SURABAYA | duta.co – Keadilan di negeri ini semakin sulit didapat. Apalagi berlawanan dengan penguasa, terlebih masalah Pilpres. Meski menurut Mantan Gubernur Jatim 2009-2019, Soekarwo (Pakde Karwo) Lembaga hukum dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia sangat lengkap, toh kenyataannya tidak sedikit yang pesimis dengan obyektifitasnya. Itulah yang disuarakan Dr Rizal Ramli alias RR.

Menurut Pakde, dibandingkan dengan negara sebesar Amerika, lembaga hukum Pemilu di Indonesia lebih lengkap. Hal tersebut diungkapkan Mantan Gubernur Jatim 2009-2019, Soekarwo saat menjadi keynote speaker dalam dialog kebangsaan dan pelantikan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) DPC Surabaya di Universitas Bhayangkara, Jalan Ahmad Yani, Sabtu (4/5/2019).

Untuk itu, lanjut Ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini jika ingin proses Pemilu berjalan baik, semua tahapan dan keberatan harus diproses melalui lembaga hukum. Lanjut Soekarwo, penyelenggaraan Pemilu di Indonesia sudah diatur dalam undang-undang yaitu PKPU.

“Kita mempunyai penyelenggara Pemilu yaitu KPU yang kedudukannya tidak di bawah pemerintah, lalu yang kedua kalau ada sengketa atas hasil Pemilu itu bisa diajukan ke MK (Mahkamah Konstitusi),” kata Pakde Karwo, sapaan akrabnya.

Sedangkan untuk kesalahan teknis saat pelaksanaan setiap tahapan Pemilu, ujar Pakde Karwo bisa dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Lebih lanjut, jika ada yang merasa tidak puas dengan kinerja KPU dan Bawaslu maka bisa melaporkannya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Jadi kelembagaan hukum politik kita luar biasa lengkap. Di negara sebesar Amerika saja, semua kasus dalam Pemilu itu diselesaikan di peradilan,” ucap Pakde Karwo

Namun begitu, Pakde Karwo mengakui masih ada titik lemah dalam demokrasi di Indonesia yaitu money politics. Adanya money politics tersebut membuat calon-calon yang terpilih belum tentu berkompeten dan menjadi salah satu indikator demokrasi yang belum matang.

“Money politics ini adalah jalan pintas yang tidak bagus, merugikan demokrasi dan merusak pembangunan hukum dan politik. Padahal hukum dan politik ini adalah dua hal yang berjajar saling bermanfaat,” ucapnya.

Sementara dalam pandangan Rizal Ramli, kecurangan yang masif sulit diselesaikan melalui lembaga hukum, apalagi yang dilawan petahan yang notabene berada di atas KPU. Pada tahap awal, ada persoalan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bermasalah. Diikuti keputusan memberikan hak memilih kepada orang dengan gangguan mental yang jumlahnya sekitar 14 juta jiwa.

Menurut Dr Rizal Ramli, jika sengketa pemilu dilayangkan, dia tidak terlalu yakin paslon 02 Prabowo-Sandi akan memenangkannya, apalagi di MK. “Sebetulnya kita tahulah MK hakimnya yang tunjuk pemerintah dengan dukungan dari DPR. Objektivitas dan kredibilitasnya dalam banyak hal lebih menguntungkan yang berkuasa, jadi saya sih tidak terlalu berharap banyak dengan MK, pengalaman mereka juga tidak terlalu objektif,” kata RR sapaan akrabnya saat wawancara interaktif di salah satu talkshow radio, Sabtu (4/5).

RR cuma mengingatkan, dalam Pasal 532 UU 7/2017 tentang Pemilu disebutkan, jika ada satu suara saja yang dihilangkan dengan sengaja sehingga yang memiliki hak pilih tidak bisa menggunakan suaranya, maka ancaman pidananya 4 tahun penjara dan denda maksimum Rp 48 juta.

“Ini (sanksinya) berat sekali. Yang kedua, UU ini adalah lex spesialis, artinya dia sangat kuat tidak bisa dibatalkan UU lain,” ujar ekonom senior ini.

Dan saat pelaksaan pemilu, lanjut RR, ternyata banyak sekali kecurangan pada level kerlurahan, kecamatan dan seterusnya. Dengan demikian. hal ini tidak boleh dibiarkan.

“Kami minta rakyat ramai-ramai menggunakan UU ini untuk menuntut siapapun yang menghilangkan satu suara karena itu dijamin oleh UU. Siapa pun yang menghilangkan satu suara apalagi KPU dan lain-lain, tidak usah KPU, KPUD saja bisa dituntut UU begini. Kita harus sosialikan kepada rakyat kita, bisa gunakan UU ini agar betul-betul pemilu ini jujur dan adil,” ucapnya. (zal,rmol)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry