SURABAYA | duta.co – Atas nama Bambang Widjojanto, lengkap dengan nomor telephonnya, sebuah pers rilis menyebar ke seluruh media. Tajuknya ‘Statemen Bambang Widjojanto Terhadap Liputan Investigasi Indonesialeaks’, dengan menyertakan 11 poin penting.

“Rekan-rekan jurnalis, setelah membaca liputan investigasi bersama media yang tergabung di Indonesialeaks terkait dugaan korupsi dan kongkalikong penegak hukum di negeri tercinta ini, saya merasa perlu memberikan catatan dan statemen kritis terhadap hal tersebut,” demikian rilis tersebut sampai ke redaksi duta.co Selasa (9/10/2018).

Awak duta.co telah mengkorfirmasi kebenarannya ke nomor tersebut, tetapi belum mendapat jawaban. Sementara sejumlah media mainstream sudah menurunkan laporan panjang lebar terkait hasil investigasi Indonesialeaks.

Indonesialeaks adalah media bersama terdiri dari Tempo, CNN Indonesia, KBR, Bisnis Indonesia, independen.id, Jaring, suara.com, The Jakarta Post, Sindo Weekly, Liputan6. Sedangkan mitra platform ini adalah:  Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Pers, change.org, Greenpeace, dan Auriga. Inisiator Indonesialeaks adalah AJI Indonesia, PPMN, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited.

Terkait kongkalikong penegak hukum (KPK-Polri), TEMPO sudah menurunkan berita dengan judul ‘Dokumen Pemeriksaan yang Menghilang’. Tak tanggung-tanggung, investigasitempo.co juga mengunggah video berisi wajah Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy yang keberatan diambil gambarnya. Media ini juga mengunggah hasil wawancara dengan Kapolri Tito Karnavian yang disebutnya sebagai dokumen Indonesialeaks.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, Senin (8/10) kemarin sudah berteriak. Minta Komisi Pemberantasan Korupsi jujur soal dugaan aliran dana dari pengusaha Basuki Hariman ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Neta S Pane menilai jika dugaan tersebut ada, KPK harus menjelaskan secara transparan, sehingga tidak menjadi bola liar yang tidak berujung. Transparan dalam arti, komisi antirasuah itu wajib menjelaskan kasus suap impor daging sapi bisa menyeret nama Tito lantaran adanya dugaan penerimaan uang ke mantan Kapolda Metro Jaya itu dalam periode Januari sampai Juli 2016 dengan jumlah bervariasi antara Rp200 juta sampai Rp 1 miliar.

“Jika kasus itu tidak ada, KPK juga harus menjelaskannya hingga tidak ada polemik dan membuat berbagai pihak saling mencurigai atau saling menuding. Artinya, bola ada di tangan KPK. Dan publik butuh ketegasan KPK,” jelas Neta sebagaimana ditulis rmol.co.

Nama Tito terungkap dari dokumen internal KPK tertanggal 9 Maret 2017 yang mencatat Kumala Dewi saat ditanya penyidik KPK mengenai nama-nama penerima aliran dana.

Dalam buku catatan keuangan ini, ada nama-nama yang ditengarai menerima aliran dana dari perusahaan milik Basuki. Ada 68 pejabat negara yang tertulis di buku ini dan diduga mendapat aliran dana.

Kasus ini kembali ramai dibicarakan berawal dari laporan serentak sejumlah media yang mengangkat investigasi lanjutan mengenai upaya perusakan barang bukti yang dilakukan dua mantan penyidik KPK dari Polri (Roland Ronaldy dan Harun). Harun dan Roland dikembalikan KPK ke kepolisian pada tahun 2017, lebih cepat dari batas masa tugas.

Pengembalian ini diduga sebagai sanksi karena mereka terbukti merusak barang bukti untuk kasus suap oleh pengusaha Basuki Hariman.

KPK Harus Berani Bongkar Tuntas

Laporan media berasal dari salinan berita acara pemeriksaan anak buah Basuki Hariman, Kumala Dewi Sumartono, pada 9 Maret 2017, bocor ke media. Kumala Dewi ditanya oleh penyidik KPK mengenai nama-nama penerima aliran dana.

Dalam buku merah, ada 68 nama pejabat negara yang disebut menerima aliran dana dari perusahaan milik Basuki. Salah satu nama yang tercatat sering menerima adalah Tito Karnavian yang kala itu masih menjabat Kapolda Metro Jaya. Nominal suap yang diduga diterima antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Parah! Sementara isi lengkap pers rilis ‘Statemen Bambang Widjojanto Terhadap Liputan Investigasi Indonesialeaks’ belum layak untuk diturunkan, karena belum ada jawaban dari yang bersangkutan.

Yang menarik adalah komentar puluhan netizen terhadap berita investigasi Tempo. “Sungguh permainan tipu muslihat yang sistemik, lebih mengerikan pejabat kepolisian yang menghancurkan bukti gak dipidana, makin parah…” demikian akun Havilah Sam.

Sementara yang lain memberikan solusi jitu untuk negeri ini. “Negara ini tidak cukup hanya dipimpin oleh orang bersih tapi tak bisa berbuat apa-apa. Waktunya ganti penguasa, cari pemimpin yang bersih dan pemberani,” tegasnya. (mky)