PENGHARGAAN: Gubernur Jawa Timur, Soekarwo didampingi Hermawan Kertajaya memberikan penghargaan Marketers of Years Surabaya 2017 kepada Bupati Malang di Hotel Sangri-La Surabaya, Kamis (6/4) kemarin.DUTA/FATHIS SUUD
PENGHARGAAN: Gubernur Jawa Timur, Soekarwo didampingi Hermawan Kertajaya memberikan penghargaan Marketers of Years Surabaya 2017 kepada Bupati Malang di Hotel Sangri-La Surabaya, Kamis (6/4) kemarin.DUTA/FATHIS SUUD

Sebuah produk sebelum sampai pada tahap pemasaran sangat ditentukan oleh kualitas mesin. Bila kondisi mesin industrinya lama dan sudah kuno, maka efisiensinya akan rendah. Dengan demikian, pemasaran akan bagus kalau proses industrinya sangat efisien, dalam hal ini didukung dengan mesin yang baik.

 

Pandangan tersebut disampaikan Pakde Karwo sapaan akrab Gubernur Jatim usai membuka The 5th Annual Indonesia Marketeers Festival 2017 di Hotel Sangri-La Surabaya, Kamis (6/4) kemarin.

Pakde Karwo mencontohkan, produk lempengan baja dari pabrik Maspion di Gresik yang lebih laku adalah hasil mesin keluaran Tahun 2010. Sehingga yang menjadi masalah adalah bagaimana biaya produksi bisa ditekan melalui efisiensi mesin. “Kalau ingin memenangkan kompetisi, salah satu yang harus diperhatikan adalah proses industrialisasinya. Maka kesempatan baik untuk memperbaiki mesin pada industri pengolahan,” ungkapnya.

Selain efisiensi industrialisasi, lanjut Pakde Karwo, faktor lain yang bisa menekan ongkos produksi adalah skema pembiayaan. Apabila perbankan meminjamkan kredit dengan suku bunga tinggi, maka industri tidak akan jalan. “Kalau pinjam uang di bank bunganya 12 persen gak akan jalan, harus satu digit, antara 7-8 persen. Ini yang kami jalankan melalui skema loan agreement,” tegasnya.

Menurutnya, pemerintah memiliki peran untuk menurunkan suku bunga. Hal ini dilakukan untuk memberi kemudahan pada industri kerakyatan seperti UMKM. Di Jatim, sebanyak 54,98 persen industri berada di sektor UMKM. Serta, 1.600 sektor UMKM Jatim memiliki produk ekspor dengan standar internasional.

“Salah satu kegagalan liberalisasi adalah UMKM tidak diberi kemudahan. Kalau tidak diberi kemudahan, mereka maka akan bangrut, pasar tidak terbentuk, dan tidak ada barang yang dibeli oleh rakyat,” tambah mantan Sekdaprov Jatim ini.

Setelah dua faktor yakni industrialisasi dan skema pembiayaan dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah pemasaran. Sebuah produk akan berhasil bila kualitasnya baik, harganya murah, serta distribusinya cepat.

 

PDRB Jatim Rp1,8 Triliun

Sementara itu, dalam kesempatan memberikan sambutan, Pakde Karwo menjelaskan PDRB Jatim Tahun 2016 sebesar 1.855,04 triliun rupiah, dari total PDB nasional sebanyak 12.406,80 Triliun rupiah. Sehingga PDRB Jatim menyumbang PDB nasional sebesar 14,95 persen.

Sementara itu, share industri Jatim Tahun 2016 terhadap nasional sebesar 21,08 persen. Dimana sebanyak 30,44 persen industri pengolahan di Jatim berasal dari sektor makanan dan minuman dan 27,07 persen berasal dari sektor pengolahan tembakau.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Jatim Tahun 2016 sebesar 5,55 persen, lebih tinggi dari nasional sebesar 5,02 persen. Sedangkan tingkat inflasi Jatim pada Tahun 2016 sebanyak 2,74 persen.

Ditambahkannya, kinerja perdagangan dalam negeri Jatim, pada tahun 2016 kemarin surplus 100,56 triliun rupiah. Surplus perdagangan Jatim ini juga dikarenakan Jatim memiliki 26 Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di provinsi lain dan 7 KPD di luar negeri. Tahun 2016, perdagangan Jatim dengan negara-negara ASEAN surplus 890.471 ribu USD.

Di akhir sambutan, agar tak sepenuhnya bergantung pada APBD, Pakde Karwo mengusulkan strategi pembiyaan non-APBD. Pertama, melalui public private partnership, yakni kerjasama pemeritah dengan badan usaha seperti salah satunya dalam proyek SPAM Umbulan. Kedua, melalui sistem corporate bond (obligasi yang dikeluarkan perusahaan).

Sistem ini diantaranya dilakukan dalam proyek pembangunan pelabuhan Probolinggo. Ketiga, business to business (BUMD Jatim  Bank dan Non Bank seperti PT. Sarana Multi Infrastruktur).

 

Era Marketing 4.0

Founder & Chairman MarkPlus Inc., Hermawan Kertajaya, mengatakan saat ini kita memasuki era marketing 4.0.              Era pemasaran saat ini mulai bergeser ke arah pemasaran digital. Dalam era ini dibutuhkan pendekatan pemasaran baru untuk membantu pemasar menghadapi dampak teknologi tesebut.

Marketing 4.0 merupakan pendekatan pemasaran yang mengkombinasikan interaksi online dan offline antara perusahaan dengan pelanggan. Selain itu, marketing 4.0 juga mengintegrasikan antara style dan substance, artinya tidak hanya branding bagus, tapi juga konten dengan kemasan yang bagus.

“Intinya, perkembangan teknologi tidak berhenti pada teknologi itu sendiri, tapi bagaimana teknologi itu membantu merek dalam memanusiakan relasi dengan pelanggannya,” pungkas Hermawan Kertajaya. ud

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry