Oleh: Husain Latuconsina*

KEBERLANJUTAN kehidupan manusia di muka bumi sangatlah bergantung pada ketersediaan dan kecukupan pasokan sumber daya alam yang memadai, dengan daya dukung lingkungan hidup yang berkualitas. Harapan ini tentunya masih kontradiktif dengan pola dan perilaku manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang cenderung berlebihan dan merusak tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukungannya.

Tidak terkendalinya pertumbuhan penduduk akan diikuti dengan peningkatan laju konsumsi sumber daya alam dan pemanfaatan jasa lingkungan, justru akan semakin menurunkan ketersediaan sumber daya alam dan mutu serta daya dukung lingkungan hidup, sehingga berpotensi menimbulkan wabah, epidemi bahkan pandemi.

Pandemi selalu terkait dengan penyakit baru yang menyerang manusia secara masif dan tersebar luas secara tidak terkendali di banyak tempat (lintas negara dan benua) dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pandemi masuk kategori penyakit menular yang luar biasa penyebarannya secara global dan memakan banyak korban, yang umumnya disebabkan oleh masalah lingkungan hidup. Menurut para ahli, lebih dari 60 persen penyakit menular yang menyerang manusia berasal dari hewan vertebrata (zoonosis), sebagian besarnya dari satwa liar sebagai vektor penyakit potensial.

Munculnya wabah, epidemi bahkan pandemi bermula dari pola pikir dan tindakan manusia yang tidak berwawasan lingkungan dengan sanitasi lingkungan yang buruk, diperburuk dengan keinginan manusia memelihara satwa liar yang berpotensi menimbulkan penyakit menular dan akan menjadi “bom waktu” untuk tersebar dan menjangkiti manusia melalui proses mutasi. Timbulnya penyakit HIV/AIDS yang berasal dari simpanse mulai masuk ke manusia pada era tahun 1920-an di Afrika dan hingga kini masih menjadi penyakit yang sangat menakutkan.

Pandemi yang sangat terkenal di dunia adalah flu Spanyol (virus influenza tipe A subtipe H1N1) karena menginfeksi sekitar 1 miliar orang (60 % dari total populasi manusia di dunia pada tahun 1918) dan diperkirakan menewaskan  21-100 juta jiwa. Pandemi ini ditenggarai berawal dari kamp dan rumah sakit yang penuh sesak merawat ribuan pasien korban serangan kimia, dan berdekatan dengan peternakan babi, dan unggas untuk persediaan makanan. Virus ini diperkirakan bersarang pada burung, bermutasi dan bermigrasi ke babi, berlanjut bermutasi dan menyerang manusia.

Fenomena yang sama terjadi pada flu burung (virus influenza tipe H5N1) yang sangat menular dan telah beradaptasi untuk menginfeksi burung yang bermutasi dan menyerang manusia, begitu juga dengan flu babi (virus influenza dari famili Orthomyxoviridae tipe H1N1) yang endemik pada populasi babi, atau penyakit Ebola yang kemungkinan ditularkan akibat kontak melalui darah atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi (biasanya monyet atau kelelawar buah), dan yang terkini adalah pandemi virus Corona atau Covid-19 (SARS-CoV-2) varian baru virus corona “Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)” yang sebelumnya menjadi pandemi pada tahun 2002 – 2003. Covid-19 ditenggarai bersumber dari kelelawar yang kemudian bemutasi dan menginfeksi manusia.

Dalam perspektif ekologi, dipastikan tidak akan ada satupun makhluk hidup yang kehidupannya terisolasi, karena akan selalu memiliki hubungan fungsional antar makhluk hidup dan dengan lingkungannya. Dengan demikian eksistensi suatu makhluk hidup di muka bumi karena didukung oleh interaksi harmonis antara sesama makhluk hidup dan dengan lingkungannya melalui mekanisme adaptasi dan evolusi yang telah berlangsung ratusan  bahkan ribuan tahun.

Berdasarkan perspketif ekologi, maka dapat dikatakan bahwa pandemi virus yang melanda dunia seperti Covid-19 tidak terlepas dari aktivitas antropogenik yang kurang mempertimbangkan keseimbangan ekologi dan mutu serta daya dukung lingkungan. Saat hutan belum terjamah oleh aktivitas antropogenik, sudah terbentuk ekosistem alami dengan interaksi yang kompleks, dinamis dan saling mempengaruhi.

Keseimbangan interksi ini mulai terganggu sejak manusia merambah hutan secara masif dan fragmentasi habitat semakin meluas, maka akan terjadi perubahan komunitas alamiah yang telah terbentuk, dimana interaksi antar komunitas biotik dan dengan lingkungan akan berubah, sehingga ketimpangan ekologis tidak dapat terhindarkan. Dilain pihak, perambahan hutan akan semakin mendekatkan manusia dengan satwa liar dan habitatnya. Fenomena ini umumnya memberikan dampak buruk bagi lingkungan termasuk pada kesahatan manusia melalui serangan berbagai penyakit dari satwa liar sebagai vektor penyakit potensial.

Perambahan hutan yang semakin meluas juga memberikan dampak pada pemanasan global karena menurunnya kemampuan bumi untuk menyerap CO2 yang mendominasi emisi gas rumah kaca di lapisan atmosfer. Selanjutnya memberikan dampak terhadap perubahan iklim dengan cuaca ekstrim yang tidak dapat diprediksikan, berpotensi meningkatkan penyebaran wabah dan menjangkiti hewan yang selanjutnya dapat bermutasi dan menyebar ke manusia. Akan menjadi pandemi global jika penyebarannya dengan mudah dan tidak terkontrol menyerang sistem pernafasan manusia seperti virus corona dengan berbagai variannya.

Untuk mencegah wabah, epidemi bahkan pandemi, maka para ahli epidemiologi merekomendasikan pentingnya pengelolaan kesehatan manusia, hewan, dan kesehatan lingkungan. Ketiga variabel ini tidak dapat dipisahkan, sehingga pengelolaannya harus holistik dan terintegrasi. Tidak bisa diimplementasikan secara parsial yang hanya terfokus pada kesehatan manusia, karena kesehatan manusia akan sangat bergantung kepada kesehatan lingkungan dan kesehatan hewan, sebaliknya kesehatan lingkungan dan hewan akan sangat bergantung pada pola pikir dan tindakan manusia. Dengan demikian, interaksi ketiga variabel ini dalam perspektif ekologi merupakan suatu keniscayaan, sehingga harus dikelola dengan baik.

Dalam prinsip dasar pembangunan berkelanjutan (pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang), strategi pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan harus mempertimbangkan ketersediaan dan kecukupan sumberdaya alam serta mutu dan daya dukung lingkungan, agar proses aliran energi dan siklus materi berjalan lancar, sehingga kesimbangan ekologi tetap terjaga.

Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan model pembangunan berbasis ekosistem yang ditujukan untuk beberapa hal, di antaranya: (i) menekankan pada perlindungan struktur, fungsi, dan proses-proses kunci dalam ekosistem, (ii) memperhitungkan keterkaitan dalam sistem ekologi, mengenali pentingnya interaksi di antara spesies dalam suatu komunitas biotik, dan (iii) memadukan tujuan-tujuan ekologi, ekonomi, sosial dan budaya yang saling terkait antara satu dengan lainnya melalui berbagai aksi nyata.

Dalam tataran implementasinya, perlu dilakukan beberapa hal untuk mewujudkan keharmonisan hidup antara manusia, hewan dan lingkungan hidup, di antaranya: Pertama: memanfaatkan suatu jenis sumberdaya alam secara seimbang, karena jika berlebihan pemanfaatannya maka akan berdampak terhadap krisis sumberdaya alam di masa mendatang dan menimbulkan ketimpangan ekologi akibat tidak optimalnya aliran energi dan siklus materi melalui mekanisme rantai makanan, Kedua: menjaga sanitasi lingkungan untuk mengoptimalkan daya dukung lingkungan, agar dapat mencegah sebaran penyakit menular dari hewan ke manusia.

Ketiga: menurunkan intensitas perambahan hutan yang selama ini menai faktor dominan dalam mempengaruhi dan merubah habitat satwa liar sebagai vektor penyakit potensial, Keempat: memperketat pengiriman satwa liar antar wilayah dan antar Negara, karena berpotensi mendatangkan dampak buruk terhadap meluasnya penyebaran penyakit jika tidak ditangani secara baik dan benar, Kelima: mengedukasi masyarakat dalam berbagai bentuk secara terstruktur, sistematis dan masif terkait pentingnya menjaga mutu dan daya dukung lingkungan serta pemanfaatan sumberdaya alam secara terkontrol dengan memenuhi prinsip berkelanjutan.

* Penulis merupakan Associate Professor pada Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Islam Malang.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry