KUNJUNGAN: Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Peminatan Hukum Kesehatan saat mengunjungi RSJ Sambang Lihum, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Duta/Humas UHT

SURABAYA | duta.coBagi pasien gangguan jiwa yang dinyatakan sembuh oleh dokter, maka pasien tersebut harus dikembalikan kepada keluarganya. Namun, seringkali pasien yang dinyatakan sembuh ini justru ditolak oleh keluarga dan masyarakatnya. Sedangkan bila dikembalikan ke rumah sakit jiwa, maka beban rumah sakit jiwa dalam perawatan pasien tersebut menjadi bertambah. Hal ini terkait dengan pengelolaan anggaran dari pihak rumah sakit jiwa.

Persoalan inilah yang dilontarkan oleh Wakil Direktur Pelayanan dan Penunjang Medik RSJ Sambang Lihum, Gambut, Banjarmasin, Iswantoro saat berdiskusi dengan mahasiswa peminatan Hukum Kesehatan Program Studi Magister Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya yang sedang melakukan residensi atau kunjungan ke Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, Gambut, Banjarmasin, Propinsi Kalimantan Selatan, kemarin.

Kegiatan ini diikuti juga oleh Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya, Dr M Khoirul Huda, Sekretaris Program Studi Bambang Ariyanto, SH, MH, dan sekitar 25 orang mahasiswa Angkatan XI Peminatan Hukum Kesehatan

Iswantoro menjelaskan bahwa pasien yang sudah sembuh itu memang sudah ada bukti otentik dari pemeriksaan dokter. ”Pasien sudah sembuh, dan diperbolehkan untuk pulang. Dari dasar inilah, kami langsung mengantarkan pasien ke keluarganya,” ujarnya, Selasa (31/7/2018).

Nyatanya, bukti otentik dari dokter ini tidak sepenuhnya diterima oleh keluarga dan masyarakat. Yang terjadi justru, pihak keluarga bersama masyarakat sekitar meminta agar pasien ini dibawa lagi oleh pihak rumah sakit. Pihak keluarga dan masyarakat merasa tidak mampu menanggung resiko dan mengobati pasien tersebut. ”Ini kan dilema. Secara yuridis, ada kewajiban kita untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang mengalami gangguan jiwa. Disisi lain, bila pasien sudah sembuh, sudah kewajiban kita pula untuk mengembalikan kepada keluarga,” tandasnya.

Lalu mengapa pihak rumah sakit jiwa keberatan bila pasien dibawa lagi oleh pihak rumah sakit? Pertanyaan itulah yang dilontarkan oleh Jonathan, mahasiswa Program Studi Magister Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya. Iswantoro menjawab sebenarnya dari aspek pelayanan, pihak rumah sakit jiwa sama sekali tidak keberatan. Namun, pihaknya juga harus berpikir dalam konteks pengelolaan anggaran. RSJ Sambang Lihum adalah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dimana pengelolaan anggaran murni dikelola sendiri. ”Bagi pasien yang sudah dinyatakan sembuh, secara anggaran sebenarnya bukan tanggung jawab RSJ lagi. Namun, karena ada penolakan dari masyarakat, dari aspek kemanusiaan akhirnya tetap kita rawat,” ungkapnya.

Terkait pengelolaan anggaran, Iswantoro menambahkan bahwa pihaknya perlu menggandeng sejumlah dinas untuk sama-sama melakukan pemeliharaan pasien. Dinas yang sudah sering berkolaborasi adalah Dinas Sosial Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. ”Kerjasama dengan Dinas Sosial Kabupaten/Kota ini telah membantu kami dalam pengelolaan anggaran dan juga perawatan terhadap pasiennya,” tandasnya. rum

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry