah NU KH Ghazali Masruri mengatakan tahun ini selain dari titik pantau yang menjadi prioritas untuk laporan pemantauan, NU juga akan melihat pemantauan hilal di daerah-daerah pedalaman. “Kami akan menempatkan ahli rukyat di daerah-daerah seluruh Indonesia termasuk daerah terpencil dan terluar seperti di Yapen, Papua,” katanya.

Penambahan titik pantau ini adalah bagian dari perluasan pemantauan hilal di daerah yang masih dalam wilayah Indonesia. Meskipun sebenarnya sebelumnya seluruh daerah memiliki perwakilannya sendiri-sendiri tetapi hanya diambil beberapa saja.

“Indonesia ini merupakan negara kepulauan, sehingga sangat perlu untuk memantau hilal di setiap pulau baik yang biasa dilakukan maupun pulau-pulau terluar dan terpencil,” kata dia.

Pemantauan hilal ini dilakukan oleh orang yang ahli dan paham mengenai ilmu falakiyah. Lama pemantauan hilal bergantung dari banyaknya pengalaman setiap ahli.

Ahli falakiyah di Sukabumi, misalnya, dalam waktu enam menit setelah matahari tenggelam dapat segera membuat laporan mengenai apakah hilal sudah terlihat dan sesuai dengan syarat minimal bulan baru muncul. Tetapi untuk mereka yang masih baru biasanya membutuhkan waktu 45 menit untuk mengamati hilal.

Untuk mengamati hilal, para ahli biasanya sudah memiliki tempat yang paling baik untuk melihat hilal. Di Sukabumi misalnya, mereka biasa melihat hilal di Pelabuhan Ratu.

Tak hanya menggunakan pemantauan hilal, NU juga menggunakan metode hisab. Namun metode ini hanya dijadikan prediksi sedangkan kepastian tetap menunggu pemantauan hilal. Tak hanya hisab, mereka juga akan membahas penentuan awal Ramadhan ini dengan ahli astronomi yang dimiliki NU. (hud,rol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry