JAKARTA | duta.co – Ini satu bukti lagi bahwa perkataan capres Prabowo Subianto soal korupsi di Indonesia sudah sangat parah alias stadium 4 benar adanya. Betapa tidak, Staf PNS di Kementerian Agama Lombok Barat berinisial BA ternyata kena operasi tangkap tangan (OTT) Polres Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), karena diduga korupsi dana rehab masjid korban gempa. BA resmi berstatus tersangka kasus dugaan pungutan liar dana rekonstruksi masjid pasca-gempa.
Kapolres Mataram, Nusa Tenggara Barat, AKBP Saiful Alam, mengungkapkan, OTT terhadap BA dilakukan setelah ada laporan masyarakat yang menyebut proses pencairan dana rekonstruksi masjid yang lamban. Tim Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Mataram kemudian bergerak menyelidiki dan akhirnya menangkap BA di wilayah Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, pada Senin, 14 Januari 2019 sekitar pukul 10.00 Wita.
BA diduga telah meminta atau memalak sejumlah uang kepada pengurus masjid supaya mendapatkan dana rehab dari Kantor Kemenag NTB. BA tertangkap tangan menerima uang Rp 10 juta dari pengurus Masjid Baiturrahman, wilayah Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Masjid tersebut merupakan salah satu masjid yang terkena dampak gempa pada 5 Agustus 2018 dan penerima dana rekonstruksi pascagempa dari Kemenag RI, yang sumber anggarannya berasal dari dana APBN senilai Rp 6 miliar.
Polisi juga melakukan penggeledahan di kantor Kemenag Perwakilan NTB dengan menyita sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dana rekonstruksi masjid pascagempa. “Jadi pascagempa itu kan Kementerian Agama itu mengucurkan dana untuk memberikan bantuan ke masjid-masjid yang ada di NTB, termasuk yang di kabupaten-kabupaten. Dari hasil penyelidikan kami, adanya bangunan yang agak lambat ternyata ada oknum yang bermain,” kata Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam ketika dihubungi Selasa (15/1/2019).
OTT terhadap pelaku yang terkait gempa bukan baru kali pertama terjadi di NTB. Kasus serupa pernah jadi sebelumnya pada September 2018. Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Sudirman, Prof Hibnu Nugroho, menuturkan pelaku tindak korupsi dan pungli saat ini lebih memprihatinkan. Menurutnya, pelaku tak tanggung-tanggung melakukan aksi korupsi meski berkaitan dengan kemaslahatan umat.
“Inilah yang paling kita khawatirkan, konteks revolusi mental yang digaungkan pemerintah belum membumi sampai ke bawahan, ini yang harus ditanam,” kata Hibnu seperti dikutip dari detik.com Rabu (16/1/2019).
Hibnu menambahkan, hukuman terhadap pelaku pungli juga kurang memberi efek jera. Dia menyarankan, terkait kasus pungli pascagempa harusnya diberi hukuman maksimal.
“Hukuman kasus pungli kan biasa-biasa semua, padahal ini masuk yang kategori tipikor, extraordinary crime tapi kok vonisnya biasa-biasa. Tidak ada efek jera. Harusnya diberikan hukuman maksimal atau harusnya 20 tahun,” sambungnya.
Dia juga menyarankan hakim agar melakukan terobosan dalam menghukum pelaku pungli terkait dana gempa. “Hakim juga jangan hanya berdasarkan hukum formal, lakukan terobosan-terobosan agar pelaku merasa jera,” ungkapnya. (det/wis)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry