BATAL DIPERIKSA: Setya Novanto memenuhi panggilan KPK sebagai tersangka korupsi e-KTP, Selasa (21/11). Ditanya penyidik KPK apakah sehat, Novanto mengaku masih sakit, sehingga pemeriksaan dibatalkan. (ist)

JAKARTA | duta.co – Pengamat politik Ray Rangkuti menyayangkan surat penetapan Idrus Marham sebagai Plt Ketum Golkar. Dia menilai Golkar saat ini masih dipimpin oleh Setya Novanto padahal tengah ditahan di Rutan KPK karena terlibat korupsi proyek e-KTP.

“Penetapan bukan hanya melimpahkan tugas kepada sekjen, tapi menonaktifkan Setya Novanto. Bayangan saya kalau hanya pelimpahan kewenangan bagi saya ketumnya tetap Setya Novanto yang sedang tapi menghadapi kasus hukum,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti pada acara diskusi bertema ‘Partai Golkar Mencari Pemimpin Baru’ di Sekretariat PPK Kosgoro 1957, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (22/11).

Menurut dia, Partai Golkar harus sadar permasalahan yang sedang menimpanya. Sebab, partai tersebut terkesan melindungi seseorang yang dampaknya merusak citra partai.

“Sebaiknya di dalam Partai Golkar ini harus sadar untuk menyelamatkan partai bukan hanya urusan per orang. Bedakan antara orang pribadi dan kelembagaan partai. Jangan sampai tindakan-tindakan partai ini lindungi orang per orang. Golkar yang jadi korbannya. Nanti masyarakat enggak bisa memisahkan antara Partai Golkar dan Setnov,” papar Ray.

Ray menambahkan, bila Novanto diberhentikan barulah pelimpahan tersebut sepenuhnya kewenangan Sekjen yang saat ini menjabat sebagai Plt. Di situlah publik akan percaya bahwa dinamika partai Golkar tak ada intervensi dengan Setya Novanto.

“Kalau ada kata nonaktifkan, artinya semua kewenangan dilimpahkan kepada Sekjen, jadi tidak ada hubungannya semua dengan Setya Novanto. Kalau sampai Golkar tetap tergantung terhadap Setya Novanto artinya ada permasalahan atau memang tidak ada kemauan untuk menyelamatkan Partai Golkar,” ujarnya.

Ray berharap Partai Golkar ke depan lebih mengutamakan penyelamatan organisasi yang jauh lebih penting daripada upaya menyelamatkan orang. “Selamatkan partai ini, karena partai ini institusi publik, dan jangan sampai partai ini dihancurin oleh kepentingan pribadi,” tandasnya.

 

DPR-Golkar Seakan Milik Pribadi Setnov

Pada forum yang sama, Ketua Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia mengaku terkejut dengan hasil rapat pleno DPP Partai Golkar, Selasa (21/1/12017). Rapat pleno memutuskan Idrus Marham sebagai pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar menyusul status Setya Novanto yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Doli pada awalnya berharap pleno menyinggung soal Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.  “Saya berharap pleno membicarakan tentang perubahan secara menyeluruh dari Munaslub. Jalannya adalah pergantian ketua umum Setya Novanto menjadi ketua umum yang baru,” kata Doli.

Namun, hal itu tak dibicarakan. Golkar justru menunjuk Idrus sebagai pelaksana tugas ketua umum. Doli menyayangkan keputusan tersebut karena artinya Golkar mempertahankan Novanto sebagai ketua umum.

Ia juga menyayangkan, yang dibicarakan dalam pleno adalah surat dari Novanto soal penunjukan Plt ketua umum. Juga, surat bertuliskan tangan Novanto yang meminta tak dicopot, baik sebagai ketua DPR maupun sebagai anggota dewan.

Menurut dia, orang-orang yang berpikiran rasional seharusnya tersinggung sengan sikap Novanto tersebut. “Ini kan seolah-olah DPR dan Golkar kayak milik pribadinya, kayak perusahaan saja. Yang herannya, DPR enggak bunyi sama sekali,” ujar Doli.

Padahal, sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Golkar, kondisi Novanto, menurut dia, sudah bisa masuk kategori berhalangan tetap. Oleh karena itu, Novanto harus diganti melalui Munaslub.

Ia berharap, pihak-pihak yang menghendaki perubahan bisa konsisten dalam mendorong perubahan dalam kepemimpinan partai. “Yang kita perlukan terhadap perubahan ini adalah konsistensi. Maju-mundur terjadi karena memang kepemimpinan sekarang ini mengelola partai dengan mengumpulkan kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok yang dikelola menjadi seolah kepentingan partai,” tuturnya.

“Sehingga ketika orang mau maju, kemudian disinggung kepentingannya, dia mundur,” sambung Doli.

Doli mencontohkan pihak-pihak yang sempat mendorong penonaktifan Novanto sebaga ketua umum beberapa waktu lalu.

Wacana tersebut kemudian gugur seiring dikabulkannya gugatan praperadilan Novanto. Ada pula forum DPD I yang meminta Novanto mundur namun seiring berjalannya waktu, wacana tersebut tak lagi bergulir.

Ke depannya, Doli memandang Golkar perlu memilih pemimpin yang kontras dengan gaya kepemimpinan saat ini. “Kalau kepemimpinan sekarang lekat atau permisif dengan isu korupsi bahkan ofensif. Sementara isu korupsi adalah salah satu musuh terbesar masyarakat kita,” tuturnya.

Sejumlah DPD I Temui JK

Sementar aitu, sejumlah pimpinan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar ternyata menggelar pertemuan secara tertutup dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di rumah Dinas Wakil Presiden, Jakarta, Senin (19/11) malam. Pertemuan ini dilakukan setelah Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ditahan oleh KPK.

Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Tengah Wisnu Suhardono mengungkapkan, pertemuan tersebut dihadiri oleh delapan ketua DPD tingkat I. Delapan DPD yang hadir berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Yogyakarta, Sulawesi Barat, dan Bangka Belitung.

“Kita yang menginisiasi pertemuan 8 Ketua DPD I Senin malam menghadap pak JK (Jusuf Kalla),” ujar Wisnu kepada wartawan di Kantor Kosgoro 1957, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (22/11).

Wisnu mengungkapkan, pertemuan tersebut untuk membahas tentang perubahan kepemimpinan di Partai berlambang beringin tersebut. “Yang isinya dalah meminta agar segera dilaksanakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub)untuk memilih ketua umum yang baru,” jelas Wisnu.

Wisnu mengklaim bahwa pengurus DPD lainnya telah menyatakan dukungan untuk diadakan Munaslub. Sebanyak 23 DPD tingkat I menurut Wisnu telah menyatakan dukungan. Namun kabar yang beredar baru delapan DPD I yang setuju digelar Munaslub.

Setya Novanto ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11) dini hari. Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut. Meski berstatus tahanan KPK, namun Golkar tetap mempertahankan Novanto sebagai ketua umum dan menunggu hasil praperadilan yang diajukan Novanto.

Rapat pleno DPP Partai Golkar Selasa (21/11) kemudian menunjuk Idrus Marham sebagai pelaksana tugas ketua umum. Atas alasan yang sama, yakni menunggu hasil praperadilan, maka Golkar juga mempertahankan Novanto sebagai ketua DPR RI.

 

Setnov Dua Kali Temui Jokowi

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi santai langkah politik Novanto meminta perlindungan hukum dari Presiden. “Orang boleh minta-minta saja tapi belum tentu dikasih kan,” ucap Wapres JK di kantornya, Rabu (22/11).

Wapres memastikan, pemerintah tidak akan mencampuri proses penegakan hukum kasus korupsi e-KTP. Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menjalankan tugas sebagaimana mestinya. “Tidak bisa diintervensi yang salah,” kata dia.

Sebelumnya, Novanto mengaku meminta perlindungan ke Presiden, Kapolri, hingga Jaksa Agung. “Saya sudah melakukan langkah-langkah dari mulai melakukan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) di kepolisian dan mengajukan surat perlindungan hukum kepada Presiden, maupun kepada Kapolri, Kejaksaan Agung, dan saya sudah pernah praperadilan,” kata Setnov yang memakai rompi oranye.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengungkap bahwa Novanto memang sempat bertemu Presiden Jokowi sebelum ditahan KPK. Sedikitnya dua kali keduanya bertemu untuk membahas perlindungan hukum kasus e-KTP. Namun, pertemuan itu tidak membuahkan hasil. Sebab, Jokowi tidak bisa melindungi Ketua Umum Partai Golkar itu dan mengaku mendapat tekanan dari berbagai pihak. “Dia (Novanto) cerita Presiden dalam tekanan yang sangat keras, dari orang-orang sekitar situ,” kata Fahri. hud, tri, mer

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry