DICAP ‘ABUSE OF POWER’: Pertemuan Sekjen Parpol koalisi pendukung Pemerintah Joko Widodo di Kantor Seskab Pramono Anung yang juga Sekjen PDIP, Senin (7/5). Sekjen PAN tidak diundang. Waketum DPP Gerindra Fadli Zon menudingnya ‘abuse of power’, menggunakan fasilitas negara. (ist)

JAKARTA | duta.co – Partai Amanat Nasional (PAN) dijauhi koalisi Parpol pendukung Pemerintah Joko Widodo. Indikasinya PAN tidak diundang dalam pertemuan Sekjen partai-partai pendukung Presiden Jokowi di Kantor Seskab Pramono Anung, Senin (7/5) siang. “Tidak diundang,” kata Sekjen PAN Eddy Soeparno saat dihubungi lewat pesan singkat. Kalimat itu diakhiri dengan emote icon tertawa.

Pertemuan itu dihadiri Sekjen PDI Perjuangan, Golkar, PKB, NasDem, PPP, Hanura, PKPI, Perindo, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). PAN tak diundang walau partai itu mendapat jatah satu kursi menteri yang sekarang dijabat Asman Abnur, Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB).

Eddy mengatakan, sama sekali tidak tahu perihal pertemuan para Sekjen Parpol dengan Pramono itu. Ia menampik ketidakhadirannya lantaran belakangan PAN tak lagi mesra dengan pemerintahan Jokowi, meski masih tergabung dalam partai koalisi. “Saya tidak mengetahui adanya undangan ini,” ujarnya.

Eddy menegaskan, PAN akan hadir jika diundang. Partainya senantiasa berusaha memenuhi undangan jika diminta. “Kalau diundang oleh siapa pun, kita tentu akan berusaha keras memenuhi undangan tersebut,” jelasnya.

Sekjen partai-partai pendukung Presiden Joko Widodo memang berkumpul di Kantor Seskab Pramono Anung siang kemarin. Namun PAN tidak ikut hadir. “Hari ini (kemarin-red) para Sekjen parpol koalisi pendukung pemerintah datang menemui Menseskab Pramono Anung,” ujar Sekjen PPP Arsul Sani kepada wartawan, Senin (7/5).

“Pertemuan ini merupakan inisiatif dari beberapa Sekjen Parpol koalisi yang ingin mendapatkan update tentang kinerja dan capaian pemerintahan Jokowi-JK,” kata Arsul.

 

Bahas Pilpres-Pileg 2019

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengakui mengumpulkan para Sekjen dari partai pendukung Joko Widodo. Mereka berkumpul untuk membahas kesiapan partai pendukung Jokowi menghadapi Pilpres dan Pileg 2019.

“Sekjen pendukung yang sudah mendeklarasikan yaitu ada sembilan partai, memang bertemu dengan saya. Intinya pemerintah juga mempersiapkan hal-hal yang perlu dikomunikasikan dengan partai yang mendukung pemerintah. Bagaimanapun dalam pemilu legislatif yang bersamaan dengan presiden, partai juga harus siap untuk itu,” kata Pramono di kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Senin (7/5).

Ia berharap pertemuan Sekjen ini bisa membantu pemerintah dalam menyampaikan kinerja-kinerja Jokowi selama memimpin pemerintahan. Apalagi, setiap partai pendukung juga akan memiliki calon anggota legislatif (Caleg) yang ditugaskan mengampanyekan Jokowi.

“Katakanlah, yang bergabung dengan koalisi mendukung Jokowi, misalnya, 10 partai walaupun sekarang sembilan. Itu kan artinya ada 150 ribu orang Caleg yang juga sekaligus berfungsi untuk menjadi juru kampanye bagi dirinya maupun bagi Presiden Jokowi,” beber dia.

Menurut dia, para Caleg harus tahu apa yang sudah, belum, dan akan dilakukan oleh pemerintah. Termasuk soal isu yang tengah digulirkan pihak tertentu untuk menyerang pemerintah, seperti masalah tenaga kerja asing (TKA), serta hutang luar negeri.

Menurut dia, selama ini ada perbedaan pendapat antara pemerintah dan beberapa pihak yang mengkritik pemerintah soal isu-isu itu. Untuk itu, kata dia, para pendukung Jokowi harus bisa menjelaskan itu dengan benar.

“Utang kita ini kan defisitnya masih sangat aman, di bawah jauh 3 persen. Yang kedua, masih di bawah 60 persen. Rasio kita terhadap PDB 29 persen. Jadi, utang sangat aman bagi pemerintahan. Mereka harus bisa memahami, mengetahui, menyampaikan, mengomunikasikan,” ucap dia. Selain itu, tambah dia, para Sekjen juga memberikan masukan dan harapan blueprint pemerintah ke depan.

 

Manfaatkan Fasilitas Negara

Terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai pertemuan Sekjen-sekjen partai pendukung pemerintah dengan Sekretaris Negara Pramono Anung merupakan penyalahgunaan kekuasaan. Sebab, menurutnya, pertemuan itu memanfaatkan fasilitas negara karena dilakukan di Kantor Seskab.

“Tapi kalau terkait dengan kepentingan partai politik bukankah itu institusi negara. Harusnya dicari tempat lain di salah satu markas partai atau di rumah ketumnya. Jadi abuse of power,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/5).

Dia menilai, salah jika fasilitas negara dipakai untuk membahas kepentingan politik yang tidak terkait dengan pemerintahan. “Ya itu kan salah, kita harus ingatkan. Tapi kan itu nanti masyarakat yang akan menilai juga,” tegasnya.

Fraksi Partai Gerindra akan menyuarakan persoalan ini ke Komisi terkait. Hal ini dilakukan agar tidak ada penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik tertentu. “Saya kira nanti di komisi terkait kita akan suarakan itu, jangan dong menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan partai atau yang terkait lah dengan kepentingan untuk pilpres,” ujar Fadli.

Namun, Seskab Pramono Anung mengatakan, pertemuan itu tradisi demokrasi. “Tidak [berpolitik]. Ini kan partai pendukung. Dalam tradisi demokrasi kan biasa saja,” kata Pramono di kompleks Istana Bogor, Senin (7/5).

Pertemuan internal Pramono dengan seluruh Sekjen partai pendukung awalnya diketahui melalui foto yang beredar. Pramono menjelaskan, pertemuan itu sama sekali tidak mengganggu pekerjaannya sebagai anak buah Presiden Joko Widodo karena dilakukan di jam istirahatnya. “Itu di luar jam saya bekerja. Jam istirahat, 12 sampai 1,” tutur mantan Sekjen PDIP ini. Ia menyatakan dirinya merupakan inisiator pertemuan itu.

 

Amien Rais ‘Diblejeti’

Sementara itu, bertepatan dengan pertemuan Sekjen Parpol koalisi pemerintah di Kantor Seskab, aktivis ’98 menggelar diskusi tentang reformasi. Para pelaku sejarah reformasi itu, salah satunya Sri Bintang Pamungkas, mengkritik Amien Rais terkait beberapa pernyataannya akhir-akhir ini. Soal Amien, Sri Bintang menganggap eks ketua MPR itu bukan Bapak Reformasi.

“Amien Rais menyimpang. (Bukan bapak reformasi) bisa dibilang begitu,” kata Sri Bintang dalam diskusi bertajuk ‘Peringati Lengsernya Soeharto, Amien Rais, Bapak Reformasi?’ di UP2YU Coffe & Resto Ibis Budget Hotel Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/5).

“Amien Rais itu pengkhianat. Dia pernah mengatakan sudah minta maaf kepada ini-itu dia harus meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia tentang kesalahannya melakukan amendemen,” sambungnya.

Dalam diskusi tersebut, Sri Bintang lebih banyak mengulas tentang tragedi lengsernya Presiden Soeharto kala itu. Ia mengatakan saat itu Amien mendukung Gus Dur menjadi presiden dan sesudahnya Amien mendukung Megawati.

Amien Ingin Jadi Pahlawan

Aktivis ’98 lainnya, Faizal Assegaf, mengatakan Amien Rais ingin menjadi pahlawan. Contohnya, kata Faizal, Amien selalu menyalahkan Presiden Jokowi jika ada masalah, layaknya zaman Soeharto dulu.

“Amien Rais kemudian tampil ingin menjadi pahlawan. Amien Rais seolah-olah menempatkan Jokowi seperti Pak Soeharto. Semua seolah-olah disalahkan ke Pak Jokowi. Saya tak pernah menemukan Pak Amien Rais menyalahkan gubernur, bupati, DPR, DPD, tapi semua disalahkan ke Pak Jokowi,” kata Faizal.

Lebih jauh, Faizal lalu mengungkit beberapa sikap Amien di zaman dulu. Dia membandingkannya dengan era saat ini.

“Saat dia mengatakan ada ‘partai setan’ dan ‘partai Tuhan’ itu terulang di tahun ’99 itu, Pak Amien sudah jadi setan sebenarnya. Pada tahun 1999, Pak Amien itu menghasut umat Islam bahwa umat Islam mengharamkan presidennya perempuan kan? Dan dimenangkan Gus Dur kan,” kata Faizal.

Faizal lalu menyebut kepentingan Amien di era kepemimpinan Gus Dur tidak terpenuhi. Amien lalu diceritakan Faizal melengserkan Gus Dur dan dia memilih Megawati menjadi presiden. Alasan itulah yang membuat Faizal berpendapat bahwa Amien Rais tidak konsisten dan tidak cocok dikatakan sebagai bapak reformasi.

Dalam diskusi yang digelar oleh Komunitas Cikini dan Jaringan Aktivitas Reformasi Indonesia (Jari 98) itu, selain Sri Bintang dan Faizal, turut hadir Kapitan Kelibay, peneliti dari Indonesian Public Institute (IPI); Wahab Talaohu, aktivis ’98; dan pengamat politik Boni Hargens. Diskusi ini lebih detail menceritakan tragedi ’98. Selain itu, diskusi ini membahas insiden detik-detik lengsernya Presiden Soeharto.

 

PDIP Ragukan Survei INES

Belakangan ini, Amien Rais gencar menyerang Pemerintah Joko Widodo. Bahkan, kalau ada kader PAN mendukung Jokowi, PAN akan menggelar Konferensi Luar Biasa (KLB). Amien merapat ke Prabowo Subianto dan mendukungnya menjadi Capres pada Pilpres 2019.

Berkaitan dengan Pilpres 2019, Indonesia Network Election survei (INES), Minggu (6/5), merilis hasil survei yang mengunggulkan elektabilitas Prabowo Subianto, jauh di atas Jokowi. Namun, politikus PDIP Eva Kusuma Sundari menganggap hasil survei INES itu tidak kredibel.

“Ini masalah internal INES tuh, kita berpegang pada lembaga-lembaga yang kredibel saja dan reputasinya akuntabel,” kata Eva saat dihubungi, Senin (7/5).

Menurut Eva, hasil survei ini berbeda dengan hasil lembaga survei lainnya. “So far mereka relatif sama temuannya,” tutur anggota DPR tersebut. Selain itu, Eva menduga INES sebagai lembaga survei sudah tidak netral dan berpihak pada Gerindra. Ia pun mempertanyakan hasil survei INES.

“Ada pengakuan dari bekas direktur bahwa INES kan alat propaganda dari Gerindra. Jadi tentu pembahasan hasil survei tidak bisa pakai logika akademik. Karena tujuannya politis, kepentingan subjektif dari Gerindra. Alias enggak ilmiah,” ujarnya.

Selain itu, keberadaan INES sebagai lembaga survei dipertanyakan. Karena INES tidak bergabung dengan asosiasi lembaga survei lainya. “INES bukan pollster yang tergabung di asosiasi lembaga survei seperti PERSEPI. Padahal menurut peraturan KPU, lembaga survei boleh merilis survei jika terikat ke perhimpunan lembaga survei sehingga bisa dikontrol oleh Dewan Etik PERSEPI,” katanya.

Dalam survei INES, responden ditanya mengenai tagar ganti presiden 2019 yang sedang ramai di media sosial. Hasilnya, 67,3 persen responden menginginkan ada presiden baru. “Kemudian, sebanyak 21,3 persen responden menginginkan agar kepemimpinan Joko Widodo dilanjutkan. Sementara, sebanyak 11,4 persen menjawab tidak tahu,” ujar peneliti INES, Basynursyah, Minggu (6/5).

Hasil itu diperkuat pertanyaan jika pemilu dilakukan hari ini siapa presiden yang akan dipilih. “Prabowo unggul 50,20%, Jokowi 27,70%, Gatot Nurmantyo 7,40%, dan tokoh lain 14,70%,” ujarnya.

Survei dilakukan dari 12-28 April 2018 dengan 2.180 responden yang tersebar secara proporsional di 408 kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error ± 2,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. hud, dit, viv, kcm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry